Bab 19Lovita terkesiap. Tiba-tiba bibir Leo sudah menempel di bibirnya. Tanpa permisi, tanpa meminta izin tiba-tiba Leo mengecupnya.Lovita ingin membalas kecupan impulsif Leo, tapi yang terjadi adalah dia membalas pagutan Leo di bibirnya. Mereka saling berpagut hitungan detik lamanya.Seakan dihantam kesadaran dengan tiba-tiba Lovita menarik diri dan mendorong dada Leo. Pagutan mereka terlepas.Leo terkejut.Selama beberapa detik keduanya saling diam tanpa mampu memandang satu sama lain."Sorry, Lov," ucap Leo duluan memecah hening.Lovita tak menjawab. Dia melarikan diri dengan membawa langkahnya pergi meninggalkan Leo.Lovita mengurung diri di kamar mandi. Dia menyandarkan punggungnya ke belakang pintu. Jantungnya berdetak tak beraturan. Begitu cepat dan tak terkendali. Jantung Lovita belum pernah berdegup sekencang ini. Termasuk di saat dirinya bersama Rolland. Baru kali ini dia merasakannya. Andai detak jantung manusia bisa didengar oleh telinga normal tanpa bantuan alat, pastila
Bab 20"Ini kalian kenapa diem-dieman sih kayak orang lagi berantem?" celetuk Susan yang merias wajah Leo. Sejak pertama datang tadi Leo dan Lovita tidak bertegur sapa. Susan berpikir kalau Lovita malu."Malu-malu kucing dia, San," jawab Gina menimpali."Jangan salah woi! Di depan kita mereka emang pada diem-dieman. Tapi kalau udah berduaan kalah Romeo sama Juliet." Caca ikut menambahkan.Seketika seisi ruangan penuh dengan gelak tawa. Hanya Lovita yang tersenyum kecut. Saat Lovita melirik ke arah Leo, dia mendapati laki-laki itu tak bereaksi apa-apa. Hanya memasang tampang datar seperti biasa. Seakan tidak mendengar orang-orang di ruangan itu."Lo beneran berantem sama Leo?" tanya Rolland dengan suara berbisik ketika Lovita menunduk di dekatnya."Lo kok ikut mikir begitu?" tanya Lovita balik."Aneh aja sih. Lo yang ngerias gue sedangkan suami lo ada di sini.""Kan udah gue bilang tadi alasannya.""Oh iya juga." Rolland tertawa.Perhatian Lovita lalu tetuju pada seorang perempuan cant
Bab 21Lovita masih berada di tempatnya tadi. Berdiri kebingungan sambil berpikir bagaimana caranya pulang. Dia merasa sungkan menumpang pada orang yang tidak begitu dikenalnya. Sementara langit semakin gelap pertanda sebentar lagi hujan akan turun membasahi bumi.Ngapain juga aku ngetem di sini? pikir Lovita. Dan kenapa juga dia harus memikirkan penilaian orang-orang? Sedangkan Leo sendiri tidak memikirkan hubungan mereka. Lelaki itu malah seenaknya pulang dengan Michelle.Atas dasar pikiran tersebut Lovita melangkahkan kakinya keluar dari area gedung pertunjukan fashion show untuk mencari kendaraan yang bisa membawanya pulang. Semoga ada taksi konvensional yang kosong untuk dia tumpangi.Dan hal yang ditakutkan Lovita pun terjadi. Titik-titik air itu turun dari langit.Lovita melindungi kepalanya dengan tas yang dia bawa. Seharusnya dia membawa payung kalau tahu akan begini.Suara klakson terdengar di sela-sela langkah Lovita. Saat dia menoleh ke belakang Lovita menyipit akibat caha
Bab 22"Ah, eh apa?" Lovita sontak tergagap mendapat pertanyaan dari Rolland. "Lo bilang apa tadi? Bisa ulangi lagi?"Senyum Rolland melebar. Dia tahu apa jawabannya tanpa perlu bertanya. Sikap Lovita yang menjawab."Lo cemburu ngeliat Leo sama Michelle?""Ah, enggak. Masa gue cemburu. Cemburu apaan? Ada-ada aja lo, Land." Lovita buru-buru tertawa lalu menyuap baksonya dan menunjukkan bahwa dia sangat menikmati makanannya tersebut. "Enak banget ternyata. Kuahnya aja gurih begini. Pantesan rame banget di sini.""Iya, Lov, iya. Semua yang ada di sini memang enak kecuali pemandangannya," ucap Rolland sambil menahan senyum. Geli melihat Lovita menyembunyikan perasaan cemburu.Lovita tidak menanggapi. Dia terus menyuap baksonya dan mencoba bersikap biasa. Tapi ternyata begitu sulit. Lovita yakin ini bukanlah perasaan cemburu. Dia hanya merasa tidak terima. Agak aneh rasanya Leo berduaan dengan perempuan lain sedangkan ada Lovita di dekatnya. Apa kata orang-orang seandainya mereka mengenal
Bab 23Lovita membalikkan badan dan mendapati Leo sedang duduk di tepi tempat tidur tengah memandangnya."Ada apa? Gue ngantuk," ujar Lovita malas. Dia sedang tidak ingin berdebat dengan Leo. Dia sudah terlalu lelah. Sangat. Dan tidak ingin menambahnya lagi."Cuci muka lo dulu biar nggak ngantuk," suruh Leo.Lovita mendelik tidak suka. "Ih, kok jadi ngatur gue?""Gue nggak ngatur lo, Lov, cuma mau ngomong sama lo sebentar.""Ya udah ngomong aja," jawab Lovita ringan tanpa mengubah posisinya berbaring.Leo menghela napas sejenak. Yang lelaki itu mau adalah Lovita bangun dari posisinya lalu duduk bersamanya untuk sesaat mendengarkan apa yang akan dia sampaikan."Lo kenapa bisa jalan sama Rolland?" tanya Leo."Emang kenapa? Lo sendiri kan juga jalan sama Michelle.""Gue tuh lagi nanya sama lo, Lov. Malah balik nanya.""Emang lo doang yang boleh nanya? Gue juga berhak dong.""Nggak ada yang ngelarang lo bertanya. Tapi jawab dulu pertanyaan gue.""Jawabannya simpel. Berdasarkan perjanjian
Bab 24Setelah perdebatan tanpa hasil semalam tidak sepotong kata pun terlontar dari bibir Lovita ketika pagi ini ia bangun, mandi lalu bersiap-siap untuk kerja. Ia melakukan rutinitas seperti biasa.Sama dengan Lovita Leo juga bangun pagi-pagi sekali pagi ini. Tidak ada jadwal pemotretan atau fashion show. Tapi ada pertemuan di kantor Gold Management. Matanya menajam saat menemukan Lovita tidak menyiapkan pakaiannya."Baju gue mana, Lov? Kok nggak lo siapin?""Di depan lo ada lemari. Lo buka terus ambil mana yang mau lo pake," kata Lovita mendiktekan.Leo membalas dengan dengkusan atas jawaban yang baru didengarnya itu. "Lo udah amnesia atau pura-pura lupa kalau lo masih berstatus sebagai istri gue?"Decakan kecil meluncur dari mulut Lovita namun tak urung tetap dilakukannya apa yang Leo inginkan.Dengan satu tarikan kecil pintu lemari terbuka. Lovita menyuruh Leo memilih sendiri."Gue nggak tahu lo mau pake baju apa. Jadi lo ambil sendiri.""Terserah lo.""Kok terserah gue. Nanti
Bab 25Rolland berdeham sesaat lalu berkata, "Jadi lo mau ngebahas tentang kejadian semalam?"Leo tidak menjawab karena ia tahu Rolland sudah tahu apa jawabannya."Kemarin gue ngeliat Lovita jalan sendiri di bawah gerimis. Gue nggak tega ngeliatnya. Jadi gue tawarin buat ikut.""Tapi bukan berarti lo bisa bawa dia sembarangan. Apa maksudnya coba lo ngajak dia ke Harmoni?" Leo menyebut restoran tempatnya bertemu dengan Rolland dan Lovita kemarin malam."Sorry banget, Le, gue nggak tahu kalau lo juga lagi di sana."Leo mendengkus. Di antara sekian banyak tempat makan yang bisa didatanginya kenapa Rolland memilih Harmoni dan mengajak Lovita ke tempat itu?"Lo kayaknya marah banget sama gue," ucap Rolland yang menyadari perubahan ekspresi Leo. "Gue cuma kasihan ngeliat Lovita sendiri jadi gue tawari tumpangan.""Tumben lo pake kasihan segala? Gue baru tahu ternyata lo punya rasa empati sebesar itu."Rolland tertawa ringan. Dirinya dan Leo berteman cukup lama. Tapi baru kali ini Leo ngegas
Bab 26"Mbak, apa nggak ada yang lain?" tanya Lovita mencoba menawar."Kenapa emang? Sabtu ini lo kosong kan?"Andai saja bisa berbohong maka ia akan mendustai Maya. Sayangnya job yang masuk harus melalui perempuan itu sehingga dia tahu schedule Lovita."Iya sih, Mbak, tapi gue belum pernah ngerias Michelle." "Terus masalahnya apa?""Gue takut aja kalau nggak cocok sama dia. Maksudnya dia yang nggak sesuai sama style gue." Lovita menjelaskan alasannya.Maya menderaikan tawa. "Ya ampun, Lov, lo ini kayak anak baru aja. Tentang jenis riasan itu kan fleksibel. Lo bisa sesuaikan dengan konsep yang diusung. Lagian lo kenapa jadi aneh begini sih?" Maya memandang Lovita keheranan. Pasalnya selama ini Lovita tidak pernah satu kali pun menolak atau pilih-pilih klien. Lovita sangat profesional. Wajar kalau saat ini Maya jadi bertanya-tanya."Iya sih, Mbak, tapi kalau bisa sama yang lain aja." Lovita bersikukuh mempertahankan keinginannya menolak job tersebut.Maya mengemas tawanya lalu menatap