Share

Kejutan Pagi

Penulis: Ayaya Malila
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-29 12:08:02

Sarah terbangun ketika alarm digitalnya berbunyi nyaring. Sambil memicingkan mata, dia mengulurkan tangan dan memencet tombol di bagian atas alarm. Sekilas dia melihat jam menunjukkan pukul lima pagi. Sebenarnya Sarah masih merasa lelah dan mengantuk, tapi dia tetap memaksakan bangun. Semenjak ibunya meninggal, dialah yang bertugas untuk memasak dan menyiapkan sarapan untuk sang ayah. Apalagi Abizar terbiasa bangun pagi-pagi sekali.

Sarah menguap dan meregangkan tubuh di tepi tempat tidur sebelum beranjak keluar kamar dan menuju dapur. Dilihatnya kamar sang ayah masih tertutup rapat. Diapun melanjutkan aktivitasnya menyeduh kopi serta membuat sarapan sederhana. Sampai satu jam kemudian, hidangan untuk dirinya dan papanya sudah tertata rapi di meja makan. Begitu pula secangkir kopi panas dan teh.

Sarahpun berlalu ke kamar Abizar. Pria paruh baya itu tak terlihat hendak keluar. Sesuatu yang tak biasa, mengingat sang ayah tak pernah bangun siang. Setitik rasa khawatir kembali muncul di dalam hatinya. Namun, Sarah tetap berusaha berpikir positif. Mungkin ayahnya hanya lelah setelah kejadian kemarin.

"Pa, sarapan sudah siap. Ayo, makan dulu, Pa. hari ini rencananya Sarah akan bertemu bu Silvia. Jadi, aku harus berangkat pagi-pagi," seru gadis itu seraya mengetuk pintunya pelan. Beberapa menit lamanya dia menunggu jawaban, tapi sama sekali tak ada sahutan. 

"Pa? Sarah masuk, ya," ujarnya lagi. Sarah menunggu dan berharap agar ayahnya membalas panggilannya. Akan tetapi, harapannya itu tak terjadi, sehingga dia memutuskan untuk membuka pintu yang yng untungnya dalam keadaan tak terkunci.

"Astaga, Pa?" betapa kalutnya Sarah saat itu. Ternyata sang ayah tidak sedang berada di dalam kamarnya. Ketika memasuki kamar yang selalu terlihat rapi itu, Sarah hanya menemukan ponsel miliknya tergeletak begitu saja di atas ranjang. "Pa?" Sarah mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan dan tetap tak menemukan Abizar manapun.

Sarah tertunduk dan mulai menangis pilu. Bayangan kengerian saat sang ayah hendak melakukan tindakan bunuh diri, membuatnya bergidik ngeri. Setelah kehilangan sang ibu, rasanya dia tidak akan kuat jika harus menghadapi kehilangan lagi. "Pa, tolong pulang, Pa. Sarah sendirian," gumamnya lirih. Diusapnya pipi yang basah, lalu dia raih ponselnya, mencoba menghubungi siapapun di daftar kontak yang mungkin bisa membantunya. Saat jemarinya asyik mengusap layar sentuh, masuklah sebuah pesan dari nomor tak dikenal. Dengan segera Sarah membacanya, kemudian mengernyit. Pesan itu berisi alamat rumah beserta nama ayahnya.

Tak ingin hanya meratap, Sarah memilih bangkit dan berjalan ke luar kamar. Dia bertekad mencari Abizar hingga ketemu. Satu-satunya cara yang bisa dia pikirkan saat ini adalah mendatangi alamat yang disebut di dalam pesan itu.

Buru-buru diambilnya kunci mobil yang tergeletak di atas laci ruang tamu. Tanpa berganti pakaian, dirinya bergegas menuju garasi dan menyalakan kendaraan. Sarah melajukan mobil tua peninggalan ibunya perlahan, lalu berhenti di alamat yang sesuai dengan yang tertera di pesan dari nomor tak dikenal itu.

Ragu-ragu dia turun dari kendaraan saat melihat rumah yang dia tuju sedang dipasangi garis polisi. Banyak orang berdiri di sana. Sebagian besar adalah pria berseragam kepolisian. "Permisi," gadis itu memberanikan diri menyapa seseorang yang tengah serius berbicara dengan rekannya.

Seseorang itu menoleh pada Sarah sembari mengernyitkan dahi. "Anda siapa?" pria tersebut balik bertanya.

"Sa-saya Sarah Delila, Pak. Sarah Delila Ramdhan, sedang mencari ayah saya yang bernama Abizar Ramdhan," jawabnya terbata.

Pria di depannya itu mengalihkan pandangan pada rekannya, lalu kembali memandang Sarah. Kali ini tatapannya jauh lebih tajam dia layangkan pada gadis itu. "Ada hubungan apa Saudari dengan Abizar Ramdhan?" tanya pria itu lagi dengan nada yang jauh lebih ketus.

"Dia ayah saya," jawab Sarah. Pikiran buruk tiba-tiba merasuk ke benaknya ketika pria itu memandangnya dengan penuh selidik.

"Oh, ayahnya," pria itu menatapnya penuh arti, sebelum kembali berkata, "Ayah anda sudah dibawa."

"Dibawa ke mana?" Sarah semakin kebingungan.

"Ke kantor polisi. Ayah anda diinterogasi di sana," jawab pria itu seraya berlalu bersama rekannya.

"Tunggu! Kenapa ayah saya diinterogasi? Ada apa ini? Tolong jelaskan," Sarah makin panik dengan penuturan pria asing itu.

Akan tetapi, tak ada seorangpun yang peduli sampai seseorang menepuk bahunya dari belakang. Sarah segera menoleh dan mendapati seorang pria berwajah rupawan sedang tersenyum padanya. "Anda mencari pak Abizar?" tanyanya sopan.

Sarah mengangguk cepat. "Iya, betul. Saya putrinya," jawabnya.

"Pak Abizar saat ini sedang diinterogasi oleh polisi. Jika Nona bersedia, saya bisa mengantar anda untuk menemui ayahnya," tawar pria itu. "Oh ya, saya lupa memperkenalkan diri. Saya Andaru," ucap pria tersebut sembari mengulurkan tangan.

Sarah menyambut uluran tangan Andaru penuh ragu. "Kenapa ayah saya diinterogasi polisi? Ayah saya salah apa?" gemetar seluruh tubuhnya kini.

  

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Beauty And The Boss   Together Forever

    Asisten kepercayaan Theo itu menatap sang majikan dan Sarah secara bergantian. "Kalian ... akan menikah?" tanya Andaru."Kurasa tak pantas untuk menjawab pertanyaanmu di tengah keadaan berduka seperti saat ini, Andaru," sahut Theo mengingatkan."Oh, maafkan saya. Saya hanya ...." Andaru tak melanjutkan kata-katanya, lalu memandang Sarah dengan tatapan terluka. "Kalau begitu, saya permisi," ucap Andaru beberapa saat kemudian. "Saya harus mengurus pemakaman seperti yang diinginkan oleh Tuan Bresslin."Andaru mengangguk hormat pada Charlotte dan Austin, sebelum membalikkan badan meninggalkan ruang perawatan Sarah. Sesaat setelah menutup pintunya, Andaru menarik napas panjang dan mengempaskannya perlahan."Mas Andaru, terima kasih sudah memberikan saya tumpangan sementara sebelum pulang ke Indonesia," ucap Pradnya yang tiba-tiba sudah berdiri di luar kamar perawatan Sarah.Andaru sedikit terkejut. Dia mengusap-usap dadanya, kemudian tersenyum ramah pada Pradnya. "Tidak masalah, jangan ter

  • Beauty And The Boss   The New Chapter

    Sarah kini sudah berpakaian yang pantas. Charlotte meminjamkan dress cantik bermotif bunga untuk gadis cantik yang baru saja mengikrarkan hubungannya dengan Theo itu. Sambil menggenggam kertas kecil bertuliskan nomor ruangan, Sarah berlari-lari kecil melintasi koridor rumah sakit.Akan tetapi, sesampainya di kamar yang sesuai dengan catatannya, Sarah tak menemukan siapapun di sana. Ruang perawatan itu kosong. "Sebenarnya mereka berniat untuk merawatku di situ, tapi aku menolak. Aku merasa baik-baik saja," tiba-tiba terdengar sebuah suara yang teramat Sarah kenal dari arah belakang. Sarah langsung menoleh dan berbalik. "Theo! Syukurlah kau baik-baik saja!" ujarnya seraya menghambur ke pelukan Theo yang hangat."Maafkan aku karena telah memberimu catatan yang salah." Kata-kata Theo membuat Sarah mengernyit, lalu mengurai pelukannya. "Apa maksudmu?" tanya Sarah ragu."Aku menyuruhmu ke rumah sakit, bukan untuk mendatangi ruangan ini," jawab Theo dengan sorot mata yang tak dapat diartik

  • Beauty And The Boss   Manusia Bebas

    "Saya tadi diam-diam menyelinap ke ruang bawah tanah saat anak buah Ammar menyeret mas Andaru dan bapak," tutur Pradnya. "Saat itulah saya mendengar bahwa mereka akan mengeksekusi anda semua tepat tengah hari nanti.""Kenapa harus menunggu sampai tengah hari?" celetuk Andaru. "Untuk memastikan bahwa Ammar sudah menerima mahkotanya lebih dulu," jelas Theo."Jadi, anda berniat untuk menjebak Ammar dengan mahkota itu?" Andaru terbelalak tak percaya. "Apakah pihak berwajib sudah merespons?" "Aku yakin mereka akan segera menanggapi laporan Cedric, mengingat kedekatanku dulu dengan Pak Walikota," gumam Theo."Nanti saja bicaranya, Tuan-tuan. Kita harus segera pergi dari sini sebelum mereka datang," sela Pradnya. Theo dan Andaru saling pandang, lalu mengangguk. "Ayo!"Mereka bertiga bergegas keluar dari ruangan sempit yang mirip sel tersebut. Theo memimpin di depan, dibantu oleh Pradnya yang bertugas sebagai penunjuk arah. "Belok kanan, Sir," ujar Pradnya lirih.Theo terus melangkah waspa

  • Beauty And The Boss   Eksekusi

    "Andaru? Kau sudah datang?' Theo memicingkan mata seraya berusaha untuk bangkit. "Yes, Sir. Orang-orang Ammar mencegat kami di bandara, sama seperti yang telah anda rencanakan sebelumnya," jawab Andaru sambil membantu Theo untuk duduk. "Apa mereka sudah bergerak ke kandangku?" tanya Theo lagi. "Berdasarkan pengamatan Cedric, mereka sudah mendapatkan mahkotanya, Tuan," jelas Andaru. "Apakah yang kalian maksud itu adalah mahkota yang hendak dicuri oleh gerombolan Fahmi dulu?" sela seseorang yang tak lain adalah Abizar. "Oh, Abizar. Um, maksudku ... Pak Abizar. Apa kabarmu?" sapa theo dengan bahasa tubuh yang terlihat canggung. "Beginilah, Pak," sahut Abizar sembari tersenyum getir. "Saya hanya ingin cepat-cepat bertemu dengan putri saya," lanjutnya. Theo tertegun sejenak, lalu tersenyum. "Putrimu aman bersama kedua orang tuaku," ujarnya pelan. "Benarkah? Oh, syukurlah," Abizar mengembuskan napas lega. "Lalu ... bagaimana setelah ini, Pak?" tanya Andaru. "Kau tenang saja," Theo

  • Beauty And The Boss   The Exchange

    Ammar tertawa nyaring hingga suaranya menggema ke setiap sudut ruangan. "Sarah Delila bukan barang dagangan. Dia tidak dijual. Kami hanya menjual keperawanannya saja, tapi tidak dengan tubuhnya," tolak Ammar. "Oh, jadi Sarah Delila hanyalah properti?" Theo memicingkan mata seraya menatap tajam ke arah pria berambut hitam dan lurus itu. "Benar sekali. Sarah Delila adalah properti kami. Seumur hidupnya, gadis itu adalah milik organisasi kami," tegas Ammar. "Bagaimana jika kutukar dengan mahkota Blood Diamond?" Theo mengangkat satu alisnya. Senyum menyeringai terukir di wajah tampan itu. Ammar terkesiap untuk sesaat. Tampaknya dia berpikir keras untuk menjawab tawaran Theo. "Aku sudah menyuruh anak buahmu untuk menggeledah kediaman Baskoro dan villamu yang berada di Bali. Mahkota itu tak ada di sana," ujarnya. "Tentu saja tak ada di sana. Aku tak pernah membawa mahkota itu ke Indonesia," Theo tertawa mengejek. "Ta-tapi, anak buahku sudah menyelidiki bahwa mahkota itu selalu kau bawa

  • Beauty And The Boss   Membeli Cinta

    Theo mengendarai motor dalam kecepatan tinggi dan tiba di tempat yang dituju sepuluh menit kemudian. Dia memarkirkan motornya secara asal di depan sebuah gedung tua yang sudah tak terpakai di sisi lain kota London. Theo seolah tak takut jika seseorang membawa motornya pergi.Tak ingin membuang waktu, Theo menendang pintu masuk gedung kosong itu sekuat tenaga, hingga terlepas dari engselnya. Dilayangkannya pandangan ke sekeliling aula yang tampak tak terawat itu. Theo lalu mendekat ke arah lift yang akan membawanya ke bawah tanah. Dia berniat masuk ke sana ketika menyadari bahwa lift itu telah rusak. "Apa-apaan ini?" geramnya tak percaya.Tangan kekar Theo menggebrak pintu lift sekencang mungkin, lalu berbalik mengitari ruangan luas tersebut untuk mencari jalan turun lain. Namun sepertinya, lift tersebut hanyalah satu-satunya cara menuju markas rahasia Ammar. Theo memutar otak, lalu menghubungi anak buahnya. "Aku kesulitan memasuki markas Ammar, Cedric. Apakah kau tidak mempunyai infor

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status