Share

Beautiful Darkness
Beautiful Darkness
Penulis: Purple Moonlight

Chapter 1: Perawat Baru

“Namanya Van. Dia akan menggantikan Maria untuk jadi perawatmu. Dan dia laki-laki.”

Seorang gadis yang berada dalam sebuah kamar dengan nuansa golden brown memutar kedua bola mata tanpa ragu. Si Gadis membatin bahwa cepat atau lambat Maria, Sang Perawatnya terdahulu, pasti tidak akan betah menghadapi sikapnya yang sangat menyebalkan. Ia bisa merasakan bahwa perawat itu terpaksa menerima pekerjaan ini, entah apapun alasannya. Mungkin saja karena Maria sangat membutuhkan uang atau mungkin karena wanita itu memaksanya untuk bekerja padanya.

Entahlah, ia tak peduli. Sejujurnya, ia sama sekali tak peduli jika akhirnya memiliki perawat atau tidak. Ia bisa melakukan semuanya sendiri. Ia telah terlatih untuk hal itu.

Sialnya, wanita itu selalu saja bersikeras untuk mencarikan perawat untuknya. Ia sedikit heran Agatha bisa menemukan perawat baru untuknya dalam jangka waktu satu hari. Tapi tenang saja, ia dapat memastikan bahwa perawat baru itu pasti tak akan betah berlama-lama menginjakkan kaki di huniannya.

“Bulan ini laki-laki?” tanyanya acuh tak acuh. “Aku tak butuh perawat, kalau kau lupa. Aku bisa melakukan segalanya sendiri. Pecat saja orang itu dan—”

“Diam lah, Eleanore,” potong wanita yang tengah berkomunikasi dengan Si Gadis. Nada suaranya yang penuh dengan perintah selalu mendominasi setiap kali keduanya berdebat. “Sudah untung aku mau mencarikan perawat untukmu. Itu artinya aku peduli padamu.”

“Berhenti lah mengganggu hidupku!” bentak gadis itu penuh emosi. Napasnya selalu memburu jika sudah berurusan dengan manusia yang satu itu. “Kau tak perlu repot-repot melakukannya. Aku bilang aku tak mau. Apa kau tidak paham? Dan jangan sekali-kali kau bilang kalau kau peduli padaku.”

Wanita itu beranjak dari sofa di sebelah tempat tidur Si Gadis. “Sudah lah. Aku lelah berdebat terus denganmu,” ucap Si Wanita penuh kecongkakan. Si Gadis selalu membenci setiap kata yang keluar dari bibir wanita bernama Agatha itu. Kata-kata tersebut seolah memojokkannya. Membuatnya terlihat sebagai orang yang bersalah.

Padahal seharusnya wanita itu lah yang patut disalahkan.

“Dia sudah menunggu di luar kamar. Aku akan menyuruhnya masuk untuk berkenalan denganmu, tak peduli kau suka dengannya atau tidak.” Agatha membuka tirai jendela kamar Si Gadis dengan kasar. “Dan minum lah cokelat panas itu.” Agatha mengetuk cangkir itu dengan menggunakan kukunya.

“Berhenti bertindak seolah-olah kau adalah ibuku,” ujar gadis itu sinis.

Agatha diam sejenak sebelum dengan tawa pelan menjawab ucapan yang ditujukan kepadanya.

“Memang aku ibumu, Eleanore.” Dengan satu seringai yang tak disadari oleh Si Gadis, Agatha pergi meninggalkan kamar Eleanore.

Eleanore, atau yang kerap dipanggil dengan Ele, meremas seprai kasurnya menahan amarah. Persetan dengan cokelat panas! Minuman itu tak akan pernah ia sentuh semenjak wanita itu membuatkannya sejak 10 tahun yang lalu. Agatha benar-benar merusak mood-nya di pagi hari.

Ele mendengar suara bincangan Agatha dengan seseorang di luar kamar. Beberapa detik setelahnya, pintu kamar Ele terbuka perlahan. Ele menatap kosong ke arah suara tersebut sebelum merasakan seseorang masuk ke dalam kamar. Pasti perawat itu.

Sosok yang ia asumsikan sebagai perawat, berdehem kecil sebelum mengucapkan salam padanya.

“Hai, Eleanore.”

Jantung Eleanore sejenak berhenti berdetak. Suara itu …

Suaranya terdengar begitu dalam dan sedikit serak. Entah itu merupakan suara aslinya atau pun ia hanya gugup semata. Dua kata yang ia dengar membuat Ele seketika lupa cara bernapas. Untuk sejenak kepala Eleanore sedikit berputar setelah mendengar suara husky dari perawat tersebut.

Tidak, bukan, pasti bukan. Itu bukan suaranya. Ele meremat selimut guna menahan kekagetannya. Ele merapal dalam hati sembari menggelengkan kepalanya perlahan.

Eleanore memutuskan untuk tidak membalas sapaan dari Sang Perawat dan hanya terdiam mematung. Ele telah menghadapi hal ini ratusan kali, berkenalan dengan satu perawat ke perawat yang lain. Mulai dari yang muda hingga tua. Rata-rata mereka hanya bertahan dalam jangka waktu 2-3 bulan.

“Boleh aku duduk?”

Eleanore menganggukkan kepalanya kaku. Ia dapat merasakan jika perawat itu menarik sebuah kursi dan duduk di depan Ele.

Hening seketika sesaat setelah ia duduk di depan Sang Gadis.

Kilas Balik 10 Tahun yang Lalu

“Namaku Eleanore.”

Setelah sekian lama, akhirnya gadis itu mau juga menyebutkan namanya. Sudah sepuluh hari ini Sang Lelaki membuntutinya kesana kemari hanya untuk mengetahui namanya. Si Gadis selalu bersikeras tidak mau memberitahu namanya selama ini, entah dengan cara apapun Sang Lelaki membujuknya.

Sayang sekali mereka berbeda sekolah. Sayang sekali Si Lelaki hanya bisa bertemu dengan gadis itu selepas sekolah usai. Pemuda itu merasa kehilangan banyak waktu untuk bisa mengenalnya lebih jauh, namun hari ini ... hari ini Si Gadis mau memberitahukan namanya. Sungguh sebuah keajaiban.

“Eleanore? What a beautiful name of a beautiful soul.”

Si Lelaki bersurai kelabu itu menggodanya. Mendengar godaan dari lawan bicaranya, gadis itu hanya mendengus sambil meminum latte di kedua tangannya. Terlihat seperti bayi yang meminum susu dari dot. Body language tersebut membuat Si Lelaki mau tak mau memperhatikan keseluruhan wajahnya.

Gadis itu memiliki kulit semulus susu dengan kedua pipi chubby yang sedikit menggembung. Sepasang gigi kelinci terbentuk indah di antara gigi-giginya, mengingatkan Si Lelaki akan kelinci yang pernah ia pelihara semasa sekolah dasar. Ia gadis yang sangat manis. Segala pergerakan yang dilakukannya begitu menyenangkan untuk dilihat. Bahkan ia begitu cantik saat sedang diam.

“Kenapa kau begitu ingin tahu namaku?” tanya Si Gadis membuyarkan lamunan orang di hadapannya. Sepasang mata bulatnya menatap Si Lelaki dengan pandangan penasaran.

Puppy eyes, gigi kelinci, wajah imut, badan proporsional. Baik lah, ia akui Eleanore memang makhluk yang indah. Kombinasi yang sangat pas dan sedikit mematikan.

Well—“ Si surai kelabu membenarkan posisi duduknya yang menyamping menghadap Eleanore. “Sejak pertama kali aku melihatmu, aku begitu penasaran denganmu,” ucapnya sedikit gugup. Ia berdehem sekali sebelum melanjutkan. “Kau ingat 10 hari yang lalu saat kita bertemu di lapangan basket dekat rumahmu?”

Gadis itu menganggukkan kepalanya.

“Kau terlihat sangat manis duduk di sana dengan memegang bola basket. Hanya memegang bola basket tanpa memainkannya. Kurasa sejak saat itu, aku mulai tertarik padamu.” Si Lelaki menarik napas. Perasaannya begitu campur aduk setelah mengatakannya.

Eleanore tertawa setelah mendengar pengakuan itu. Ia meletakkan latte-nya di atas meja.

Cheesy.” Ele berdiri dari duduknya. Ia tersenyum lebar sebelum mengulurkan tangan kanannya. “Namamu siapa?”

Si Lelaki mengulas senyum simpul sembari menyambut jabatan tangan Ele. “Namaku Tora,” jawabnya penuh percaya diri.

Ele mengangguk singkat dan berjalan meninggalkan Si Lelaki yang masih terpaku melihat senyum cerah gadis cantik yang mampu membuat jantungnya berdetak cepat.

Kilas Balik Selesai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status