Kau bisa, aku juga 3
Kutahu aku tak sempurna, bukan berarti aku tak berhak bahagia dan kau perlakukan semena-mena. Aku juga bisa berbuat seperti yang kumau.Aku berbalik menghadap cermin lagi meneruskan sisiran. Aneh deh, masa motorku yang mau dijual?"Dek, aku kakaknya Rita, jelas dia tanggung jawabku dong!"Kuletakkan sisir pada tempatnya lalu, ku tuangkan lotion yang botolnya sengaja kujungkir balik, sambil menunggu adzan Isya, aku sudah berwudhu."Lho, kalo Rita masih tanggung jawabmu, apa gunanya dia menikah? Suaminya kemana? Sok sok an mau nanggung jawab Rita. Liat nih, lotion ku habis aja apa kau peduli?!" sindirku spontan."Apa maksudmu aku nggak peduli? Kau kuberi uang lima ratus ribu sebulan, Hani!" Walah dia malah nge gas!Aku santuy mengoleskan lotion ini ke tangan dan kakiku agar tidak kering. "Ck, ck, ck! Lima ratus ribu sebulan bangga! Art aja gajinya sejuta lebih sebulan, Mas! Kerja cuma beberes rumah doang. Nah aku istrimu, nih! Istri! Catet tuh biar nggak lupa! Duit lima ratus rebu, nyampe mana, Mas?!" Kulirik tajam laki-laki kusyut itu."Kok kamu jadi bahas masalah uang, sih?!" Dia berkacak pinggang."Ya, aku mulai membahas uang, kenapa? Karenaaa ... kau bahas masalah tanggung jawab. Tadi pagi, kau bilang punya kasbon di tempat kerja untuk biaya tuju bulanan Rita, malam ini izin jual motorku untuk biaya Rita juga. Hello, Mas! Kau pikir aku ini istrimu tak butuh biaya dan tanggung jawabmu, hah?! Ingat, aku istrimu, tanggunganmu, bukan tanggungan orang lain!" Skak math. Mamvus, kau! Mas Heru wajahnya mengkeret saat ku beberkan semuanya. Kurasa kalimatku tepat sasaran. Lagian aneh, sok bahas tanggung jawab, sama istri sendiri abai, lalai pula, huuuh error!"Tapi, Dek ... cuma itu jalan satu-satunya untuk dapat uang," lirihnya."Oooooo, tidak bisa!" Ku goyangkan jari telunjuk ini. "No, no, no! Itu motorku, hasil keringatku, jangan kau usik! Aku mau sholat, udah Isya. Habis itu mau tidur, capek!"Bodo amat sama Mas Heru yang penting aku tidak lalai dengan kewajibanku kepada Allah. Masalah suami sableng modelan dia, biarin aja! Laki-laki udah berumah tangga kok masih mentingin keluarganya. Rita udah bersuami, seharusnya dia menjadi tanggung jawab suaminya lah, gimana sih?Usai sholat Isya, aku bersiap tidur malas sekali ngobrol sama laki-laki egois seperti Heru. Kutarik selimut berusaha mencari kehangatan dalam balutan kain tebal itu."Dek, jangan tidur dulu, dong! Gimana solusi uang ini?" Mas Heru melarangku tidur.Aku berdecak kesal. "Mas, aku capek, lho! Kamu tanya solusi uang? Tanya ibumu sana! Uangmu 'kan sebagian besar ada sama dia, minta sana! Aku nggak mau kau usik barang-barangku, awas aja kalo sampe berani, ku bawa masalah ini ke jalur hukum!" ancamku sengaja.Males banget ikutan nanggung beban yang seharusnya bukan tanggung jawab aku dan dia, mending tidur siapa tahu mimpi diajakin jalan sama Kim Soo Hyun. Itu lebih baik dari pada bahas duit sama dia."Eh, Mas! Masih sebulan 'kan waktu HPL (hari perkiraan lahir) bikin BPJS lah! Susah amat!" Ku tutupkan selimut ini keseluruhan badanku. Pokoknya aku mau tidur.******Pagi telah menyapa, usai tunaikan dua rakaat subuh, aku segerah bebenah dan bersiap. Sebenarnya ini hari libur, cuma mulai sekarang aku ingin membiasakan diri untuk sok lembur kerja. Kenapa? Soalnya jika hari libur begini, dirumah sering kedatangan tamu entah Rita yang sok iyes, entah rekan Bu Lasmi. Aku malas dijadikan jongos oleh mereka mending aku ke restoran aja, alasan lembur wkwkwkwk."Dek, kopiku mana?" Mas Heru baru melek udah nanyain kopi.Aha, aku punya ide! "Mana duitnya, kalo minta kopi!" Tanganku menengadah sengaja.Dia menyipitkan mata. "Kok malah minta duit?""Mau ngupi 'kan? Sini in duitnya, kubelikan kopi sama gulanya!" Lha, memang stok kopi dan gula sekarat kok.Dia malah menatapku tajam. "Kamu ini, duit, duit, duiiiiit aja taunya!" Lho nyolot.Aku mendelik dong. Minta uang buat beli kopi malah nyolot. "Hei! Aku minta duit juga nggak berjuta-juta kek Ibu sama adikmu! Cuma buat beli gula sama kopi doang, malah nyolot! Nggak mau ngasih, yaaa udah. Nggak usah ngopi!" ketusku. Enak aja pagi-pagi udah nabuh gong pertarungan, aku juga bisa nge gas keles!Lebih baik kulanjutkan persiapan untuk berangkat kerja dari pada ngurusin makhluk kumat-kumatan seperti dia."Mau kemana kamu? Ini 'kan hari libur?" Dih, sok perhatian."Kerjalah, lembur ... biar bisa beli hand body lotion. Nungguin di beliin suami sampe botol pada jungkir balik, nggak peka-peka!" Hihihi rasain Lo gue sindir teroooos pokoknya mah."Kamu nyindir, Han?!" Mas Heru nge gas lagi.Aku menoleh dia. "Oh kerasa, ya? Maaf, sengaja!" Aku menyeringai puas. "Tau 'kan lotion ku habis? Aku bukan badak yang kulitnya tebel, Mas. Butuh skin care, sayangnya laki-laki yang ngaku jadi suamiku enggak care!" Wkwkwkwk lanjoot teros sindir sampai bengek.Dia kini medengus wajahnya berubah warna. "Han, kau kan sudah kujatah uang lima ratus ribu sebulan, masa lotion nggak kebeli, sih?!" sewotnya.Aku beranjak dari kursi makan setelah merapikan tas kerja ku. "Helooo! Mas Heru, lima ratus rebu sebulan, nyampe mana? Asal kau tau, aku sering nombok biaya dapur! Belom lagi keperluan lainya. Belom lagi kalo Ibu minjem duit! Ngasih lima ratus rebu doang, koar-koar! Lama-lama, kupikir lebih baik kerja jadi TKW ngosek WC gaji jutaan, dari pada di sini jadi babu dan kang servis laki-laki yang enggak di hargai!"Oke, Mas ... mulai sekarang aku janji, kau tak akan menemukan Hani yang manis, lembut dan nurut lagi. Capek ngalah, capek sabar, nyatanya kalian semua semakin kurang micin, eh!"Nggak usah nuntut yang aneh-aneh kalau nafkahin istri aja belum beres!"Kupercepat persiapan kerja pagi ini. Sepertinya Bu Lasmi malam ini menginap di rumah Rita, mumpung dia belum pulang aku kabur duluan. Ogah banget jadi babunya lagi."Hani, kau pergi tanpa menyiapkan sarapan untukku?" Dia masih saja nanya.Aku tersenyum semanis menatapnya yang kini kelihatan bingung dan marah. "Cek stok persediaan bahan masakan. Yang nyisa cuma beras doang. Nasi udah mateng di Magicom, silakan bikin lauk sendiri. Aku mau kerja, cari duit biar nggak perlu ngandelin jatah lima ratus rebu sebulan!"Hahahaha, rasain Mas! Ku kerjain kau hari ini. Nantikan episode kejutan dari aku selanjutnya, ini baru permulaan saja. Kupakai sepatu butut ini, biarlah terlihat ngenes di depan keluarga suami akting harus totalitas. Jangan sampai mereka tahu belakang layar diriku. Dari teras, kulihat dua perempuan turun dari sebuah taksi. Mataku menyipit melihat mereka. Bu Lasmi dan anak perempuannya Rita telah datang. Oke, time for go to work.Segera ku pakai helm ini dan naik kuda besi kesayanganku ini."Han, sarapanku, Ibu, dan Rita gimana? Itu mereka pulang!" Mas Heru masih aja mikirin isi perut ia dan keluarganya bahkan dia nggak nanya aku sarapan belum, huh menyebalkan."Woi, mereka perempuan sama sepertiku. Kalo nggak bisa bikin makanan, kebangetan! Udah aku mau kerja!" Bodo amat sama perut mereka, emang gue pikirin."Lho, Hani? Mau kemana hari libur begini?!" Bu Lasmi seperti terkejut melihatku pergi pagi-pagi di hari libur."Mo berpetualang mencari kesenangan, Bu. Dadaaaa!" Ku tancap gas motorku meninggalkan rumah dan orang-orang itu.Kau bisa, Aku juga 4 Aku merasa bebas merdeka hari libur begini sok iyes masuk kerja. Ah, begini lebih baik dari pada jadi kacvng seharian dirumah mertua. Mengendarai hond4 b3at street sekend kesayanganku ini, kutelusuri jalanan weekend yang lumayan lengang. Para karyawan banyak yang libur, hanya beberapa sepeda motor serta kendaraan melintasi jalanan hitam jalur lintas menuju restoran. Entahlah, caraku ini akan berhasil untuk melakukan perlawanan kepada suami dan mertuaku atau tidak. Yang jelas, aku ingin berubah, tak mengalah terus. Aku juga punya harga diri. Aku tahu, berdosa membangkang pada suami. Eits, tunggu dulu! Suami yang seperti apa dulu dong? Jika harus menuruti semua keinginan suami modelan Mas Heru, bisa ambruk cagakku nuruti angen-angenmu (rubuh tiangku menuruti kemauanmu). Selama ini, aku sudah berusaha menjadi istri sekaligus menantu yang Soleha, nurut, dan berbakti kepada suami dan mertuaku. Tetapi, kenyataan hal itu malah membuat mereka layaknya tua-tua keladi s
Kau Bisa, aku juga 5 Jangan remehkan seseorang yang sudah kenyang makan kecewa. Dia bisa melakukan apapun diluar dugaan."Hani! Kelewatan kamu, ya!" Bu Lasmi malah meninggikan suaranya. Iiieeuuuh! Kelewatan dia bilang? Aku mengerling malas. Kemudian kubuka tudung saji dimana ada mangkuk berisi sisa kuah tongseng kambing."Aku kelewatan? Terus ini apa?! Kalian makan tongseng kambing cuma nyisain kuahnya doang 'kan? Masa aku nggak boleh menikmati makanan hasil keringet ku sendiri?" Mulut ku sambil menikmati cumi cabe ijo yang mantap ini. "Kalo kalian mau, biar impas ... ku sisain kuahnya aja, ya!" Mataku mengerling sengaja ngejek kedua orang dihadapan ku ini. Bu Lasmi nampak merah padam wajahnya mata ibu mertuaku melotot tangannya juga mengepal. Ah, bodo amat. Mau marah, mau enggak terserah. Capek ngalah terus. Brak Meja makan di gebrak membuat sendok di piringku melompat ke lantai. "Keterlaluan kamu, Han! Rita ini hamil, kalo anaknya ileran gimana? Nggak peka banget sih sama oran
Kau bisa, Aku juga 6 Melangkah menenteng ember cucian aku masuk ke rumah. "Dari mana kamu, Han?!" sentak Bu Lasmi. Busyet ini, nanya apa ngajakin perang sih? Galak banget jadi mertua. Ooh, mungkin dulunya dia di galakin juga kali sama mertuanya, sekarang balas dendam ke akuh. Duh, ngenes! "Dari mana, kamu?! Jawab! Malah diem aja! Jam segini cucian piring masih numpuk, teh, ataupun kopi belum ada! Ngapain aja sih kamu?!" Bu Lasmi sudah seperti satpol PP sedang sidak. "Dari nyari pahala, Bu. Ampun, dah! Baru pada melek udah teriak-teriak! Ati-ati pita suara putus. Atau tensinya naik, lho!" Kuletakkan ember di kamar mandi. Tumpukan baju kotor Bu Lasmi dan Rita masih utuh disana. Ogah yaaa kalau disuruh nyuci lagi. "Nyari pahala, nyari pahala, pala Lo peang!" umpat Rita. "Cuciin gelas! Bikinin aku teh, cepetan!" Gantian Rita kini memerintah. Aku berdiri, meraih teko berisi air lalu ku tenggak isinya, gelas habis di rak piring, semua kotor teronggok di wastafel. "Punya kaki, punya
Pagi ini, aku berangkat kerja sambil membawa luka. Air mataku perlahan meleleh mengingat kejadian saat aku akan melahirkan Zidan. Sakit, payah, penuh derita serta tekanan dari suami dan mertua yang kurasakan. Berbeda sekali dengan Rita. Semoga dia merasakan apa yang dulu ku rasakan. Entahlah aku seperti sudah tak bisa lagi membedakan antara do'a dan dosa. Sebab hatiku ingin sekali melihat Rita dan Bu Lasmi merasakan apa yang dulu ku rasa. Ya Allah, tolong ampuni aku. Rasa sakit ini teramat sangat. Ampuni atas semua kesalahanku telah membangkang pada suami, dan mertua, aku lelah ya Allah, aku lelah. ***** POV Heru Mataku menatap tanpa kedip kepergian Hani, wanita yang dua tahun ini menjadi istriku. Entah mengapa kini dia berubah. Tak seperti kemarin-kemarin. Dia jadi lebih berani serta cenderung membangkang. Terlebih setelah dia tahu aku kasbon untuk adikku Rita. Sebagai istri, dia sungguh tak tahu diri. Dijatah lima ratus ribu sebulan masih kurang aja. Mentang-mentang sudah bis
POV HaniAku sampai di restoran, hari ini nggak ada alasan untuk menangis. Aku harus menunjukkan kepada mereka para orang-orang pelit itu bahwa aku bisa. Biar saja mereka sekarang kelabakan dirumah, mereka pikir aku akan selamanya jadi pesuruh mereka, sorry laa yau! Masuk ke restoran mengisi absensi lalu mulai bekerja. Tip lemburan kemarin membuatku ketagihan. "Eh, Lo ngapain hari Minggu masuk?" Sherin salah satu karyawati resto yang selalu rese padaku heran aku masuk kerja di hari libur. "Suka-suka gue, dong! Emang ada larangan karyawan lembur enggak 'kan?" sahutku malas. "Oooh, gue tau! Jangan-jangan Lo lembur gara-gara nggak dinafkahin sama laki Lo, ya? Hahaha, ngenes amat!" Aku yang hendak menuju ke ruangan khusus karyawan berhenti melangkah lalu berbalik menatap tajam Sherin. "Elo nggak berhak ngurusin hidup gue! Mau lembur atau enggak bukan urusan Elo, tau!" "Stop! Stop! Udah jangan brantem! Elu juga Sher, jangan gangguin Hani!" Lukas memisahkan kami. "Han, kamu dipanggil
POV Hani Ya Allah, suamiku ini memang ma-ti rasa padaku atau apa sih? Yang dia pikirin hanya uang, uang, dan uang saja. Boro-boro bertanya bagaimana keadaanku sekarang. Rita juga, mulutnya minta di tamplok pakai ulekan sambel, ya Allah ... kuatkan hamba-Mu ini untuk menghadapi orang-orang model pohon pisang ini, mereka punya jantung, tetapi tidak punya hati. "Begini, Pak. Masalah biaya perawatan, akan ditanggung oleh restoran, sebab Hani kecelakaan saat mengantarkan pesanan makanan ke konsumen." Aryan mencoba menjelaskan. "Eh, Mbak! Lo itu jo-ngos, apa kurir sih? Kerjaan kok nggak jelas banget!" sewot Rita dia mengibaskan rambutnya yang tergerai sebahu. "Begini, Mbak ... kebetulan restoran kami sedang banjir pesanan delivery order, dan karyawan juga sibuk melayani pelanggan yang datang, kebetulan Hani bertugas mengantarkan pesanan gitu, Mbak. Tolong jangan salahkan Hani, ini kecelakaan." Aryan menjelaskan lagi. "Jangan salahkan Hani, jangan salahkan Hani, Bapak nggak tau, dia cel
POV Hani Usai Mas Heru dan Bu Lasmi pergi, Bayu datang menemaniku. Tangan ini terasa sakit sekali gara-gara dipukul keras oleh Bu Lasmi. "Bay, kok sakit banget tanganku ini, tadi habis di pukul keras sama mertuaku. Dia pikir aku cuma pura-pura." Aku meringis. "Apa pura-pura! Aaah, katarak orang itu! Mbak berita kecelakaan itu sudah jadi trending topik di media sosial dan media berita online tau! Em, lagian ini harusnya di urut, Mbak. Atau ... kita pulang aja ke kampung disana biar di urut Wak Hasanudin, beliau terkenal dukun pijat handal!" Ah, pulang ke kampung dalam keadaan begini, apa kata bapak dan ibu nanti. Usul Bayu kadang-kadang asal. Selama ini, mereka tahunya rumah tanggaku bahagia, meskipun aku menyembunyikan jati diri dari suamiku dan keluarganya. "Bay, aku malu pulang ke kampung," lirihku sambil merebahkan diri di bed yang di sering aggak tinggi. Tanganku kini dipasang arm sling, agar tanganku tidak bergeser. Bayu menatapku, sorot matanya sendu. "Sebenarnya aku kesin
POV AuthorLasmi dan Heru pulang dari restoran dimana tempat Hani bekerja dengan tangan hampa. Keduanya tidak berhasil membawa pulang sepeda motor milik Hani. "Huh! Gara-gara dua satpam pe kok itu, gagal deh bawa motor si Hani!" Lasmi ngomel sepanjang jalan. "Kamu itu jadi laki-laki harus tegas, dong! Hani itu istrimu, dia harus wajib tunduk sama kamu, Heru!" Lasmi memukul keras helm anaknya. Heru mendadak hilang kendali sebab Lasmi terlalu kuat memukul helmnya. Sepeda motor Heru oleng hingga membuat mereka terperosok ke saluran air. "Aaaaaaw! Dasar 00n kamu, Her! Bisa-bisanya kita jatuh begini?!" umpat Lasmi meringis kesakitan ia tertimpa sepeda motor. "Aaaaw! Kakiku!" pekik Lasmi kesakitan. Heru berusaha bangkit lalu membenarkan posisi sepeda motornya. Keduanya jatuh di tempat sepi. Tebeng motor Heru sebelah kiri pecah, kaca lampu juga pecah. "Aduuuuh, kakiku!" Lasmi mengaduh, meringis memegangi pergelangan kakinya. Nampak biru diantara mata kaki wanita itu. "Ibu sih, pake muk