Share

Dia

Leonard mengejar Garvin, wajah tampan yang menampilkan ekspresi tidak bersahabat. Rahang Garvin tampak mengeras. Ada kemarahan tak tersalurkan, Leonard memilih diam. Bukan saat tepat untuk mengeluarkan pendapat.

Leonard mengakui kemiripan yang tak terelakkan dari raut gadis di restoran tadi, tapi untuk mengatakan itu orang yang sama. Jelas mustahil, Amara meninggal lima tahun lalu saat berusia 27 tahun. Sekarang jika dia masih ada maka usia Amara adalah 32 tahun. Gadis itu tampak jauh lebih muda.

"Pak, Apakah anda jadi menemui manager mall?" tanya Leonard ketika mereka berada di lift. Mall 'ParaDita' termasuk dalam Paraduta Group. Rencananya hari ini Garvin akan berkunjung, Ada yang ingin di sampaikan terkait kepulangan dari eropa.

"Batalkan!" perintah Garvin.

"Baik, Pak. Apakah perlu di jadwalkan kembali ke tempat kita?"

"Iya, Sampaikan pada Laura untuk mengirim surel!"

Leonard segera melakukan perintah Garvin, Dia tidak suka seseorang yang lamban merespon perintahnya. Seharusnya Garvin bisa memerintah manager mall langsung menemui dia. Hanya dia ingin melihat perkembangan mall ini secara langsung. Justru tanpa di duga di restoran mereka membuat keributan kecil karena gadis serupa Amara.

"Dia pegawai kita," ucap Garvin yang membuat Leonard ingin menanyakan kembali untuk meyakinkan pendengarannya.

"Maaf, Pak," Detik selanjutnya Leonard menyesal merespon perkataan Garvin. Ekspresi atasannya semakin gelap. 

"Kenapa dia harus marah hanya bertemu dengan orang yang mirip mendiang istrinya. Jangan katakan dia cemburu karena gadis itu duduk berdampingan dan berbincang dengan pria lain. Ini gila," batin Leonard.

"Lupakan!" tandas Gavin yang berjalan kembali keluar dari lift. Dia hanya ingin pulang, Menenangkan pikiran.

Garvin merapikan lengan kemejanya. Mereka telah memasuki mobil. Wajah Garvin masih mengeras, Dia melihat gadis yang sangat mirip istrinya sedang berbincang akrab dengan pria muda. Darahnya mendidih, Garvin merasa seakan Amara berselingkuh darinya.

"Sial," makinya dalam hati. Seharusnya dia bisa bersabar sehingga bisa mengamati dengan seksama gadis tersebut.

Leonard menatap keluar jendela. Suasana terasa panas di dalam mobil padahal pendingin udara sudah bekerja maksimal. Aura dari Garvin penyebab ketidaknyamanan di dalam mobil.

"Leonard, Hubungi Daniel. Tanyakan kepadanya siapa karyawan yang mirip dengan istri ku. Kamu cukup kirim foto Amara, Tanyakan di divisi mana dia ditempatkan!" perintah Garvin.

"Maaf... Saya tidak memiliki foto Amara, Pak!" 

Garvin mengatupkan mulutnya, Dia tidak rela berbagi kenangan dengan siapa pun, "lupakan!" tandasnya untuk ke dua kali.

Asisten Garvin tersebut hanya menganggukkan kepala, "Logika bahkan disingkirkan sejauh mungkin ketika menyangkut perasaan," gumamnya dalam hati.

Matahari telah kembali ke peraduan. Langit kebiruan berganti hitam pekat ketika Kara tiba di kost-an. Dia melangkah ringan, menyapa penghuni kost lainnya. 

"Kara ... mau ikut ke warung pecel lele?" tanya Lisa yang menghampiri bersama Ria dan Tina.

"Sekarang?" tanya Kara, dia merasa tubuhnya lengket tapi terasa sungkan menolak tawaran dari 'tetangga' kamarnya.

"Iya, baru buka dan harganya masih diskon," jawab Ria. Mendengar diskon. Sebagai penghuni kost membuat Kara tak perlu berpikir dua kali. Dia segera mengangguk setuju, mereka berempat menuju ke warung pecel lele tidak jauh dari kost-an.

Kebersamaan yang menyenangkan, Kara tidak pernah berkumpul bersama teman. Gadis itu menikmati sajian lokal yang biasa di masak ibunya. Dia merindukan keluarganya, sepulang dari sini Kara akan segera menghubungi mereka.

Malam semakin merambat naik ketika mereka memutuskan pulang, Sebelum tertidur Kara menghubungi keluarganya mengabarkan besok hari pertama dia masuk ke kantor Paraduta Gruop. Dimana sebelumnya selama 14 hari Kara menjalani pelatihan di gedung khusus training karyawan baru.

Tap... Tap...

Langkah kaki Kara menggema di parkiran, Kembali dengan langkah percaya diri memasuki gedung Paraduta Group. Kali ini Kara berpapasan dengan beberapa karyawan dari divisi lain. Karyawan pria menatap Kara dengan minat. Dari foto di ID pengenal yang masih berlatarkan warna putih, Mereka tahu bahwa Kara adalah karyawan baru. 

"Posisi customer service di lantai 40," keluh seorang karyawan pria dengan rekannya.

"Berani taruhan dia bisa bertahan berapa lama?" sahut salah satu karyawan wanita.

"Kita lihat saja nanti," pungkas rekannya dan mereka berhenti berbicara di belakang Kara. ketika melihat manik hitam melirik ke arah mereka. Dia tersenyum dengan senyuman mengandung keramahan dan sinis yang berpadu harmonis. Membuat kecantikannya memiliki daya pikat sendiri.

Kara telah tiba di lantai 14, dia akan menuju ruangan Rani. Tinggal lima hari ke depan lagi sebelum dia resmi bertugas, Kara belum tiba di ruangan Rani ketika wanita berambut sebahu itu menghampiri Kara.

"Kamu sudah ditunggu dari tadi, Cepat masuk ke ruangan Pak Daniel!" perintah Rani dengan terburu-buru.

Kara mempercepat langkahnya mengikuti Rani, "Mengapa dia tampak ketakutan," batin Kara.

Rani berdiri sesaat di pintu Daniel, dia tampak menarik napas lalu menghembuskan perlahan sebelum mengetuk pintu.

"Selamat pagi, customer Service yang baru telah tiba," sapa Kara kepada kedua pria yang berada di meja kerja. Gavin dan Daniel menatap keduanya, Daniel memberikan kode kepada Rani untuk meninggalkan mereka.

Kara tersenyum dan memberi salam formal kepada keduanya. "Kenapa harus ada Garvin?" ppertanyaan itu melintas dalam benaknya.

"Silakan duduk, Kara. Bagaimana pelatihan selama 14 hari?" tanya Daniel, dia melirik sekilas ke arah Garvin.

"Pasti sudah banyak yang kamu ketahui, mulai hari ini kamu akan efektif bertugas di team," sela Garvin

Daniel memandang Kara, "Saya sudah mendapatkan laporan hasil pelatihan yang kamu ikuti dan mendapatkan hasil memuaskan, silakan sekarang mengikuti bapak Garvin,"

"Terimakasih, pak Daniel," Kara lalu mengekori Garvin yang melangkah lebih awal, "Huh, Apa dia tidak punya pekerjaan lain yang harus dikerjakan sampai harus menjemput staf level dasar sendiri," gumam Kara dalam hati.

Garvin berjalan di depan Kara membuat dia bisa memperhatikan cara Duta berjalan, "Keren, Anggun penuh percaya diri, Born with a silver spoon in mouth." 

Garvin menoleh ke arah belakang dari bahunya. Kara segera mempercepat langkahnya. Supaya tidak terlampau jauh dengan Garvin. Pria itu menekan tombol lift pribadi, mereka segera masuk bersama.

Kara menyelipkan rambut di belakang telinga. Garvin tidak mengungkit pertemuan mereka kemarin, "Baguslah mungkin dia malu dengan polahnya sendiri," kata Kara dalam benaknya.

Hanya mereka berdua di lift, Kara menatap dan menelisik pantulan dirinya di cermin. Dia tampak cantik dengan balutan blazer dan rok berwarna hitam. Hari ini dia menata rambutnya dengan gaya lurus.

Kara mengagumi dirinya, dia sangat jauh dengan penampilan berapa tahun lalu. Untung saja Bastian menceraikannya. Kalau tidak penampilan Kara tak ubah seperti papan lapuk yang tinggal menunggu waktu untuk menjadi bubuk.

Garvin melihat gadis itu mematut dirinya di depan cermin, narsis. Apakah dia mencintai dirinya sendiri? sehingga pandangan kagum tersirat di manik hitam gelap miliknya. Dia seakan 'Narcissus' dalam rupa perempuan.

Seperti dalam mitologi yunani, narcissus yang mencintai diri sendiri dan menolak semua yang menginginkan dirinya sebagai pasangan. Akhirnya dia mati tercebur di kolam karena jatuh cinta pada dirinya karena ingin merengkuh bayangan sendiri.

Kara dan Garvin dalam pikiran masing-masing. Menilai dan saling menjuluki dalam benak mereka. Pintu lift terbuka, menampilkan ruangan mewah yang jelas jauh berbeda dengan lantai 14.

Asisten Leonard dan sekretaris Laura menyambut kedatangan mereka berdua. Keduanya saling pandang. Ya ... mereka yang pernah mengunjungi Garvin di kediamannya. Sering melihat foto Amara di rumah Garvin. Keduanya merasakan getaran yang akan terjadi setelah ini.

Garvin menjemput gadis itu langsung ke ruangan manager Daniel, jelas menunjukkan dia memiliki tempat istimewa bagi CEO muda ini.

"Sial, harusnya aku meminta dokter bedah membuat wajah mirip dengan perempuan tersebut," rutuk sekretaris Laura. Dia lalu memberi senyuman manis kepada Garvin. Menyembunyikan kata hatinya.

"Laura tunjukkan dimana tempat Kara bertugas,"

"Baik, Pak," sahut patuh Laura.

"Permisi, Pak. Terimakasih telah bersedia membantu saya," ucap Kara sebelum meninggalkan Garvin dan Leonard. Dia segera mengikuti langkah Laura.

"Menarik sekali, ternyata dia menjadi staf ku," 

"Iya," Leonard menjawab singkat. 

Leonard bisa melihat pancaran harapan bergelora pada mata Garvin. Membuat dia bergidik, Gadis itu berhasil membangkitkan kenangan yang memang tak pernah jauh terpendam. Dia merasakan akan terjadi sesuatu setelah ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status