Share

Keterpurukan

“Papaaa!!!” teriak Rani ketika ia baru sadar dari pingsannya setelah dua hari pasca kecelakaan maut yang ia alami.


“Sayang, ini mama, nak!” ucap wanita yang selalu ada untuk gadis dewasa itu.


“Ma, mama Rani di mana ini, ma? Kenapa ..., kenapa lampu di sini mati, ma? Hei, listrik udah kalian bayar, kan? Ma, kenapa kantor aku gelap? Ji, Jihan! Jihan ke sini kamu!” Rani bingung, ia masih belum menyadari bahwa dirinya masih di atas bed rumah sakit.


“Sayang, kita tidak sedang di kantor,” ucap sang Mama dengan nada pilu dan mata yang sembab

“Kita dimana, ma?” Rani meraba tangan kanannya yang masih tertusuk jarum impus. Ia meraba tiang yang ada di sampingnya, memegang setiap benda yang ada di sekitarnya, memegang tubuhnya yang sudah tidak menggunakan blazer dan mini skirt seperti biasanya.


“Ma ...,” Rani shock. Ia masih tidak percaya bahwa ia sedang berbaring di ranjang rumah sakit.


“Ia, nak. Kamu ada di rumah sakit,” wanita itu mengelus rambut putrinya yang halus nan lurus

“Tapi, ... tapi kenapa di sini gelap, ma? Aku nggak bisa liat Mama?” Rani merasa ketakutan. Ia peluk sang mama dengan begitu erat, bagaikan anak kecil yang sangat takut akan kegelapan.


“Ma, aku kenapa?” jantung Rani berdebar hebat. Matanya yang tetap terbuka tidak bisa melihat apapun saat ini. Ia hanya dapat menangkap sinar yang begitu menyilaukan matanya.


Ia berusaha membuka matanya secara paksa, namun tetap saja tidak bisa melihat apapun dengan jelas seperti biasanya saat ini.


“Mama, mata Rani kenapa, Ma? Ma ... Rani ... Apa Rani buta, ma? Ma, jawab Rani, Ma, jawab!” pinta Rani yang saat ini sedang menggunakan pakaian rumah sakit berwarna hijau.


Ibunya hanya menangis pilu melihat anak gadis satu – satunya mengalami tragedy yang sangat menyiksanya seperti ini. Tidak ada tempatnya mengadu saat ini. Suami tempatnya bersandar-pun sudah meninggalkannya. Dan saat ini, putri tunggalnya pun mengalami nasib yang sangat malang.


“Ma, jawab, ma! Apa Rani buta, ma?” Rani terus berteriak mengguncang tubuh Mamanya yang sudah tidak muda lagi.


“Kamu ... Rani, kamu istirahat dulu, ya, sayang,” ucap Cahaya di iringi tangis melihat putri kesayangannya dalam keadaan seperti ini. Ia mundur dan duduk menepi di sudut kamar tempat putrinya di rawat.


“Mama tinggal jawab aja, ma. Apa ... Ma, mama mau kemana?” Rani meraba – raba, mencari sang mama yang sudah terduduk pilu. Ia terisak, menangisi nasib putri yang sangat ia sayangi.


“Tante?” Jihan yang baru saja masuk melihat Cahaya terduduk menangisi putrinya yang berusaha mencarinya seperti orang gila.


“Ji? Jihan? Jihan kamu di mana, Ji? Ji, mama aku di mana?” Rani berusaha berdiri, mencari sang mama yang sangat ingin ia peluk

“Tenang, nona. Nona akan baik – baik aja,” ucap Jamie yang sedari tadi diam dan berdiri di sebelah Cahaya, mencoba untuk memberanikan diri mendekati wanita pujaannya yang rambutnya kini sedang acak – acakan tidak seperti biasanya.


“Pergi! Tidak usah menjadi sok pahlawan! Aku … aku tidak membutuhkan belas kasihan dari orang – orang seperti kalian, pergi! Jihan, suruh dia pergi dan jangan biarkan ia datang menemuiku lagi. Jihan! Lu denger gue, kan?!” bentak Rani dengan nafas terengah – engah.


Ia kalap dan tampak menggila, ketika pria yang sudah membawanya ke rumah sakit di saat yang tepat mencoba menenangkan dirinya.

Ia merasa malu jika ada yang mengetahui kelemahannya saat ini. Rani yang angkuh masih belum sadar setelah kejadian demi kejadian menimpa dirinya.


“Ran, dia udah nolongin kamu,” ucap Jihan lembut, mencoba agar Rani mengerti bahwa Jamie berniat baik kepada dirinya

“Nggak! Nggak ada orang yang tulus di dunia ini, Ji. Pokoknya, gue nggak mau ada pria itu lagi di sini! Beri dia uang sebanyak yang ia pinta dan tolong, jangan pernah datang kesini lagi!” Rani melipat kedua tangannya di hadapan Jihan yang mengusap bahunya agar lebih tenang.


“Ma, mama ...” Rani mencari Mamanya

“Mama di sini, nak. Kamu jangan ke mana – mana dulu, kamu harus istirahat,” ucap Cahaya langsung mendekati putrinya yang berusaha mencarinya. Ia seka air mata yang sangat membasahi pipinya agar sang putri tidak merasakan kepedihannya.


“Kamu nggak apa – apa kok, nak. Nanti kita cari rumah sakit terbaik buat donor kornea mata kamu, ya,” ucap wanita itu berusaha menenangkan anaknya yang kini mengalami Ulkus Kornea, akibat terlalu banyak serpihan kaca mobil yang mengenai matanya saat kecelakaan maut itu terjadi.


Nafas Rani bagaikan terhenti. Air matanya terasa kering, bahkan kerongkongannya saat ini pun sedang membutuhkan cairan. Ia tidak percaya, dunianya kini sudah hilang. Harapannya-pun kini sudah musnah.


Gadis yang saat ini sedang di peluk oleh wanita yang melahirkannya, merasa hidupnya sudah berakhir. Tidak akan ada yang mencintai perawan tua yang cacat seperti dirinya dengan tulus.


***

Tanpa terasa, sudah satu minggu Rani mengetahui keadaannya saat ini. Ia tampak begitu depresi. Ia berpesan kepada Jihan dan Mamanya agar tidak ada yang mengetahui keadaannya. Bahkan saat ini, orang – orang tidak ada yang boleh menemuinya kecuali Jihan dan Mamanya.


“Ji, apa salah tante? apa dosa tante dan Rani hingga kami harus melalui ini semua? Rani tidak sekuat yang kita lihat, Ji. Sudah hampir satu minggu ia tidak makan dan bicara seperti biasanya. Kalau begini, bagai mana bisa tante hadapi semua ini sendirian? Selama ini, yang menguatkan tante hanya dia, Ji. Dan sekarang, ia sudah berubah hanya dalam waktu sekejap. Sekejap, Ji,” Cahaya begitu rapuh di hadapan Jihan yang sudah ia anggap seperti anak sendiri.


“Tante tenang, ya. Jamie akan selalu ada buat tante dan Rani. Ia tidak akan pernah meninggalkan kita,” balas Jihan sembari menatap Rani yang sedang di suapi oleh Jamie yang di anggap sebagai perawat rumah sakit oleh Rani.


“Tidak ada lelaki yang lebih pantas untuk Rani kecuali Jamie. Bahkan, ia siap belajar agama islam jika suatu hari Rani mau menikah dengannya,” lagi, Jihan meyakinkan Cahaya yang juga ikut memperhatikan Jamie, dimana pria bule itu selalu menemani Rani begitu mengetahui Rani mengalami kecelakaan.


“Perawat, tolong panggilkan Mama,” ucap Rani di tengah – tengah kunyahan di mulutnya. Jamie langsung beranjak memanggil ibu dari wanita pujaannya, ia berjalan gontai, bagai merasakan kesedihan yang ia lihat di wajah Rani setiap harinya pasca tragedi hari itu.


“Tante,” Jamie memberi kode saat sudah dekat dengan calon ibu mertuanya tanpa banyak mengeluarkan suara, takut gadisnya mengenali suaranya.


“Sayang, kamu manggil mama?” Cahaya berusaha setegar dan seceria mungkin di hadapan Rani saat ini.


“Ya, ampun. Makanan kamu harus di habisin, dong, nak. Liat nih, body kamu udah kurus banget. Nanti nggak semok lagi,” ucap sang Mama lagi, berusaha agar putri kesayangan mau menurutinya.


“Gimana aku mau liat, ma …” Rani tampak menerawang jauh.


Sejak satu minggu ini ia lebih sering melamun. Menerawang jauh, hingga tanpa di sadari, buliran bening selalu membasahi pipinya.


“Ma, sampai kapan Rani begini? Rani kangen senyum mama,” ucapnya dalam deraian air mata yang turun tanpa perintah.


“Nak, mama sama Jihan sedang berusaha mencari pendonor kornea mata kamu. Sementara ini, kabar baik buat kamu adalah, besok kita sudah boleh pulang. Kita tunggu di rumah, ya, sembari mencari rumah sakit yang menyiapkan donor mata buat kamu,” Mamanya berusaha tidak terisak di hadapan putrinya. Ia seka air mata yang membasahi pipinya berulang kali setiap kali melihat putri kebanggaannya menatap jauh.


“Ma, Rani kangen papa,” Rani mendekati sang Mama yang sudah tak dapat menahan isakan yang ia tahan sejak beberapa saat.


“Kamu yang sabar, ya, sayang. Kalau kamu nggak kuat, gimana mama bisa kuat?” pinta wanita yang kini memeluk erat satu – satunya keluarga yang ia miliki.


Tanpa di sadari, Jami menyeka pipinya yang di singgahi cambang halus karena buliran bening jatuh dari matanya yang biru.


Jihan yang melihat pemandangan itu semakin yakin, Jamie adalah pria terbaik buat Rani.


“Jam, gue mau ngomong!” Jihan berucap pelan di dekat telinga Jamie yang cukup tinggi darinya

“Ayo kita keluar!” Tukas Jihan. Ia sudah memiliki ide untuk membantu Rani yang sangat terpuruk saat ini.


Bersambung …


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status