Sejujurnya Jaydan bukan tidak menyesal sama sekali atas perkataan kasarnya kemarin. Dia ingin meminta maaf pada Angel namun bingung bagaimana memulainya. Terlebih gadis itu selalu menunjukkan sikap dingin dan tidak bersahabat ketika berpapasan dengan Jaydan. Sekarang pria itu dengan polosnya menyusuri setiap sudut kampus yang mungkin didatangi Angel hanya karena hasutan Karel yang memintanya untuk segera minta maaf. Awalnya pria ceria nan cerewet itu memang berjanji menemaninya menemui Angel meski dengan sedikit paksaan. Sayangnya, Karel tiba-tiba dipanggil ke ruang dekan dan itu membuat pria jangkung itu bersorak senang. Dia lebih memilih menghadap dekan killer dibandingkan menyaksikan amukan Angel.
Alhasil di sinilah Jaydan sekarang, dia harus keluar jauh dari area kelasnya di lantai dua untuk berkeliling di lantai tiga demi menemukan Angel. Setelah lama mencari, akhirnya mata sipit pria itu menangkap sosok yang sedari tadi dicarinya. Namun, Angel tidak sendiri. Ada gadis lain di hadapannya dan mereka terlihat sedang terlibat dalam perbincangan serius di depan tangga. Jaydan hendak menghampiri. Sebelum itu, dia membenarkan tali sepatunya yang entah sejak kapan terlepas simpulnya.
"Arggh!" teriak seseorang membuat Jaydan bangkit dan langsung berlari ke arah sumber suara.
Tidak hanya Jaydan, mahasiswa lain yang mendengar teriakan itu ikut berhamburan mendekati are tangga. Begitu sampai di sana, terlihat Angel sedang mematung di atas tangga dan Naina menggelepar di bawah sana. Satu persatu orang bermunculan dan berusaha membantu Naina yang sudah tak sadarkan diri dengan bagian pelipisnya yang mengeluarkan darah segar. Naina segera dilarikan ke rumah sakit.
"Apa yang kau lakukan padanya Angel Lee?! bentak Jaydan sangat keras tak ayal mampu menyedot perhatian orang-orang.
"Aku tidak melakukan apa-apa dia jatuh sendiri."
"Bohong, kau mendorongnya, kan?" tuduh mahasiswa lain tak percaya dengan pembelaan Angel.
"Untuk apa aku mendorongnya. Dia benar-benar jatuh karena ulahnya sendiri.
"Kami tidak percaya pada iblis sepertimu, Angel. Kau terbiasa menyakiti orang lain dan bukan hal mustahil sekarang kau menggunakan kekerasan fisik untuk melukai korbanmu. Kau pasti iri kan pada Naina, karena dia lebih dekat dengan Jaydan dibandingkan dirimu?"
"Benar, tadi kami juga sempat melihatmu berdebat dengan Naina," timpal mahasiswa lain semakin menyudutkan Angel.
"Hhh, tuduhan bodoh," desis Angel sinis.
"Katakan yang sebenarnya Angel, benar kau yang mendorong Naina sampai jatuh dari tangga?" ulang Jaydan mulai terpengaruh keadaan.
"Kau tidak percaya padaku?" sorot sinis itu menunjukkan kekecewaan bercampur rasa geli. Dia tidak percaya bisa terjebak dalam situasi semenjengkelkan ini.
"Oleh karena itu aku butuh penjelasanmu."
"Ya, aku yang mendorongnya, kau puas?"
Angel berbalik meninggalkan Jaydan, lagi dan lagi dia menghela napas berat tanpa pria itu ketahui.
"Kau adalah yang terburuk, Angel Lee."
Gumaman Jaydan memang pelan namun jarak Angel yang belum begitu jauh dari pria itu, membuat indera pendengaran Angel teramat mudah menangkap dan menyimpan kata-kata itu dalam relung hatinya. Benar, dia memang gadis jahat yang pantas dibenci. Jaydan memang harus membencinya sedalam itu. Agar Angel sadar bahwa sampai kapan pun dia tidak akan pernah memenangkan hati pria itu.
***
[Nama saja Angel kelakuan seperti iblis!]
[Kenapa dia tega melakukan itu? Apa dia tidak tahu bahwa itu tindak kejahatan? Ah, dia mendapat keberanian lebih karena bisa berlindung di bawah ketiak ayahnya yang berkuasa.]
[Sebenarnya dia memang tidak memiliki kemampuan apa-apa, dia mendapat banyak pengikut di sini hanya karena kecantikan dan barang mewah yang diberikan ayahnya. Tanpa itu semua Angel Lee bukan apa-apa.]
[Hanya orang gila yang mau menjadi penggemar Angel.]
[Dia akan menjadi iblis abadi jika sampai terjadi sesuatu pada gadis yang didorongnya itu. Semoga gadis malang itu selamat.]
[Seharusnya pihak kampus menindak tegas kasus ini, jangan hanya karena dia putri orang berkuasa di sana maka dia bisa terbebas dari hukuman dengan mudah. Sungguh kampus yang buruk!]
[Keangkuhannya akan memberi hukuman terberat padanya kelak, hanya tinggal menunggu waktu. Aku harap Angel Lee dan keluarganya menderita!]
[Katanya, dia tega melukai gadis itu hanya karena cemburu lelaki yang disukainya lebih dekat dengan si korban. Iyuhh, memalukan sekali.]
[Hei, kalian semua! Berhenti mengikuti iblis ini, dia bukan manusia dan tidak pantas mendapat banyak cinta!]
[Aku kira kabar tentang keburukannya di kampus hanya omong kosong, ternyata semuanya fakta. Betapa menyeramkannya orang ini, wajah cantiknya sudah menipu semua orang.]
[Laporkan akun ini pada pihak aplikasi, supaya diblokir selamanya. Dia tidak pantas jadi selebgram, memberi contoh buruk!]
[Aku rasa sikap buruknya adalah turunan dari ibunya yang sudah mati, dulu ada salah satu situs yang pernah membahas bahwa mendiang ibunya adalah perempuan pengidap sakit mental, seperti psikopat begitu, astaga sungguh keluarga yang mengerikan!]
[Angel Lee harus cepat mati!]
Angel tersenyum sinis ketika membaca komentar jahat yang menyerang sosial medianya beberapa saat setelah kejadian Naina jatuh terjadi. Tidak tahu siapa yang merekam, video jatuhnya Naina sudah tersebar luas di dunia maya dan menjadi perbincangan panas di kalangan masyarakat terutama di forum online. Gosip buruk yang menimpa Angel ini bukan yang pertama terjadi, sebelumnya Angel juga pernah terlibat rumor pemerasan, perundungan, dan penghinaan namun semua kasus itu tidak berlanjut karena tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa Angel adalah pelakunya. Gadis itu bebas dari segala tuduhan dan orang-orang menganggap itu hanya isu rekaan yang dibuat haters Angel untuk menurunkan pamornya sebagai selebgram yang sedang naik daun.
Namun kasus kali ini berbeda, banyak bukti yang menyudutkan Angel. Kesempatan tersebut dimanfaatkan berbagai pihak untuk menggiring opini khalayak ramai. Hanya dengan sebuah video amatir berdurasi tiga menit, semua penduduk kota sudah mencap Angel sebagai penjahat tak berperikemanusiaan. Gadis itu menjadi tersangka utama dan tak ada satu pun yang mau menolongnya atau barangkali percaya padanya. Tidak satu pun. Sungguh sebuah ironi.
Saat ini Angel sedang menjalani pemeriksaan di kantor kemahasiswaan, ada polisi di sana yang ikut andil dalam proses tersebut. Mereka sedang berusaha mencari bukti lain yang lebih akurat mengenai alibi Angel melakukan tindakan kejam itu. Sayangnya, pencarian bukti itu berjalan alot karena salah satu CCTV yang harusnya merekam tempat kejadian ternyata mengalami kerusakan sehingga tidak berfungsi dengan baik. Karena alasan itu pengacara Angel yang juga hadir di sana, menolak keputusan pihak polisi untuk membawa Angel ke kantor mereka. Bukti rekaman yang tersebar tidak cukup akurat untuk menjebloskan Angel ke penjara.
"Boleh aku pulang sekarang?" ujar Angel akhirnya angkat suara setelah hampir setengah jam ia diam, menyimak perdebatan pihak kepolisian dengan pengacaranya.
"Kalian harus mengizinkan klienku pulang, penangkapan ini tidak berdasar dan itu melanggar aturan," jelas sang pengacara berusaha untuk memulangkan Angel secepat mungkin.
Gadis itu tampak sudah sangat bosan berada di ruangan itu, wajahnya masam luar biasa, aura mendung menyelimuti diri Angel terlebih dia kentara lelah. Semalaman gadis itu tidak bisa tidur karena harus menjaga ayahnya yang sedang sakit, Angel sangat khawatir terjadi sesuatu pada Adam jadi dia memutuskan untuk menemani sang ayah hingga pagi sekali pun Adam sudah berulang kali memintanya tidur.
"Tidak bisa, kami harus tetap membawanya. Nona Lee bahkan sudah mengakui bahwa dia yang mendorong mahasiswi itu."
"Kalian tidak dengar, itu adalah pengakuan palsu karena dia terdesak keadaan. Ucapan itu tidak bisa dibuktikan."
"Terlepas itu pengakuan palsu atau bukan, yang jelas klien Anda mengakui dengan mulutnya sendiri. Kami harus tetap memproses kasus ini."
Perdebatan pun berlanjut, Angel semakin muak dengan keadaan ini. Satu jam berlalu, akhirnya Angel bisa keluar dari ruang kemahasiswaan dengan lega. Pengacaranya berhasil memberikan statement yang tidak bisa disangkal pihak kepolisian. Ramai sekali perdebatan itu dan hasilnya cukup memuaskan meski Angel tidak benar-benar menyimaknya. Masih ada satu mata kuliah yang harus dia ikuti namun mood gadis itu telanjur hancur jadi dia memutuskan untuk pulang. Dua sahabatnya sempat menelepon dan mengajak Angel untuk shoping bersama. Jelas, Angel menolak telak. Gadis itu tiba di parkiran dan bersiap membuka pintu mobilnya sampai tangan seseorang mencekal lengannya sampai ia sulit bergerak.
"Apa lagi?" ujar Angel malas dan ketus.
"Kau harus meminta maaf pada Naina atas semua perbuatanmu tadi."
"Aku tidak punya waktu, singkirkan tanganmu!"
"Kau ini sebenarnya orang macam apa Angel? Seseorang baru saja terluka karena ulahmu dan kau masih bisa bersikap keras hati begini?"
"Tugasmu sebagai Presma hanya mengurus masalah kampus, bukan urusan pribadi orang lain. Jadi berhentilah bersikap sok jagoan di depanku, itu memuakkan!"
"Ini menjadi tanggung jawabku tentu saja karena kau sudah berbuat onar di wilayah kampus. Meresahkan mahasiswa lain dan membuat malu nama kampus. Kau tahu dampak dari perbuatanmu tadi sudah mencoreng nama kampus kita!"
"Kau memang yang terbaik dan punya bakat jadi pahlawan, pergi ke medan perang saja sana. Biar mati sekalian bersama bom yang meledak."
"Angel Lee kau benar-benar—"
"Kubilang hentikan Jaydan, itu bukan urusanmu!" bentak Angel mulai kehabisan stok sabar saat menghadapi lelaki menyebalkan ini.
"Tentu saja ini urusanku karena kau mencelakainya tepat di depan mataku," balas Jaydan tak kalah dingin. Angel mendengus setengah tertawa hambar, dia menatap Jaydan dengan tatapan bengisnya.
"Kalau kau melihat semua kejadian itu dengan benar tentu kau tidak akan berani berkata seperti ini padaku."
"Aku meyakini semua tindakanku adalah benar jadi segera meminta maaf pada Naina sebelum aku benar-benar membencimu."
Lagi-lagi Angel terkekeh lucu. Ungkapan Jaydan barusan teramat menggelitik perutnya. Ada-ada saja lelaki itu.
"Kau pikir aku peduli? Dibenci olehmu tidak akan membuatku mati."
"Kau yakin dengan ucapanmu?"
"Ya."
"Dua pekan lalu kau mengatakan sesuatu yang berbeda dari ini."
"Tidak usah membahas hal itu, anggap saja aku sedang gila karena berani mengajakmu berpacaran. Setelah kupikir lagi, kau tidak pantas menjadi kekasihku. Jadi, berhentilah bersikap tinggi hati di depanku, you got it?!"
Bersambung
Ask Dad for Dinner Satu pekan berlalu, akhirnya Naina sudah diizinkan pulang dari rumah sakit. Ini hari terakhirnya dan dia sedang mempersiapkan kepulangannya dengan dibantu Jaydan dan Karel. Sejak insiden mengerikan pekan lalu, dua lelaki itu memang terbilang cukup sering menjenguk Naina. Ada sekitar tiga sampai empat kali, tepatnya Karel membersamai Jaydan menjenguk Karel sebanyak tiga kali, sementara satu harinya hanya Jaydan sendiri yang datang ke sana. Tentu hal itu membuat Naina senang. Jaydan sangat perhatian padanya sampai rela menyisihkan sedikit waktu untuk menemaninya di rumah sakit selama masa perawatan. "Kamu yakin sudah baik-baik saja, Nai, itu kepala masih sakit tidak?" tanya Karel berdiri di dekat lemari es setelah mengambil minuman dingin dari tempat tersebut.
Sehari update berkali-kali, parah, sih!Semoga kalian bacanya gak nabung bab ya, dan tetap kasih apresiasi di setiap bab, thank youuu😘 *** Behind Her Tears Angel bergegas keluar lab komputer dengan cepat begitu kelas selesai, ia bahkan tak memedulikan panggilan Michelle dan Austin yang bertanya hendak ke mana gadis itu pergi atau mereka yang ingin Angel menunggu agar bisa keluar bersama. Tidak bisa, Angel tidak ingin terlambat satu detik pun untuk momen langka yang sulit ia dapatkan di hari-hari biasa. Gadis itu menuruni tangga dengan semangat, senyumnya sedikit terangkat meski tidak terlalu lebar. Entah mengapa dia begituexcitedtentang ajakan makan malam ini. membayangkan dirinya bisa menghabiskan waktu panjang sambil mengobrol santai denga
Satu pekan berlalu sejak pertemuan Jaydan dan Angel hari itu. Pertemuan paling membekas dari semua pertemuan yang pernah terjadi di antara keduanya. Setidaknya begitulah menurut Jaydan. Sejak hari itu, Jaydan tidak pernah melihat Angel wara-wiri di kampus. Gadis itu seperti hilang ditelan bumi. Jaydan penasaran namun tidak memiliki cukup keberanian untuk menanyakan kabar Angel kepada dua teman dekatnya, Michelle dan Austin. Lelaki itu menopang dagunya sambil terus membuka lembar demi lembar buku yang dia ambil secara asal dari rak di seberang sana ketika pertama masuk ke perpustakaan. Pria itu tidak datang sendiri, dia ditemani Naina. Memang gadis itulah yang mengajak Jaydan ke sana, katanya Naina ingin minta bimbingan sang senior dalam mengerjakan salah satu tugas mata kuliah yang belum dia pahami. Memang pada dasarnya Jaydan orang baik jadi lelaki itu menyetujui permintaan Naina tanpa ragu. Sayangnya, konsentrasi Jaydan tidak terkumpul penuh di ruangan itu. Isi kep
Mendengar dua nama itu disebut sontak Jaydan menutup buku tebal di tangannya. Naina memandang itu nanar lalu fokus kembali pada apa yang akan Karel sampaikan tentang Angel. "Kenapa dia?" tanya Jaydan berusaha untuk tidak terlihat penasaran. "Hhh, ini kabar duka sebenarnya tapi gadis itu sudah terlalu kejam jadi aku bingung harus bereaksi apa." "Katakan saja apa beritanya!" desak Jaydan tidak sabar. "Hei, sabar, ini juga mau cerita. Kau ingat tidak, minggu lalu saat Angel menangis di parkiran?" Jaydan mengangguk, Naina yang tidak mengerti menatap kedua lelaki itu bergantian. "Rupanya saat itu Angel mendapat kabar bahwa ayahnya jatuh pingsan di kantornya, diduga karena penyakit jantungnya kumat." "Kau dengar dari siapa kabar ini?" Jaydan ingin memastikan, dia enggan percaya jika sumbernya tidak jelas. Karel menyapu pandangan sekitar, memastikan agar tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka. "Tadi aku ke ruang k
Jaydan memandang keluar jendela dari kamarnya yang ada di lantai dua. Hujan mengguyur Ibu Kota malam ini, tahu jika penghuni bumi memerlukan ketenangan yang lebih dari biasanya. Terutama bagi pemuda yang sedang kalut hatinya bernama Jaydan itu. Sejak mendapat kabar mengejutkan dari Karel tadi siang, tidak sekali pun bayangan Angel sirna dari pikirannya. Dia abaikan ponsel yang terus berdering menampilkan nama Naina pada layarnya. Pria itu benar-benar tidak ingin diganggu oleh siapa pun. Tok tok tok! Baru saja Jaydan merapal keinginan untuk tidak diganggu siapa pun nyatanya kini sudah ada orang yang berniat mematahkan doa-doanya. Pria itu beranjak dari jendela dan membuka pintu. Ternyata ayahnyalah yang datang. Jaydan tersenyum lalu mempersilakan pria yang sangat dihormatinya itu masuk. Mereka duduk berhadapan, Jaydan di bibir ranjang sementara ayahnya di kursi belajar pria itu. Jaydan sengaja menunggu sang ayah untuk membuka percakapan. Lelaki itu yakin ayahn
Dalam kecepatan sedang Lamborghini Aventador putih milik Karel membelah jalan raya. Lelaki itu mengemudikan mobil sport kesayangannya dengan santai sambil asyik bersenandung mengikuti lantunan musik yang dia mainkan di sana. Akhirnya, setelah pekan penuh tekanan yang mengharuskannya berkutat dengan soal UTS, kini Karel bisa bernapas lega meski hanya sedikit karena faktanya selesai UTS, tugas-tugas baru mengular panjang—menunggu untuk dikerjakan. Pada dasarnya pekan tenang bagi mahasiswa itu benar-benar tidak ada, mustahil mereka menemukan satu pekan saja tanpa tugas dan presentasi. Memang sudah begitu kodratnya, jadi mau tak mau Karel menerima meski berat sekali pun. Hari ini, dia dan satu sahabatnya sedang dalam perjalanan menuju rumah teman sekelas mereka untuk mengerjakan tugas kelompok. Karel tidak akan bersemangat seperti itu jika tidak ada alasan yang menguntungkan baginya. Kita tahu bahwa Karelian ini tipikal mahasiswa yang menomor sekiankan tugas, tapi untuk tugas ha
Sekitar tiga puluh menit perjalanan dari kampus akhirnya Karel dan Jaydan tiba di tempat tujuan. Sebuah rumah bergaya modern klasik yang tidak begitu besar namun cukup resik dan asri. Tampak jelas sang penghuni rajin merawatnya dengan baik. Mobil yang ditumpangi Karel memarkir di halaman depan setelah seorang penjaga kebun membukakan gerbangnya. Jaydan melepas sabuk pengaman dan bersiap turun. "Kau yakin ini rumahnya?" tanya Jaydan sambil menyapu pandangan ke sekitar. Karel mengambil ponsel dan membuka riwayatchat-nya dengan salah seorang teman untuk memastikan alamat yang dimaksud. "Benar, sesuai dengan alamat yang dikirim Hena," ujar Karel dan tak lama kemudian dua orang gadis muncul dari pintu utama sambil mengembangkan senyum senang. "Jaydan, Karel, akhirnya kalian tiba juga. Ayo, silakan masuk." Keempat orang itu pun masuk rumah dengan berbagai perasaan berbeda dari tiap-tiap orang. Ada yang terlampau senang, ada yang biasa
Menjadi musuh semesta dalam waktu singkat tidak pernah Angel sangka akan menjadi nasibnya. Ya, dia sadar sebelum kasus ayahnya merebak, sosoknya yang angkuh dan kerap berlaku semena-mena memang sudah menjadi pemantik kebencian orang-orang terhadapnya. Tapi serangan kali ini lebih dahsyat dari serangan-serangan yang pernah dia dapat sebelumnya. Komentarnya sama-sama mengerikan, kala itu Angel lebih tangguh menghadapi semua hujatan karena ada Adam di sisinya. Pria itu yang selalu mengingatkan bahwa disukai dan dibenci itu adalah hal yang lumrah dalam kehidupan. Angel ingat betul kapan dan di mana sang ayah mengatakan itu. Dilonguedepan kolam renang saat senja datang, itulah tempat dan waktu favorit mereka untuk menghabiskan waktu bersama pasca Adam selesai dengan pekerjaannya. "Kita tidak bisa mengendalikan penduduk semesta untuk senantiasa menyukai kita. Sekelas Nabi—manusia paling mulia di muka bumi—ini saja masih ada yang membenci, apalagi k