Part 23
Sosok itu berdiri tidak jauh dari tempat tidur Mila. Mila merembet, bergeser pelan, sampai akhirnya ia berada di ujung dipan. Turun perlahan dengan mata terus memerhatika sosok itu. Dia hanya terdiam, Mila berjalan pelan, kini tangan Mila sudah memegang gagang pintu kamar.
Klik!
Mila membuka pintu dan lari ke luar, pintu depan terbuka. Dyah terlihat memukuli batang pohon kelapa dengan balok kayu berkali-kali persis seperti orang gila.
Ada apa?
Sementara Abi berlari ke samping rumah mengejar sesuatu.
"Mati kau! Mati kau!" Berulang kali Dyah mengucapkanya. Setelah puas memukuli pohon kelapa, Dyah membuang balok kayu ke tanah dengan kesal. Saat menoleh, Dyah melihat Mila. Mila menatap ibunya dengan heran.
"Ada apa Bu?" tanya Mila. Rupanya tadi ada penampakan kucing hitam. Dyah dan Abi berlari menangkapnya, tapi kucing itu melompat ke pohon kelapa depan rumah dan menghilang. Konon katanya, walau sudah
Part 24Tangis Mila terhenti. Tangan itu terus mengelus punggungnya Bukanya takut, semakin lama justru Mila merasa semakin nyaman. Parfum itu ... Abah!Saat Mila menoleh, sosok itu sudah duduk dipinggir ranjangnya. Tetap sama seperti dahulu, gagah dan berwibawa. Memakai jubah dan sorban yang sama. Mila menjatuhkan diri dipelukan Abah. Kakek angkatnya, kakek yang sangat ia sayangi, seakan beliau tahu apa yang sedang Mila rasakan."Mil ...." Dyah memangggil Mila. Akan tetapi, Mila masih enggan melepaskan pelukannya dari Abah. Abah memegang pundak Mila, mengusap air matanya, dan menunjuk ke arah dada. Mila mengerti, sekarang ia tahu maksudnya, Allah akan selalu akan menjaga Mila, dalam doa dan bukan karena kalung itu.Abah ....Sssttt.Beliau meletakkan ibu jarinya di bibir, kemudian mengacungkan jempol kepada Mila.Mila paham, ia memeluk Abah sakali lagi sebelum ke kamar ibunya."Mila ... sini,
Part 25"Mila, sini Nak!"Mila maju perlahan memeluk Ibunya, sementara mata Mila fokus memerhatikan gerak-gerik Pakdenya. Entah kenapa Mila merasa ada yang berbeda dari gelagat pakdenya.🌿🌿🌿Malam hari, pukul delapan Mila diantar Abi ke rumah Harun."Mila tidur di rumah Pakde saja, ya!" kata Abi. Mila mellihat raut wajah bapaknya yang ketakutan. "Rumah ini sudah tidak aman, Nak. Nanti kalau semua sudah kembali seperti semula, Mila baru tidur di rumah lagi. Kalau di rumah Pakde, Mila bisa tidur dengan Mbak Tina," terang Abi.Mila menoleh kepada Ibunya. Buka kah masih ada Ibunya, Mila setiap hari tidur di kamar ibunya. Kenapa harus ngungsi ke rumah Pakde segala? Seakan Dyah tahu arti tatapan mata Mila, Dyah mengelus rambut putrinya."Mila nurut, ya," kata Dyah. "Cuma sementara saja." Mila seperti diasingkan. Ini sebenarnya kenapa?"Ayo!" kata Abi sambil mengulurkan tangannya. Mila mengalah, ia tid
Part 26Ibu harus tahu kalau Bude jahat juga seperti Bu Nuning!🌿🌿🌿Mila berangkat sekolah seperti biasa. Keadaan keluarga yang sedikit rumit membuat Mila tumbuh menjadi anak yang pendiam. Mila lebih suka sendiri dengan pikirannya sendiri. Mila mengambil kertas dan mulai membuat goresan-goresan gambar untuk memfisualisasikan perasaannya.Ggrrr.Suara apa itu? Mila menoleh ke kiri dan kanan. Di dalam kelas hanya ada dia sendirian, sementara teman-temannya lebih memilih bermain di luar kelas. Mila melihat teman-temannya bermain gerobak sodor, senyum kecil memgembang di bibirnya. Jauh di lubuk hati Mila, ia juga ingin hidup normal seperti yang lainnya.Mila ....Terdengar suara serak dan berat. Apa? Apa maunya muncul di siang bolong seperti ini? Mila menoleh ke bangku belakang yang bergerak sendiri. Kenapa dia diikuti?"Siapa? Siapa kamu? Ngapain mengikuti aku terus? Pergi!" perintah Mila.R
Part 27Seekor buaya putih dengan ukuran super besar membuat nyali Mila menciut. Mila menutup mata dengan kedua telapak tangannya. Segera Mila berlari kembali ke kamar memeluk Dyah. Haruskah Mila bilang kepada ibunya, sementara Dyah memejamkan matanya berusaha menetralisir rasa sakit di tenggorokannya.Air mata Mila banjir, ia usap berkali-kali membayangkan apa yang sedang di hadapi bapaknya di belakang sana. Jantung Mila berdetak kencang. Tak terasa ia pun terisak. Apa aku ini anak pembawa sial. Andai aku mati mungkin orang tuaku tidak harus mengalami semua ini. Tiba-tiba pikiran kotor merasuki pikiran Mila.Entah itu pikiran dari mana, yang pasti Mila ingin enyah dari dunia saja. Tak, tahan melihat ibu dan bapaknya seperti itu terus menerus. Kalau aku mati, bisa jadi semua penderitaan ini akan berakhir. Pikir Mila.Dyah mulai curiga, ia berusaha memalingkan wajah Mila, tapi Mila semakin nyungsep di ketiak ibunya."Mila, kenapa?
Part 28"Lihat, kamu masih mau bertahan dengan Abi?" kata Sulis. Hati Mila sedih Budenya berkata seperti itu.Bapak ... aku tahu pengorbanmu Pak!"Kamu nggak lagi bersekongkol dengan Nuning, kan Yu?" tanya Dyah dengan memandang lekat wajah Sulis."Mak-mak-sudmu?" tanya Bude tergagap dan wajahnya begitu gelisah."Maaf, Yu. Aku terlalu stres dan banyak pikiran. Aku merasa semua orang jahat pada keluargaku," kata Dyah mengalihkan pembicaraan. Belum waktunya Dyah membongkar kebusukkan Sulis . Kondisi Abi belum setabil Kakak kandung yang tega berbuat jahat kepada adiknya sendiri. Apa yang lebih busuk dari ini."Sabar ... ini cuma ujian hidup," kata Sulis sambil mengelus punggung Dyah. Sementara itu, matanya menyiratkan rasa benci. Mila kembali membaca majalahnya ketika Sulis mengarahkan pandangannya padanya.Mila meirik bapaknya. Mila tahu beliau tidak bermaksud begitu. Ya, Allah.Byur! Byur
Part 29Sampai di rumah Abi kembali ke raganya, saat ia berbalik, ia di kejutkan dengan ceceran darah yang begitu banyak."Astagfirullah, darah apa ini!" Abi memeriksanya, darah beneran. Bukan gangguan demit. Bercak darah itu menuju ke kamar.Milaa!Dyah!Abi berlari ke kamar. Mila sudah menangis kejer melihat Dyah pendarahan hebat. Usia kandungan Dyah memasuki bulan ke delapan. Daster Dyah sudah penuh dengan darah. Dyah tidak berani memegang perutnya, siapa tahu bayinya masih bisa di selamatkan.Tidak ada siapapun yang bisa di mintai tolong. Mungkin dulu Sulis dan Harun masih bisa mereka andalkan. Tapi, sekarang? Tak ada siapapun, hari juga sudah malam."Astagfirullahaladzim, Dik! Kenapa bisa begini?""Perutku tiba-tiba sakit, dan ... semua terjadi begitu cepat Mas.""Baik, kamu tenang ya, tenang!""Mila, Mila harus bisa jaga Ibu ya, Nak!""Bapak mau kemana?"
Part 30"Ni, Tin. Makan bareng!" kata Dyah, Tina sudah membuka mulutnya."Jangan!" Sulis menampik tangan Dyah. Bubur itu pun jatuh berceceran di lantai puskesmas."Kenapa, Yu?" Mereka saling bersitatap. Sementara pasien lain memandang ke arah mereka berdua. Abi dan Harun entah kemana, mungkin mereka berdua ngopi ke warung depan puskesmas."Maaf! Bubur yang saya pegang terlepas, tangan masih lemas," kata Dyah sambil tersenyum kepada pasien lainya."Maaf nggih!" tambah Sulis yang kemudian membersihkan ceceran bubur tersebut. Tina memandang ibunya. Mila mengenggam erat tangan Tina. Apapun yang terjadi, dia tetap kakaknya. Dyah mengusap pipi dan mencium kening Tina. Dari tadi Mila dan Tina menyimak obrolan Ibu mereka sambil sesekali bercanda.Tina awalnya tidak tahu perihal perseteruan buleknya dan Nuning. Akan tetapi, dahulu ketika Abah masih ada, Tina selalu ikut wisata religi bersama Mila. Ke makam sunan Bonang, sunan Ampel,
Part 31Mata Abi terbelalak. Bagaimana wanita ini bisa tahu?Ratih tersenyum senang melihat reaksi kaget Abi. Sepertinya dia sudah berhasil membuat Abi tak berkutik. Sekali lagi Ratih mendekati Abi, kali ini dia semakin berani berada hanya beberapa inci dari Abi."Mustika itu ... hanya aku yang tahu di mana. Nur tidak mungkin dengan ceroboh menaruhnya di kamar belakang," kata Ratih. Kamar belakang adalah tempat Nur menyimpan benda-benda pusakanya."Aku akan memberikan mustika itu padamu dengan satu syarat!" kata Ratih. Ia membisikan sesuatu ke telingga Abi. Di saat bersamaan gadis yang tadi selesai dibersihkan ke luar dari kamar mandi.Brakk!"Gadis itu sempat melihat kedekatan Abi dan Ratih, ia langsung menundukan kepalanya."Maaf, permisi," katanya saat melewati Abi dan Ratih."Ku tunggu jawabanmu!" kata Ratih kemudian dia meninggalkan Abi. Abi hanya melirik sekilas lalu berjelan kedepan."Bagai