“Makasih ya…” Kata Deo kemudian setelah aku selesai meneguk minumanku.“Makasih untuk?” Tanyaku bingung.“Karena kamu udah bikin aku seneng.”Aku mendengus geli. “Aku bahkan nggak ngerasa udah ngelakuin sesuatu buat kamu.”“Pertanyaan kamu barusan bikin aku seneng. Aku ngerasa udah didengerin, dimengerti, dan dapet feedback yang priceless dari kamu… Kamu…” Mendadak angin berhembus lebih kencang di sekitar kita, dan kata-kata Deo terhenti sementara. Dia fokus merapikan sisi samping rambutku terlebih dahulu, karena helaiannya lumayan menutupi mataku yang sebelah kiri.Aroma maskulin dari tubuh Deo semakin tercium jelas. Mungkin karena hembusan angin, atau mungkin juga karena lengan kanannya yang sedikit terangkat. Kemeja putih yang ia kenakan, dengan dasi yang sedikit mengendur di lehernya, entah mengapa menjadi hal yang sangat menarik untuk kupandangi saat ini.Jantungku mendadak berdegup semakin kencang ketika jari-jemari Deo menyentuh helaian rambutku. Di dalam hatiku, aku berusaha m
Getaran ponselku menimbulkan suara yang sebenarnya tidak terlalu kencang, namun cukup menganggu tidur nyenyakku. Mataku masih terpejam dan tangan kiriku meraba permukaan nakas untuk mengambil ponselku. Belum sempat kusentuh ponselku, getarannya mendadak berhenti, dan tanganku kembali ke tempat tidur seperti semula.Mataku sebenarnya belum terbuka sama sekali, tapi pikiranku sudah terbangun dan aku tidak bisa melanjutkan tidurku lagi, meskipun aku sudah mencobanya beberapa kali. Akhirnya perlahan kubuka kedua mataku, sambil kuraba lagi permukaan nakas dengan tangan kiriku.Jam sembilan, lewat tiga puluh enam menit. Begitulah yang tertera di layar ponselku ketika kunyalakan. Mataku masih terasa sedikit pedih ketika aku mengecek notifikasi di ponselku, yang dipenuhi dengan bombardir chat dan panggilan telepon dari Rangga. Dia memintaku untuk segera menghubunginya, karena ada hal penting dan mendesak yang ingin dia sampaikan.Aku terdiam sejenak. Bingung dan tidak mengerti dengan hal pent
“Halo, Ngga, sori. Gue tadi masih tidur. Gimana? Ada apa?” Tanyaku pada Rangga, ketika aku baru saja duduk di kursi belakang, dan meminta supir taksi untuk mengantarkanku ke alamat gedung apartemenku.“Lo nggak kebanyakan minum atau mabuk kan semalem?” Tanya Rangga dengan intonasi yang sangat serius.“Nggak. Kenapa? Ada tes urin?”“Ada yang lebih menegangkan dari tes urin.” Jawab Rangga dengan intonasi suara yang dramatis. “Lo tau Sang Chul Kim nggak?”Aku mengeryitkan keningku karena nama yang disebutkan Rangga barusan sangat tidak familiar di telingaku. “Nggak tau. Kim siapa itu?”“Dia salah satu fotografer dari Seoul yang ada di bagian casting. Orangnya mendadak dateng dan ngubah-ubah jadwal sesuka hati dia. Jadi, lo mesti dateng ke kantor jam satu ini paling lambat. Soalnya jam tiga kita bakalan mulai. Jadwalnya sih barusan gue tau, seharusnya itu minggu depan baru mulai, tapi gue juga nggak tau kenapa Pak Kim mendadak minta langsung tes kamera sama seleksi hari ini.”“Ini yang lo
*** Miranda Rineke: Kenapa bingung? === Gw semalem ketemu cowok dan end up with sex immediately. Trs skg, gw nggak tau dia single atau ada pacar. Gmn kl dia malah udh punya anak & istri? Mana gw baru kepikirannya td pas udh bangun pula… === Kan blm tentu juga, Dinda… Knp nggak lo coba tanya langsung ke orgnya? === Kan nggak ngejamin dia bakalan jujur sama gw, Mira… Duh, gmn ya? Gw khawatir tau… Gmn kl tanpa gw sadari, gw udah nyakitin orang lain? Gw bakalan ngerasa bersalah bgt sih ini… === Kl ternyata dia single gmn? === Ya, oke. At least gw nggak nyakitin pihak lain yg gw nggak tau… Tapi gw bakalan tetep ngerasa bersalah sih. Jujur aja… Biarpun nggak sebanyak kl dia udah ada gandengan. === Kenapa ngerasa bersalah? === Gw td ninggalin dia di hotel gt aja. Sumpah, gw nggak maksud kurang ajar ya... Tdnya gw mikir mau bangunin dia. Tp nggak jd. Jd gw akhirnya buru2 kabur sebelum dia bangun. === Knp nggak jd lo bangunin? === Itu dia. Gw jg bingung. Gw pan
Kopi hangat yang kuresap di kamar hotel, sama pahitnya dengan kenyataan bahwa Dinda sudah menghilang ketika aku membuka mataku lagi. Situasi mendadak menjadi tidak menentu. Perginya Dinda tanpa sepengetahuanku adalah ambigu.Setelah apa yang terjadi di antara kita, rasanya seperti mustahil untuk dia pergi meninggalkanku begitu saja. Apalagi, tanpa penjelasan. Memang, aku baru muncul di hadapannya tadi malam. Tapi aku bisa melihat dan merasakan dengan sangat jelas, bagaimana dia yang awalnya jaga jarak, perlahan mendekat, lalu membuka dirinya padaku. Bahkan, lebih dari yang aku pernah bayangkan sebelumnya.Dengan segala upaya, aku sudah berusaha untuk bisa mengendalikan hasratku. Tapi, jika aku harus jujur, itu bukan hal yang mudah. Kedua matanya yang indah dan sorotnya yang lembut, seakan mengatakan kebaikan. Mengatakan kalau hatinya tidak suka pertikaian. Ditambah, kilau rambut hitamnya, lengkungan senyumnya yang menggoda, lekuk tubuhnya dengan bagian dada dan pinggul yang cukup beri
Rangga benar. Tentang fotografer senior yang bernama Sang Chul Kim, yang juga merupakan salah satu orang penting di dalam proses casting kali ini. Bahkan menurutku, beliau lebih menyebalkan daripada penjelasan Rangga sebelumnya. Karena dua belas perempuan cantik yang menggunakan lingerie, berdiri sejajar di satu ruangan, dan hal pertama yang Pak Kim lakukan adalah, menatap sekilas ke arah kita semua dengan tatapan yang menghina dan kecewa. Seolah tidak ada satu pun di antara kita yang terlihat sesuai seperti ekspektasinya.+Stay calm, Dinda… Nggak apa-apa.Ini bukan pertama kalinya lo ketemu orang yang sok banget lagaknya kayak dia.Jangan terpengaruh. Keep your posture right. Lo pasti bisa!+Kata-kata positif aku ucapkan secara berulang kali di dalam hati, sambil menunggu Pak Kim yang sedang sibuk memeriksa portofolio milikku dan sebelas model lainnya. Secara hati-hati, aku memperhatikan beliau yang sedang berdiskusi dengan seorang pria, dan menggunakan bahasa yang aku tidak pahami
Rangga lalu menyebutkan enam nama yang kemudian diarahkan untuk bersiap ke tahapan selanjutnya. Namaku termasuk ke dalam kelompok yang harus mempersiapkan diri karena sebentar lagi casting akan segera dimulai. Dan tanpa bertanya pun, aku sudah bisa membaca situasinya sekarang seperti apa. Enam model yang namanya tidak disebut oleh Rangga, langsung masuk ke dalam kategori tidak lolos.Proses seleksi kali ini, tidak seperti proses seleksi pada umumnya. Atau minimal, tidak sama dengan yang sudah pernah aku jalani sebelumnya. Biasanya para model yang berhadapan dengan casting team atau casting directors, mereka masih harus melakukan beberapa gerakan jalan atau pose foto terlebih dahulu, sebelum dicoret dari daftar kandidat. Tapi, jika kuingat lagi kata-kata Rangga sebelumnya mengenai Pak Kim, sekaligus berdasarkan perangai Pak Kim sejak awal kemunculannya, mungkin saja fast selection adalah hal yang sifatnya biasa dan sering dilakukan oleh beliau.“Nggak bisa gitu dong!” Mendadak teriakan
“Henny, clear your mess and get out!” Bentak Pak Kim sambil menatap Bu Henny dengan penuh amarah.+Buset dah, nih cewek bener-bener ya…Pak Kim yang tadi aja udah nyeremin... Ini mau mulai, ehh malah ditambahin emosinya jadi tingkat tinggi…Tapi kalo Pak Kim dari tadi kayak singa yang mau cabik-cabik Bu Henny, kemungkinan dia juga tau deh ini, ada permainan jalur orang dalem yang dilakuin sama Bu Henny…+Aku benar-benar tidak habis pikir lagi dengan keegoisan perempuan yang berwajah eurasia tersebut. Dia telah membuat suasana menjadi semakin tidak nyaman bagi kita semua yang ada di dalam ruangan. Tingkahnya benar-benar menyebalkan, dan tidak memikirkan orang lain yang juga terkena imbas dari perbuatannya.+Sebenernya kalo dipikir-pikir lagi nih ya, Pak Kim sama tuh cewek ada mirip-miripnya sih…Sebelas, dua belas…Semacam serupa tapi tak sama…+Bu Henny dan Rangga tidak menyerah begitu saja. Mereka masih berusaha membujuk perempuan itu untuk tetap tenang dan segera pergi ke luar d