Share

5. Maafkan aku, Arnand

Aku masih terdiam saat gadis itu berlari kecil keluar dari sebuah mobil dan bergegas memasuki rumahnya. Aku meraih ponselku dan menekan tombol 2 cukup lama.

Tut...tut

“Yah Arnand?”

“Kau di mana?”

“di rumah.”

“Tidak jadi menginap?”

“Ah itu temanku. Ia... kedatangan sodaranya, jadi aku tidak jadi menginap.” 

“Oh begitu.”

“Hm.. memang kenapa?”

“Tidak, sudah malam cepat tidur.”

“Iya.."

“Jangan lupa nyalakan lampu depan rumahmu.”

“Ah lampu depan..”

Tut. 

Aku menyimpan ponselku dan bergegas pergi dari sana. Aku sedikit kecewa karena Renata membohongiku seperti ini. 

Keesokan harinya.

Renata terlihat bergegas menuju kampusnya. Di koridor tak sengaja ia melihat Reynand yang tengah berjalan dengan seorang temannya. 

“Hai rey..” Renata coba menyapanya terlebih dahulu.

“Kau gadis yang minggu lalu mengamuk pada rey kan. Ada apa ini, apa kalian sudah berdamai?“ tanya salah seorang teman Reynand. 

“Ah iya waktu itu-“

“Cepat, kita sudah terlambat.” potong Reynand lalu berlalu meninggalkan renata. 

“Eh tunggu. “ ucapnya bingung. Renata memutar mata kesal menatap reynand yang seakan sengaja mengabaikannya. “Maaf yah.” Renata makin kesal karena yang meminta maaf padanya bukan Reynand melainkan teman yang bersamanya tadi.

Siang itu renata terlihat duduk di salah meja kantin. Ia mengeluarkan sekotak bekal dan memegangnya. Padahal rencananya renata ingin memberikan ini pada reynand. Tapi melihat sikapnya tadi membuatnya begitu kesal dan mengurungkan niatnya. Dan tak lama ia pun melihat Arnand.

“Arnand..” teriak renata sambil melambaikan tangannya. Arnand menolehnya sesaat lalu kembali berjalan.

“Hei Arnand.. “ Renata kembali berteriak memanggil namanya tapi Arnand tak kunjung menghampirinya. Renata pun bangkit dan bergegas menghampiri Arnand. Ia membawa kotak bekalnya dan ingin memberikannya pada Arnand saja.

“Arnand tunggu.. eh, pergi ke mana dia?” ucap Renata bingung karena tiba-tiba ia kehilangan jejak Arnand. Tak ambil pusing Renata pun segera mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi Arnand, tadi entah mengapa Arnand tidak kunjung menjawabnya.

Tak sampai di situ, sore harinya seusai kelasnya Renata bergegas mencari keberadaan Arnand. Ia berkeliling memasuki beberapa kelas yang memang di jadwalkan menjadi kelas Arnand hari ini.

“Dia baru saja pergi?” Ucap salah seorang senior saat Renata bertanya keberadaan Arnand.

“Ah begitu yah.” Renata pun kembali berjalan hingga ia bertemu beni teman dekat Arnand.

“Kak ben, lihat Arnand tidak?”

“Kalau tidak salah dia akan ke kantin. Coba cari di sana?” Jawabnya.

“Ah, iya terima kasih kak.” ucap Renata sambil segera berlari menuju kantin. 

Sesampai di sana Renata mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin. Hingga akhirnya ia melihat Arnand tengah makan sendiri di sebuah meja. Dengan langkah cepat Renata mendatangi meja Arnand.

“Arnand, kau menyebalkan. Kenapa malah main petak umpet denganku?” keluh Renata kesal lalu duduk d samping Arnand. “Dan kenapa kau tidak menjawab telpon dariku?” lanjutnya sambil mengambil sebuah kerupuk dari piring Arnand. Arnand terdiam lalu menghentikan aktifitas makannya.

“Maaf aku juga lapar.”ucap Renata cengegesan.

“Makan saja semua.” jawab Arnand lalu bangkit.

“Kau mau kemana?” cegah Renata melihat Arnand bangkit. Arnand menepis tangan renata lalu bergegas pergi. Renata pun ikuti bangkit untuk menyusulnya.

“Arnand tunggu, maafkan aku. Aku tidak lapar, aku tidak akan memakan makananmu?” ucap Renata coba mengimbangi langkah Arnand yang cepat. Arnand terlihat acuh dan makin mempercepat langkahnya.

“Arnand tunggu..” kini Renata pun sedikit berlari untuk mengejar Arnand. “Aku bilang tunggu..” Renata terlihat kesal lalu menarik paksa lengan Arnand hingga akhirnya Arnand berbalik dan menatap dingin padanya. 

“Kau sebenernya kenapa?“ tanya Renata sambil mencoba mengatur nafasnya. “Kenapa kau menghindariku. Apa aku berbuat salah atau membuatmu marah?“ Tanyanya kesal. Arnand terlihat mendengus dan tersenyum sinis.

“Bahkan kau sendiri tidak menyadari kesalahanmu?“ ucap Arnand malas lalu hendak pergi namun lagi-lagi Renata menahannya.

“Tidak, jelaskan padaku apa salahku?“ tanya Renata bingung sementara itu Arnand terlihat menatapnya lalu membuang nafas kasar seperti menahan rasa kesalnya. 

“Apa sulit untukmu untuk berkata jujur padaku?” Tanya Arnand cepat.

“Maksudmu?” Renata mengerutkan keningnya bingung. Arnand menyingkirkan tangan renata di lengannya.

“Kau- berbohong padaku renata.” Ucap Arnand dingin.

“Berbohong tentang apa Arnand, aku tidak mengerti!” kelak Renata  makin bingung. Arnand kini terdiam sejenak lalu menatap lurus pada renata.

“Apa aku pernah mengekangmu, apa aku pernah melarangmu melakukan apa yang kau mau?” tanya Arnand sedikit kesal.

“Sebenarnya apa yang kau bicarakan Arnand.”

“Malam tadi aku lihat kau diantar pulang seorang pria.”

Deg.

Renata begitu terkejut mendengar ucapan Arnand. 

“Arnand, a-,"

“Kenapa kau harus berbohong padaku, padahal aku khawatir karena tidak biasanya kau tidak ingin ku jemput. Aku mencarimu ke cafe dan mereka bilang kau libur, dan aku tahu itu bukan jadwalmu.. “ jelas Arnand kesal. 

“Maafkan aku Arnand.” ucap Renata pelan. 

“Apa sulit untukmu jujur kalau kau ingin berkencan. Aku juga tidak akan melarangmu, tapi tolong jangan berbohong jangan buat aku khawatir.” 

“Maafkan aku.” ucap Renata lagi sambil menunduk. 

“Aku ingin mencarimu tapi tidak tahu harus ke mana, aku menelpon dan kau sengaja tidak menjawabnya. Aku menunggumu pulang bahkan hingga tengah malam. Apa kau tahu itu?“ jelas Arnand sedikit membentak sementara itu Renata hanya tertunduk tanpa menjawab apapun. 

“Saat kau bersikap tidak biasa aku selalu khawatir apa kau dalam masalah, aku sudah berjanji akan menjadi orang yang bisa kau andalkan. Tapi kenapa kau harus membohongiku seperti ini.”

“Ma-af.” ucap Renata dengan nada yang sedikit bergetar.

“Aku terlanjur kecewa renata,tolong jangan cari aku dulu.” pinta Arnand dan ia pun hendak pergi melangkah pergi. 

Bruagh. 

Arnand kembali berbalik karena mendengar ada sesuatu yang jatuh. Ia terlihat bingung mendapati Renata yang kini tengah berjongkok dan mulai menangis. Tasnya terlihat tergelak di lantai. 

“Aku memang salah, dan aku bilang maaf. Tapi kenapa kau berteriak padaku, kenapa kau membentakku Arnand..” ucap Renata dengan suara bergetar. Arnand terkejut ia tidak menyangka reaksi Renata akan seperti ini.

“Kau menangis?“ tanya Arnand heran. Renata mengangkat wajahnya dan menatap tajam pada Arnand. Arnand melihat pipi renata sudah basah oleh air mata. Ia sedikit tidak tega melihatnya. Arnand pun berjalan menghampirinya.

“Hei, apa yang kau lakukan. Ayo berdiri?” ucap Arnand menghampiri Renata. Renata tidak bergeming, ia seperti terpaku di tempatnya. Arnand meraih tangannya  dan coba menariknya. “Jangan seperti anak kecil renata, ayo bangun.”

“Kalau kau membenciku, tinggalkan aku dan jangan pedulikan aku.” teriak Renata sambil menepis tangan Arnand. Ia menunduk dan menangis lagi. Arnand terdiam sejenak menatap Renata. Bagaimana pun juga di mata Arnand Renata hanyalah seorang gadis kecil yang harus ia lindungi. 

Perlahan Arnand pun berjongkok di hadapan Renata. “Maafkan aku.” ucap Arnand lembut.

Renata menoleh dan menatapnya. “Tidak, tadi kau membentakku. Kau berteriak padaku, kau membenciku Arnand?” jawab Renata sambil menangis sesenggukan.

“Iya maaf, maafkan aku nata. Aku terlalu keras padamu..”

“Aku tahu aku salah, tapi jangan membentakku Arnand. Sampai-sampai kau menghindariku seperti tadi!” jawab Renata di sela tangisannya. 

“Baiklah, maafkan aku yah.” ucap Arnand pelan sambil mengelus lembut kepala Renata.

Entah mengapa Arnand jadi merasa bersalah membuat Renata menangis seperti ini, amarahnya tadi seakan sirna. Kini malah dia sendiri yang kerepotan untuk meredakan tangisan Renata.

.

Air mata Renata terlihat belum mengering. Ia terlihat masih sesenggukan sambil duduk di sebuah kursi taman kampus. Tak lama Arnand pun datang dengan sekotak es cream. Arnand duduk lalu memberikan ice cream tersebut pada Renata. 

“Maaf.” Renata tidak menjawab lalu membuka ice cream tersebut dan mulai memakannya. Arnand tersenyum yang melihat sikap Renata seperti anak kecil yang tengah merajuk. 

“Sejujurnya aku begitu marah karena ini untuk pertama kalinya kau membohongiku.” ucap Arnand sambil tersenyum. Renata menoleh dan menatap Arnand.

“Maafkan aku Arnand. Aku tidak bermaksud membohongimu. Aku hanya belum siap menceritakannya.” jelas Renata tertunduk menyesal.

“Ya aku tahu. Tapi melihat sikapmu tadi sungguh di luar dugaanku, aku sampai terkejut.” Renata langsung menatap kesal mendengar ucapan Arnand. “Aku kira kau akan melempar tasmu lalu balik membentakku. Tapi ternyata kau malah menangis seperti anak kecil.” sambung Arnand sambil mencubit gemas pipi Renata.

“Dan itu membuatku harus balik meminta maaf dan menyongokmu dengan sekotak es cream. Wah sungguh senjata yang menyeramkan,” jelas Arnand berhenti menyubit pipi Renata. Renata menatap kesal pada Arnand. Ia menyimpan ice creamnya lalu meraih sebuah buku besar di dalam tasnya. Arnand yang melihat itu segera menghalangi lengan renata.

“Apa yang mau kau lakukan?”

“Melemparnya seperti katamu tadi.”

“Kapan aku bilang begitu?”

“Barusan kau bilang begitu?”

“Ah tidak, kau pasti salah dengar. Wah.. ice creammu meleleh, cepat habiskan.” ucap Arnand mengalihkan pembicaraan. Renata mendelik kesal sambil mengambil ice creamna kembali. Arnand tersenyum melihat renata kembali memakan ice cream tersebut.

.

“Ah kenyangnya.” ucap Renata senang menatap kotak kosong di hadapannya.

“Kalau kau ingin berkencan, berkencanlah.” Renata menoleh kaget mendengar ucapan tersebut. Arnand mengalihkan pandangannya dan menatap Renata. 

“Kau hanya harus jujur padaku, jangan membuatku khawatir. Dan  Jangan berbohong  seperti itu lagi . “ sambung Arnand di sanggupi dengan anggukan patuh Renata.

“Satu hal yang harus kau ingat, berkencanlah dengan pria baik yang tidak akan menyakitimu.” Renata menatap Arnand yang kini tersenyum manis padanya. Ia merasa menyesal karena belum sepenuhnya jujur pada Arnand.

“Kau tahu aku tidak suka melihatmu menangis..” sambungnya. Renata pun perlahan memeluk Arnand.

“Maafkan aku Arnand.” ucap Renata. Sambil menyudahi pelukannya. 

“Iya, maafkan aku juga telah membuatmu menangis.” jawab Arnand tersenyum sambil mengacak-acak rambut Renata dan Renata pun ikut tersenyum.

Sementara itu.

“Rey, sedang apa kau di situ. Apa ada yang menarik?” tanya Dean.

“Ah tidak, bukan apa-apa.” Ucapnya sambil memutar badan Dean dan mendorongnya untuk berjalan. Sekali lagi ia menoleh melihat renata yang tengah tertawa dengan Arnand.

Siang itu Renata berjalan santai menuju perpustakaan. Namun di tengah perjalanan ia berpapasan dengan Reynand. Pria yang hampir seminggu ini ia hindari. Renata mencoba bersikap tenang dan segera mengalihkan pandangan pada ponselnya. Begitu pun dengan Reynand ia juga hanya menatap ke depan tanpa melirik Renata sedikit pun.

"Aku sudah terbiasa dengan ini." gumam Renata sambil melangkah mantap, ia mempercepat langkahnya meninggalkan Reynand.

Tak berapa lama Renata pun sampai di perpustakaan dan segera memilih beberapa buku yang ia butuhkan. Ia mencari meja kosong lalu segera menyimpan tasnya di sana. Renata duduk dan mengeluarkan laptop dari dalam tasnya.

Drrtttzz. Drrttzz.

Renata mengambil ponselnya yang bergetar sepertinya Arnand menelponya. Tanpa berlama-lama ia pun menjawabnya.

“Ya, Arnand.”

“Kau di mana?“ tanyanya.

“Perpustakaan.”

“Ok.”

Tut.

Renata kembali menyimpan ponselnya. Ia sudah terbiasa dengan obrol tidak jelas seperti tadi. Yang dia tahu Arnand hanya ingin mengetahui keberadaannya. Renata tidak pernah merasa di awasi dia malah merasa senang karena seperti memiliki sosok kakak laki-laki yang selalu memperhatikannya.

“Sepertinya aku butuh materi lain.” ucap Renata lalu bangkit dari kursinya. Ia berjalan dan mulai berkeliling mencari buku yang ia butuhkan.

“Itu dia.” ucap Renata tersenyum sambil menunjuk buku tersebut. Renata mulai berjinjit untuk meraih buku yang ia inginkan. “Kenapa harus setinggi itu. Eghh... sedikit lagi, “ dan Renata pun terlihat terkejut saat tiba-tiba buku itu di ambil dengan mudahnya oleh seseorang. Renata sontak membalikan badannya. Ternyata orang yang mengambil buku tersebut tidak lain adalah Reynand. Renata tidak berkata apapun ia hanya terdiam sambil menatapnya. Begitu pun dengan Reynand, ia masih memegang buku tersebut tanpa berkata apa-apa. Sungguh situasi yang membingungkan dan di saat itu Renata melihat Arnand melintas di sekitarnya. Tanpa berlama-lama Renata pun memanggilnya.

“Arnand.” Teriaknya sedikit tertahan. Arnand menoleh lalu ia melihat Renata berlari kecil menghampirinya.

“Sedang apa kau di sana?“ tanya Arnand saat mendapati Renata sudah di hadapannya.

“Ambilkan buku di sebelah sana!“ pinta Renata sambil menarik lengan kemeja yang Arnand kenakan. Arnand pun menurut dan mengikuti langkah Renata. Arnand langsung memperhatikan Reynand yang kini menatapnya.

“Buku yang mana?“ tanya Arnand coba mengabaikan orang yang menurutnya asing itu.

“Yang itu... “ ucap Renata sambil menatap buku di tangan reynand.

“Ini.”

“Bukan. “ Dan sedetik kemudian reynand terlihat menyimpan kembali buku tersebut. Ia pun pergi dari sana.

“Yang itu, yang paling atas.” tunjuk Renata semangat.

“Yang ini.”

“Bukan sebelahnya.”

“Ini.”

“Iya.” jawab Renata senang karena Arnand mengambil buku yang ia inginkan.

"Kenapa tidak kau minta saja pada orang tadi, sepertinya ia sudah selesai membacanya." tanggap Arnand heran.

"Tidak mau, aku kan tidak mengenalnya." jawab Renata sambil mengambil buku yang disodorkan Arnand.

"Hm.. terserah kau sajalah." ucap Arnand lalu segera berlalu pergi. Renata menoleh dan memperhatikan sekitarnya lalu berjalan menyusul langkah Arnand. Ia yang mengira Eeynand sudah pergi dari sana. Namun ternyata tidak, sedari tadi Reynand berdiri di balik rak tersebut dan ia mendengar semuanya. 

"Hah.. jadi begini rasanya diacuhkan?" Dengusnya tersenyum kecut.

.

Sudah hampir satu bulan ini, Renata selalu berusaha menghindar saat bertemu dengan Reynand. Ini memang sedikit merepotkan, namun lebih baik dari pada ia harus berharap Reynand akan bersikap baik dan menghargai keberadaannya.

"Aku yakin aku akan terbiasa." gumam Renata saat tanpa sengaja ia berpapasan dengan Reynand. Kampusnya memang luas namun entah mengapa setiap hari mereka selalu saja berpapasan.

Renata terlihat tengah duduk santai di bangku taman sambil memperhatikan sekitarnya.

"Nata, sedang apa kau di sini?" Tiba-tiba saja Arnand muncul dan duduk di sampingnya.

"Tidak ada, hanya diam." Jawabnya cepat.

“Oh iya nata, bulan depan aku harus ke singapure?"

"Oh lalu?"

"Aku akan di sana sekitar 3 bulan?"

"3 bulan, untuk apa?"

"Pertukaran pelajar."

"Oh bukannya kau akan ke jepang?"

"Tidak, itu terlalu jauh. Bagaimana kalau kau rindu?" ucap Arnand cengegesan sambil mengacak-ngacak rambut Renata.

"Issh.. siapa juga yang akan merindukanmu?" Tepis Renata pura-pura jutek.

"Hm.. kau yakin?" tanya Arnand sambil menaik turunkan alisnya.

"Yakin. Eh tapi tidak, kalau kau pergi siapa yang akan menjemputku sepulang kerja?" ucapan Renata tersebut berhasil merubah ekpresi Arnand menjadi cemberut.

"Ternyata aku hanya di anggap tukang jemputmu saja selama ini?"

"He..he.. kau sahabatku Arnand. Kau yang terbaik." jawab Renata tersenyum dan menaikan dua jempol tangannya.

"Hm.. dasar penjilat." ucap Arnand bangkit dan meraih tasnya.

"Mau kemana kau?"

"Lab, aku ada tugas."

"Lalu aku bagaimana?"

"Temui saja kekasihmu."

"Hah.." Renata melongo mendengar ucapan Arnand.

"Lain kali aku ingin menemuinya?" ucap Arnand sambil berlalu pergi. Renata terlihat masih mematung di tempatnya. Lalu sekarang apa yang harus ia lakukan. Ia tidak mau Arnand marah lagi karena mengetahui yang sebenarnya.

Siang itu.

Renata terlihat berjalan memasuki sebuah kantin. Ia pun mendekati meja kasir untuk memesan makan.

"Mau pesen apa?" Tanya salah seorang penjaga kantin.

“Tolong nasi gorengnya 1."

"Nasi goreng satu bu?"

Renata sontak menoleh mendengar seseorang yang terlihat memesan hal yang sama dengannya secara bersamaan.

“Reynand.." ucap Renata dalam hati. Sekilas Renata melirik wajah datar andalan Reynand.

"Baik nasi gorengnya 2, pedas atau tidak?"

"Pedas."

"Tidak." Lagi-lagi Renata dan Reynand menjawab bersamaan. Renata melirik kesal ke arah Reynand yang kini berdiri tepat di sampingnya.

"Oh baik. Tolong ditunggu sebentar?"

"Ya, saya duduk di sebelah sana." tunjuk Renata pada sebuah meja di sudut kantin.

"Ya." Setelah mendengar ucapan penjaga kantin Renata pun berjalan menuju mejanya.

"Saya tambah Ice Cappucino 1." ucap Reynand menambah pesanannya.

"Ya. Baiklah."

Drttzzz.

Reynand merasakan ponselnya bergetar dan dengan cepat ia menjawab panggilan masuk tersebut.

"Hallo.. ada apa yan?" ucapnya.

"...."

“Ucapkan sekali lagi, aku tidak dengar?" ucapnya lagi sambil melihat suasana kantin yang semakin ramai.” Sebentar aku cari tempat yang lebih sepi." ucap Reynand sambil berjalan keluar kantin.

10 menit kemudian.

Reynand pun kembali dan langsung menuju meja kasir untuk mengambil pesanannya.

"Silahkan?"

"Terima kasih." ucap Reynnad lalu membalik badannya dan memperhatikan sekitanya untuk mencari meja kosong. Reynnad terlihat berjalan menuju salah satu sudut ruangan. Ia berdiri tepat di sebuah meja. Di sana terlihat Renata yang baru saja menerima pesanannya. Renata menatap bingung padanya.

“Boleh aku duduk di sini?“ tanya Reynand.

“Hah.”

“Tidak ada meja kosong.” ucap Reynand lagi.

“Ah. Iya silahkan.” ucap Renata cepat.

Reynand menarik kursi kosong di hadapan Renata untuk ia duduki. Renata terlihat tidak fokus dan coba mengalihkan pandangannya saat Reynand meliriknya.

.

Ya Tuhan ada apa dengan hari ini, kenapa aku terus saja bertemu dengannya.” gerutu Renata dalam hati sambil mencoba mengunyah makanannya dengan susah payah. Ia melirik Reynand lalu kembali menyendokan makanan ke mulutmya. Ia heran mengapa nasi goreng seperti tidak bisa cepat ia habiskan. Padahal ia sudah merasa tidak nyaman dan ingin segera pergi dari sana.

"Kau lapar?" tanya Reynand yang sedari tadi memperhatikan Renata. Renata mengangkat wajahnya dan terbatuk.

"Uhuuk.. uhuuk.." Renata tersedak nasi goreng pedasnya karena terkejut Reynand menatapnya cukup intens. Renata panik tenggorokannya mulai terasa panas dan pedih. Ia memperhatikan Ice Cappucino milik Reynand lalu menatap wajah Reynand. Bodoh bagaimana bisa dia lupa untuk memesan minuman.

“Minumlah.” ucap Reynand sambil menyodorkan minumannya pada Renata. Renata ingin sekali menolak untuk mempertahankan harga dirinya. Namun kondisinya tidak memungkinkan. Ia benar-benar harus minum untuk menghilangkan rasa sakit di tenggorokannya 

"Uhu.. thank's, nanti aku akan ganti." ucap Renata cepat meraih gelas di hadapannya lalu segera meminumnya.

"Tidak usah."

Renata merasa lega karena tertolong oleh minuman milik Reynand. “Minumannya biar aku yang bayar. “ ucap Renata lalu kembali memakan nasi gorengnya.

Renata sedikit heran karena Reynad tidak menjawabnya. Ia kini mendapati Reynand tengah menatapnya. Renata sangat terkejut saat tiba-tiba saja Reynand mengambil sesuatu di pipinya.

“Maaf, tapi itu menggangguku.” Ucapnya sambil membuang sebutir nasi yang ia ambil dari pipi Renata. Renata meraba-raba pipinya takut masih ada nasi yang menempel lagi. Reynand terlihat tersenyum singkat lalu ia pun bangkit. Renata mendongak bingung.

"Aku sudah selesai." Ucapnya membuat Renata menatap bingung piring kosong yang kini di bawa Reynand.

“Kapan dia menghabiskannya.” gumam Renata dalam hati.

“Aku akan bayar.” ucap Reynand kembali dan Renata hanya tersenyum canggung. Renata memperhatikan Reynand yang sedang berjalan menuju meja kasir. Ia teringat saat tadi Reynnad mengambil nasi di pipinya. Hatinya mulai berdebar dan wajahnya mengapa terasa panas.

“Wah.. Ada apa denganku?“ Ucapnya sambil mengalihkan pandangannya lalu meminum sisa minuman di gelasnya.

Selesai makan Renata pun berjalan menuju kasir untuk membayar.

"Bu saya nasi goreng 1 dan Ice Cappucino 1. Jadi berapa?" tanya Renata sambil merogoh dompet di dalam tasnya.

"Tidak usah, mahasiswa tadi sudah sekalian membayarnya."

"Mahasiswa yang mana bu?"

"Yang tadi sama-sama pesen nasi goreng." Jelas ibu kantin tersenyum dan kembali ke belakang.

“Hah reynand? ." ucap Renata sambil berjalan keluar kantin. Renata teringat ucapan Reynand tadi.

"Aku akan bayar." Renata termenung sedikit kebingungan. Ia merasa ada yang aneh dengan sikap Reynand kali ini.

"Aku harus menganti uangnya, aku tidak ingin berhutang apapun padanya.." ucap renata mantap.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status