Share

4. Kesempatan

“Nata.. ” Aku menoleh saat kudengar seseorang memanggil namaku. Aku terdiam dan menatap seorang pria yang tengah berlari menghampiriku. Ia terlihat tersenyum saat berdiri tepat di hadapanku.

“Ada apa?” Tanyaku malas.

“Kenapa kau ini, kenapa wajahmu murung begitu?” Jawabnya balik bertanya.

“Jadi kau ke sini hanya ingin bertanya itu?”

“Tentu bukan?”

“Lalu..”

“Traktir aku makan siang?” Ucapnya manja.

“Arnand..” Aku mendelik kesal melihat sikapnya.

“Ayolah nata aku belum makan dari pagi, kau ingin melihatku mati kelaparan?” Bujuknya sambil pura-pura lemas.

“Kau tidak akan mati kalau hanya tidak makan sekali.” Jawabku cepat sambil berlalu meninggalkannya.

.

“Terima kasih, aku janji akan menggantinya saat ibuku mengembalikan kartu kreditku..” ucap Arnand senang. Matanya berbinar sambil menatap seporsi nasi goreng di hadapannya.

“Ya, ya sudah cepat makan!”

“Baiklah, tapi kenapa kau tidak pesan makan?” Tanyanya sambil mulai menyendokan makanan ke mulutnya.

“Aku tidak lapar.” Jawabku malas sambil memutar-mutar ponselku di atas meja. Arnand terdiam sejenak lalu menatapku serius.

“Apa kau ada masalah?” Tanyanya cemas.

“Tidak.”

“Lalu..”

“Lalu apa?”

“Kau terlihat aneh akhir-akhir ini. Jangan buat aku cemas nata?” Ucapnya menatapku khawatir.

“Aku tidak apa-apa. Aku hanya huft.. sedikit lelah.” Jelasku diakhiri dengan sebuah senyuman.

“Oh..” tanggap Arnand singkat sambil kembali menyantap makanannya. “Kau mau?” Tawar Arnand mengarahkan satu sendok makanan di depan mulutku.

“Tidak, kau saja yang makan.” Tolakku kembali tersenyum.

“Baiklah.” ucap Arnand semangat lalu memasukan makanannya ke dalam mulutnya.

“Ini enak.” Pujinya senang sambil tersenyum. Aku pun ikut tersenyum namun senyuman itu seketika menghilang. Saat aku lihat dia di sana. Ia terlihat berjalan masuk bersama teman- temannya. Aku segera bangkit dan meraih ponselku.

“Arnand, aku baru saja ingat aku ada kelas tambahan. Jadi tidak apa kalau aku meninggalkanmu?” Jelasku tergesa-gesa.

“Kelas apa?” Aku mengabaikan pertanyaan Arnand dan memberinya selembar uang dan meletakannya di atas meja.

“Ini kau pakai untuk bayar makanmu, maaf aku benar-benar harus pergi.” Pamitku lalu bergegas pergi dari sana.

Karena kantin hanya memiliki satu akses pintu mau tak mau aku pun harus berpapasan dengannya. Tanpa melirik kanan kiri aku pun berjalan melewatinya dengan cepat. Aku menghela nafas lega saat dapat keluar dari kantin.

Kakiku melangkah tanpa arah dan tujuan. Hingga akhirnya aku sadar saat sudah berada di depan lemari lokerku. Aku membukanya lalu menyimpan beberapa buku di sana.

“Bisakah kita bicara?” Aku terperanjat kaget saat menutup pintu loker dan tiba-tiba saja Reynand sudah berada di sampingku. Wajah datarnya itu sungguh aku malas melihatnya. Aku pun coba menghiraukanya dan membalik tubuhku. Namun dengan cepat Reynand berpindah dan berdiri tepat di hadapanku. Aku terdiam dan menatap tajam padanya.

“Berhenti menatapku seperti itu?” ucap Reynand seakan memerintah. Aku mendengus memutar bola mata kesal.

“Ada apa lagi?”

“Bisakah kau membantuku untuk menemui jessi lagi?” Ucapnya santai membuatku tertawa kecil mendengar permintaanya.

“Setelah semua yang kau lakukan, kau masih berani meminta bantuanku?” Tanyaku kesal.

“Aku terpaksa dan aku rasa tidak ada sesuatu yang salah?” Aku begitu emosi mendengar ucapan reynand. Apakah ia benar-benar tidak menyadari kesalahannya.

“Tidak ada yang salah katamu?” Tanggapku tanpa sadar meninggikan suaraku.

“Aku sudah membayarmu dan jika kau tidak mau menerimanya. Apakah itu salahku?” Ucapnya datar. Aku sungguh terkejut mendengar ucapannya. Sampai membuatku tidak bisa berkata-kata.

“Ok terserah, kau cari saja orang lain.” Ucapku kesal. Aku memandang sinis padanya lalu berusaha meninggalkannya.

“Aku akan membayarmu dengan apapun?” Ucapnya cepat sambil menahanku pergi dan dengan cepat aku menepis tangannya. Aku menatapnya tajam padanya.

“Aku tidak butuh uangmu tuan Reynand yang terhormat. Aku tahu aku miskin, tapi bukan berarti uangmu bisa membeli segalanya!” Bentakku membuatnya terkejut, sorot matanya terlihat berbeda. Pandangannya tidak seangkuh tadi. Perlahan ia melepas tanganku.

“Maaf, aku tidak bermaksud merendahkanmu? Aku hanya butuh bantuanmu?” Ucapnya pelan. Aku sedikit terkejut dan tidak menyangka ia akan meminta maaf secepat itu padaku.

“Lalu apa yang akan kau lakukan, memohon padaku?” Ucapku asal. Ia menoleh dengan sorot mata tajam. Aku tidak takut dan menerima tatapan itu dengan tenang.

“Kalau itu yang kau mau aku akan lakukan?“ Jawabnya tiba-tiba dan sepertinya ia akan berlutut. Tanpa sadar aku menahannya. Ia menatap bingung padaku.

“Sudah, aku akan membantumu. “ Ucapku cepat. Aku seperti terhipnotis dan tidak tahu kenapa aku malah berkata akan membantunya. Kalimat itu lancar keluar begitu saja dari mulutku.

“Terima kasih renata. “ Ucapnya sambil tersenyum.

Deg.

Aku tidak tahu ia memiliki senyum semanis itu. Dan apa tidak salah dengar, bahkan dia tahu namaku.

“Ya sudah. Sabtu nanti aku akan menjemputmu.” Pamitnya.

“Kemana? Menjemputku di mana? “ Tanyaku bingung.

“Di rumahmu. “ Jawabnya sambil berlalu pergi.”

“Hah..” Aku tertegun bingung, memangnya ia tahu di mana rumahku. Dan apa-apaan itu dia kembali bersikap angkuh. Dasar pria aneh.

.

Keesokan harinya.

Malam itu Arnand menjemputku seperti biasa. Aku masih terdiam sambil menatap layar ponselku. Aku sedikit bingung sudah hampir 3 hari sejak kejadian itu, tapi Reynand belum juga menghubungiku. Aku ingat mengetik nomorku dengan benar di ponselnya. Jadi apa yang salah. Apakah ia lupa atau dia memang sengaja ingin mempermainkanku. Di tambah dia masih saja mengabaikanku saat di kampus bahkan saat kita tanpa sengaja berpapasan.

Ah.. semuanya membuatku bingung.

“Ibuku sudah mengembalikan kartu kreditku, bagaimana kalau besok aku mentratirmu.”

“Namun saat aku ingat ekpresi wajahnya waktu itu, aku jadi ragu kalau dia ingin mempermainkanku. Tapi ucapannya waktu itu terdengar jujur dan sungguh-sungguh.“ Aku masih saja sibuk dengan bergumam hingga panggilan Arnand menyadarkanku.

“Nata...” Ucapnya sedikit keras. Dan saat itu juga aku merasa motor yang kami tumpangi berhenti.

“Renata?” Panggilnya lagi sambil menoleh ke arahku.

“Ya kenapa? Apa sudah sampai?” Tanyaku bingung.

“Tidak, kau tidak menyahut ucapaku. Kau tidak tidur kan?” Tanyanya khawatir. Aku menggeleng cepat.

“Ah.. tidak, aku sebenernya sedikit mengantuk tapi aku tidak tidur kok?” Jelasku tersenyum berusaha menyembunyikan kebohonganku.

“Hah.. kau ini.” Ucap Arnand gemas sambil mencubit pipiku. Aku mengelus pipiku yang sakit karena cubitannya. Namun tiba-tiba Arnand meraih tanganku dan menarik untuk melingkar di pinggangnya.

“Kalau begitu pegangan saja, biar kau tidak jatuh saat kau benar-benar mengantuk.” Ucapnya. Aku hanya mengangguk dan dia tersenyum menatapku melalui kaca spionnya.

Tak berapa lama Arnand pun kembali menjalankan motornya. Aku terdiam sambil memejamkan mataku sambil menikmati hembusan angin malam. Aku sungguh bersyukur mempunyai sahabat seperti Arnand. Semenjak kepergian ibu dia yang selalu disampingku dan menguatkanku.

“Besok aku akan mentraktirmu makan?” Aku segera membuka mataku mendengar ucapannya.

“Besok. Hm.. sepertinya tidak bisa.” Jawabku sedikit ragu.

“Kenapa?”

“Ada hal yang harus aku kerjakan.”

“Apa yang kau kerjakan di sabtu malam, berkencan?” Tanggap Arnand asal namun berhasil membuatku begitu terkejut.

“Ah.. BUKAN!” Sanggahku dan tanpa sadar sedikit menaikan nada bicaraku.

“Jangan berteriak seperti itu, kau terlihat seperti tengah berbohong!” Ledeknya pelan. Aku terdiam sejenak. Aku lupa kalau Arnand sudah sangat mengenalku. Jadi aku harus berhati-hati agar tidak ketahuan.

“Ah, ha..ha.. kau ini bicara apa mana mungkin aku berkencan?” Jawabku sambil menepuk pundaknya.

“Ck.. Oh iya kalau pun ada pria yang ingin berkencan denganmu kemungkinan dia sedang amnesia..” Tanggapnya masih meledekku. Dan ledekannya kali ini membuatku kesal.

“Hei.. !” Ucapku sambil bersiap meluncurkan buku besar ke arah kepalanya.

Bruaggh.Bruaggh

.

“Ini kekerasan, lain kali aku akan melaporkanmu?” ucap Arnand sambil mengelus helmnya.

“Salah siapa tidak bisa jaga ucapanmu?” Jawabku santai sambil menyimpan kembali bukuku.

“Sudah sampai, turun sana!” Usirnya sambil menghentikan motornya di depan rumahku. Aku pun turun dan membuka helm yang ku pakai.

“Terima kasih. Oh iya Arnand besok kau tidak perlu menjemputku?” Ucapku sambil memberikan helm tersebut pada Arnand.

“Kenapa?”

“Hm.. aku akan pergi ke rumah temanku sepulang kerja.” Jelasku bohong.

“Ya sudah Aku akan mengantarmu?”

“Ah.. tidak usah, aku bisa pergi sendiri lagian aku akan menginap.”

“Hm.. baiklah kalau begitu. Aku pulang sekarang.” Pamit Arnand. Aku mengangguk dan tersenyum.

Aku masih terdiam memperhatikan motornya hingga menghilang di ujung jalan. Jujur aku merasa bersalah tapi entah mengapa aku merasa lebih baik berbohong dari pada menceritakan yang sejujurnya pada Arnand. Aku membuang nafas kasar lalu mulai berjalan memasuki rumahku.

.

Keesokan harinya.

Saat jam makan siang renata terlihat berjalan santai sendirian menuju kantin di kampusnya. Sesampai di sana ada sedikit yang menarik perhatiannya. Ia mendengar suara ramai yang berasal dari sekumpulan mahasiswa pria, mereka terlihat berkumpul di beberapa meja kantin. Renata melihat beberapa dari mereka terlihat asik makan sambil mengobrol. Namun mata renata tertuju pada pria bertopi yang terlihat fokus di depan laptopnya. Bahkan ia terlihat tidak terganggu dengan suasana ramai di sekitarnya.

“Pantas dia tidak pernah sadar dengan keberadaanku. “ ucap Renata sedih lalu ia pun berjalan menuju kasir untuk memesan makanan. 

Sesaat kemudian renata pun memilih salah satu meja kosong tak jauh dari sekumpulan pria tadi. Ia terlihat memainkan ponsel sambil menunggu pesanannya di antar. Entah sudah berapa kali renata terlihat mencuri-curi pandang pada pria bertopi itu. Pria itu terlihat tidak menyadarinya malah teman-temannya terlihat menyikut dan membisikan sesuatu padanya. Pria bertopi itu lalu melihat ke arahnya dan bertepatan dengan datangnya makan yang di pesannya. 

“Mocacino green teanya?” Seorang karyawan kantin datang dan menyimpan segelas minuman pesanannya.

“Iya terima kasih.” Renata meraih gelas tersebut dan mengaduk-aduk sebelum meminumya. Ia coba melirik dan pria itu terlihat masih fokus dengan laptopnya. 

Drrtzzz. Drrttzz

Renata melirik ponselnya yang bergetar, ia melihat sebuah pesan muncul di layar ponselnya. Nomornya terlihat asing. Renata meraih ponselnya dan membaca pesan tersebut 

+62812239970 : Selesai makan temui aku di parkiran. 

13.23

Renata sedikit terkejut mendapat pesan tersebut, ia seakan tahu siapa pemilik nomor asing ini. Ia melirik pada pria bertopi yang tidak lain adalah reynand di sana. Renand terlihat tengah mengobrol dengan temannya. Tanpa sadar renata tersenyum, ia merasa senang karena ternyata reynanad tidak sepenuhnya mengabaikannya.

20 menit kemudian renata melihat reynand merapihkan barangnya dan beranjak pergi meninggalkan teman-temannya. Renata pun segera mempercepat kegiatan makan dan bergegas menyusulnya. Sesampai di parkiran ia melihat reynand tengah berdiri menunggunya. Renata pun berlari kecil menghampirinya. 

“Ayo masuk!” ucap Reynand sambil masuk dan duduk di kursi kemudi. Renata pun tak banyak bicara langsung membuka pintu mobil di sampingnya, ia duduk dan menutupnya kembali. Reynand menyalakan mesin mobilnya sesaat ia melihat renata telah memakai seat beltnya. 

“Boleh aku tahu kita akan ke mana?” tanya Renata pelan. 

“Nanti kau akan tahu.” jawab Reynand cepat. 

Renata hanya menunduk cemberut mendengar jawaban reynand. “Setelah hotel dia akan membawaku kemana?” Tanyanya dalam hati.

“Aku tidak akan membawamu ke tempat aneh.”ucap Reynand seakan bisa membaca pikirannya. Renata menoleh dan menatap wajah datar reynnad. Sesaat reynand meliriknya membuatnya kelagapan. Dengan cepat renata memalingkan wajahnya. Entah mengapa ia merasa tersipu karena mata mereka saling bertatapan. Renata menatap ke luar kaca untuk menghilangkan rasa canggungnya.

.

“Ayo turun..”

“Hah. ” Renata terlihat kaget melihat Reynand sudah berada di luar dan membukakan pintu untuknya. Ternyata Renata ketiduran selama perjalanan. Renata perlahan keluar dari mobil dan berjalan mengikuti langkah Reynand. Langkah mereka terhenti di sebuah toko butik yang cukup besar. Reynand mendorong pintunya dan masuk. 

“Selamat datang tuan rey, apa ada yang bisa saya bantu?” Sapa seorang karyawan menghampirinya. 

“Tolong carikan baju yang cocok untuknya.” jawab Reynand cepat.

“Oh,” Karyawan tersebut tersenyum saat melihat renata muncul di balik tubuh reynand. “Baiklah, silahkan ikuti saya nona.” Ucap karyawan itu ramah.

Sesaat renata melirik ke arah reynand, ia terlihat berjalan menjauh darinya. 

“Mari ke sebelah sini nona?” Panggil karyawan tersebut melihat Renata masih terdiam di tempatnya. 

Renata segera berbalik dan mengikutinya. Tak berapa lama mereka sampai di sebuah ruangan. Meja rias terlihat berjajar rapi di sana. Renata terlihat bingung namun mengikuti intruksi karyawan tersebut saat ia di dudukan d salah satu kursi. 

“Tolong tunggu sebentar nanti stylish kami akan datang.” Ucapnya dan Renata hanya mengangguk. Dan karyawan tersebut berlalu pergi meninggalkan renata sendiri.

Tak. Tak. Tak. 

Renata menoleh dan menatap ke arah pintu saat mendengar suara derap langkah yang terasa mendekat. Tak lama ia melihat seorang pria berjalan gemulai memasuki ruangan. Renata hanya menatapnya saat ia menghampirinya. Pria itu langsung memutar kursi yang di duduki renata menghadap ke sebuah cermin besar. Hampir saja ia menjerit karena kaget, namun ia bisa menahannya.

“Hallo i’m jullian, stylis dan make up artist di butik ini?” Ucapnya memperkenalkan diri.

Renata tersenyum menatap cermin di hadapannya. “Ah- hallo saya renata, temannya reynand.”

“Hmm.. sudah kuduga, aku tahu selera tuan rey?”

“Maksudnya?” 

“Ah sudahlah, mari kita mulai. Tapi aku harus mulai dari mana?” Tanyanya sambil memperhatikan renata details. Jullian menarik ikat rambut Renata dan membuat rambut panjang renata terurai bebas. Ia meraba rambut Renata dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Lepek dan banyak yang bercabang. Bagaimana kalau aku rapikan, kau tidak keberatan?“ sarannya. 

“Ah ya sudah tapi jangan terlalu pendek.“ pinta Renata. 

“Ok tenang saja, pertama mari kita cuci rambutmu?“ Ucapnya lalu menggiring renata menuju sebuah ruangan lain.

Satu jam telah berlalu.

“Sudah selesai.” Ucap jullian. 

“Hah... Apa?” Renata tersentak kaget karena sedari tadi ia sedikit ketiduran. Ia menatap sosok asing di depan cermin. Namun belum saja ia melihat jelas, jullian tiba- tiba memutar kursinya dan menyuruhnya berdiri. 

“Ayo sekarang kita ganti bajumu, nona?” Ucapnya menarik renata menuju sebuah hangger baju. Berbagai gaun dan dress cantik terlihat berjajar cantik di sana.

“Coba ini?“ Jullian memberinya sebuah gaun merah yang sedikit terbuka bagian atasnya. Sontak Renata terlihat menolak kaget. 

“Itu terlalu-.”

“Sexy.” potong Jullian dan Renata hanya tersenyum kikuk.

“Bagaimana kalau ini?“ Jullian menyodorkan dress berlengan panjang berwarna hitam. Tidak terlalu pendek dan terdapat sebuah pita cantik di bagian lehernya. Renata pun tersenyum lalu mengambil dress itu dan pergi ke ruang ganti.

.

Sementara itu Reynand terlihat tengah berincang dengan seseorang di sebuah ruangan. 

“Jadi siapa wanita itu rey?” Tanya seorang wanita paruh baya yang terlihat memperhatikan gerak-gerik renata di layar komputernya.

“Kekasihku.” jawab Reynard singkat.

“Apa kau yakin,” tanyanya tidak percaya. Reynand terlihat terdiam.“Jangan seperti ini rey. Dia bukan kekasihmu, jangan bersandiwara di depan ibumu rey?” ucapnya lembut sambil mengelus tangan putranya tersebut. 

“Maaf bu, aku sudah terlambat.” Reynand bangkit dan hendak pergi.

“Lupakan jessi rey dan jangan jadikan wanita itu pelarian.” Reynand menghentikan langkahnya lalu kembali berjalan. Ia membuka pintu dan sedikit kaget mendapati Renata di sana.

“Kau sudah selesai.” Tanyanya sambil menutup pintu. 

“Ya.” Jawab Renata pelan. 

“Kalau begitu ayo pergi sekarang.” ucap Reynand. Renata tidak menjawab lalu berjalan mendahului reynand.

Sepanjang perjalan suasana sepi seperti biasanya. Aku terdiam termenung menatap ke arah jalanan. 

“Lupakan jessi rey, dan jangan jadikan wanita itu pelarian.” Ucapan itu seakan terniang-niang di telingaku.

Saat aku berjalan melewati sebuah rungan tanpa sengaja dengan jelas aku mendengar percakapan itu. Dan entah mengapa itu membuatku sedikit kecewa. Aku sangat sadar semua yang kita lakukan hanya sandiwara dan bahkan aku bukan pelariannya. Dia melakukan ini semua karena terpaksa. Lalu kenapa aku sedih dengan kenyataan ini. 

Setelah sekitar 1 jam perjalanan akhirnya mobil pun berhenti di sebuah rumah yang cukup megah dengan halaman yang cukup luas. Dari kejauhan terlihat 2 orang yang berjalan mendekat untuk menyambut kedatangan kami.

“Hai akhirnya kalian datang juga..” sapa Jessi ramah sambil merangkul lengan suaminya. Reynand terlihat fokus menatapnya. 

“Ya. Sesuai janjiku.” jawab Reynand cepat. Aku hanya meliriknya saat tiba-tiba ia meraih tanganku untuk ia genggam. Aku sadar dan di sini sandiwara akan di mulai. Aku mencoba tersenyum ramah pada Jessi dan Juna. 

“Aku senang akhirnya kita bisa mempunyai waktu untuk berkumpul seperti ini?“ ucap Juna. 

“Hm.. tapi renata, apakah untuk datang ke sini kau jadi bolos bekerja?“ pertanyaan Jessi membuatku sedikit terkejut aku tidak menyangka ia akan menanyakannya. Reynand dan Juna terlihat menatap bingung ke arahku. 

“Tidak, kebetulan hari ini aku libur.” Ucapku menjelaskan. 

“Wah apakah kau kuliah sambil bekerja renata?“ tanya Juna sedikit terkejut. 

“Iya, mau gimana lagi aku hanya bisa mengandalkan diriku sendiri.” Jawabku pelan. Namun tak ku sangka Juna malah bertepuk tangan mendengarnya. 

“Hebat ternyata kau gadis yang mandiri.” puji Juna membuatku tersenyum tersipu. Aku melihat Jessi seperti menatap tidak suka padaku. Ternyata itu karena Reynand yang kini tersenyum singkat dan tengah mengelus rambutku.

“Ayo kita masuk, kita lanjut mengobrol sambil makan malam.” ajak Juna. 

Singkat cerita mereka pun terlihat sudah berapa di sebuah meja makan berbentuk segi panjang yang cukup luas. Beberapa hidangan terlihat sudah berjejer rapi di sana. Seorang pelayan terlihat datang dan menungkan minuman di gelas mereka. 

“Ini steak kesukaanmu rey, aku sengaja pesan langsung dari resto favorite kita.” ucap Jessi antusias. Sontak Renata dan Juna melirik ke arah Jessi mendengar ucapannya barusan. Renata coba melirik ke arah Reynand, ternyata ia terlihat santai tidak seterkejut dirinya maupun Juna. 

“Oh ya?” tanggap Reynand santai sambil memotong-motong daging di piringnya. Mendengar hal itu jessi terlihat kesal. Juna yang melihat hal itu coba menghiburnya. 

“Hey rey kau harusnya berterimakasih pada istriku. Sudah dari sore tadi dia sibuk mempersiapkan makan malam ini.”

“Seharusnya kau tidak usah repot-repot.” tanggap Reynand dingin. Jessi terlihat semakin kesal sambil menatap reynand.

“Rey..” ucap Renata menyikut pelan tangan reynand. Ia juga sedikit kesal melihat sikap reynand yang seakan tidak bisa menghargai usaha jessi. Reynand menoleh cepat membuat renata sedikit terkejut. Sesaat kemudian reynand mengambil piring di hadapan renata. Renata terlihat ingin menghalanginya namun dengan cepat reynnad menukar dengan piringnya. Reynand sudah memotong-motong kecil daging tersebut. Renata melirik reynand dan masih memasang tampang dinginnya.

“T-thanks rey.” ucap Renata dan hanya di balas deheman kecil oleh reynand.

“Wah rey aku senang kau sudah berubah dan terlihat lebih manusiawi. Ha.. Ha...” gurau Juna yang terlihat terkejut melihat sikap tak biasa dari sahabatnya ini. Sementara itu Reynand hanya tersenyum singkat sambil kembali memotong daging di hadapannya. Ia seakan tidak peduli dengan jessi yang kini menatap tajam padanya.

“Dia tersenyum.” gumam Renata dalam hati saat ia tanpa sengaja memperhatikan gerak gerik reynand. Namun tiba-tiba saja reynand menoleh ke arahnya. Hal ini membuatnya terkejut dan sedikit salah tingkah. Renata meraih garpunya lalu berpura-pura akan memakan dagingnya.

“Apa yang akan kau makan?” tanya Reynand datar. Renata terlihat bingung dan menatap tidak ada apapun di garpunya.

“Ah dagingku terjatuh.” jawab Renata cepat sambil menusuk potong daging yang cukup besar dan memasukannya ke mulut. 

Juna terlihat tersenyum geli melihatnya.

“Ternyata renata mempunyai selera makan yang cukup bagus?”

Renata hanya bisa tersenyum karena kini mulutnya tengah penuh dengan makanan. Ia menyadari kini jessi tengah menatapnya. Ia Memotong sedikit daging dan memakannya dengan pelan. Ia seakan ingin memperlihat sikap anggunnya. Renata tertunduk malu karenanya. Ia tak seharusnya bersikap sembarangan bagaimana kalau reynnad ikut malu karena sikapnya tadi. 

Renata menoleh kaget. Bola matanya hampir saja keluar karena tanpa di sangka tiba-tiba saja reynand mengangkat wajahnya lalu menglap noda saos yang belepotan di mulutnya.

Deg. Deg. Deg

Renata menatap wajah reynand, ia terlihat santai lalu tersenyum singkat. 

“Apa ini..” Renata menjerit dalam hati. Hatinya masih berdebar tidak karuan karena adegan tadi. Renata meraih gelas di sampingnya dan segera meminumnya. 

“Waw, Kau memang banyak berubah rey, syukurlah?” ucap Juna senang.

Treng. 

Semua kini menatap ke arah jessi. Garpunya terlihat jatuh. Tapi entah mengapa ia malah menatap sinis pada renata.

“Mau ku ambilkan yang baru, sayang?” tanya Juna penuh perhatian. 

“Tidak, aku akan ambil sendiri.” Jawabnya lalu berdiri dan pergi menuju dapur. Renata dan reynand terlihat menatap bingung. Sementara itu menyadari ada yang tidak beres dengan sikap istrinya.

Selesai acara makan malam mereka pun terlihat berkumpul di ruangan. Di sana terdapat sebuah bar mini dan meja billiard. 

“Jadi kalian satu kampus?” tanya Juna menatap Renata.

“Iya rey, seniorku di kampus.” jawab Renata sambil tersenyum.

“Rey ayo kita bermain billiard.” ajak Jessi sambil memberikan sebuah stik billiard pada reynand. Reynand mengambilnya dan mereka pun mulai bermain. 

“Gilliranmu?“ ucap Juna memberikan stik billiard pada Renata. 

“Ah- tidak aku tidak bisa, aku menonton saja.” tolak Renata. 

“Berarti kau kalah dan harus minum.” ucap Jessi dan menyodorkan segelas wine padanya. Renata menatap reynand dan reynand terlihat tidak perduli sambil meminum wine miliknya. Renata merasa ini bukan hukuman karena ia lihat semua orang sudah meminum winenya kecuali dia. 

“Ok.” ucap Renata dan perlahan meminum sedikit wine di gelasnya. Mereka pun bermain kembali dan Renata harus selalu meminum segelas wine karena melewatkan gilirannya.

“Cukup, ganti saja dengan jus.” ucap Reynand sambil merebus gelas wine di tangan renata. 

“Kenapa itu curang namanya?“ protes Jessi. 

“Bagaimana kalau begini,” Reynand pun meminum wine tersebut membuat semua orang terkejut terutama Renata ia tidak menyangka Reynand mau menggantikannya. 

“Tidak adil..” teriak Jessi kesal. Juna melihat Jessi yang terlihat sedikit mabuk. 

“Sudah cukup. Reynand harus menyetir dia tidak boleh minum lagi dan mereka masih mahasiswa, jadi tidak boleh mabuk?“ jelas Juna dan Jessi hanya mengangguk-angguk. 

“Kalau begitu kita sudahi saja?” tanggap Reynand sambil melihat jam di tangannya. 

“Ya. Baiklah ini sudah cukup malam.” tambah Juna. 

“Tidak, hanya jam 11 saja ini belum lewat tengah malam.” protes Jessi. 

“Mereka harus pulang karena besok harus kuliah.” jelas Juna. 

“Oh ya sudah.”

Juna dan jessi pun mengantar tamunya hingga menuju mobil mereka. 

“Terima kasih atas makan malamnya juna, jessi.” ucap Renata sambil tersenyum.

"Sama-sama, lain kali kalian datang lagi ke sini.”. Renata melirik ke arah Reynand saat mendengar ucapan Juna. 

“Ah iya.” jawab Renata pelan. 

“Kalau begitu, kami pergi dulu.” pamit Reynand meraih tangan Renata lalu berjalan menuju mobilnya.

“Iya rey hati-hati.” ucap Juna tersenyum padanya. Reynand menatap Jessi ia terlihat lemas bersandar di pelukan Juna. 

“Bye rey.” Ucapnya pelan dan Reynand hanya membalas dengan deheman singkat.

.

Tepat pukul 12 malam mobil yang di kendraaan mereka pun sampai di depan rumah renata. Reynand terlihat memperhatikan renata yang tengah melepas seat beltnya dan bersiap turun. 

“Terima kasih untuk malam ini.” Renata menoleh mendengar ucapan Reynand.

“Maksudku terima kasih telah berakting sebagai kekasihku.” Jelasnya.

“Ah iya rey.” jawab Renata singkat. Reynand mengambil sebuah amplop coklat di dasboard mobilnya dan memberikannya pada renata. Renata terlihat bingung menerimanya. 

“Apa ini?”

“Ini imbalan, karena telah membantuku.” ucap Reynand pelan.

“Kau tidak perlu membayarku, ini bukan sebuah pekerjaan.” tolak Renata mengembalikan amplop tersebut pada Reynand.

“Lalu bagaimana caraku untuk berterima kasih?” tanya Reynand bingung.

“Bersikap baiklah padaku, itu sudah cukup. Selamat malam rey!” jawab Renata tersipu. Lalu bergegas keluar dari mobil tersebut dan berjalan cepat menuju rumahnya. Renata terdiam di balik pintu rumahnya ia masih saja tersipu. Ia mengintip di balik gorden saat mendengar suara mobil yang menjauh. Ia menutupnya kembali dan tersenyum. 

“Ah.. ya tuhan, apa yang baru saja aku katakan. Reynand pasti berpikir aneh tentangku.” Gumamnya dalam hati. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status