LOGINCahaya matahari menembus tirai tipis kamar Jesslyn. Tapi pagi itu terasa berat — bukan karena kurang tidur, tapi karena terlalu banyak pikiran yang berputar tanpa arah. Tatapan matanya kosong ke cermin, melihat bayangannya sendiri dengan mata sedikit sembab.Percakapan semalam bersama Yoora masih terputar di kepalanya. Astaga … segitunya ya Yoora ingin Hanna yang menjadi milik Christian. Sial!! Benar-benar siap, harusnya dari awal dari mereka sekolah ibu Christian tahu hubungan mereka. Minimal hal ini tidak akan terjadi.Kalimat lembut tapi dingin itu… “Aku tidak akan menyuruhmu pergi. Dunia yang akan melakukannya untukku.”Jesslyn menarik napas panjang, mengusap wajah, lalu berbisik lirih,“Aku gak mau kalah lagi, Tante …”Ia mengambil tas kerjanya, memasukkan file, lalu keluar rumah. Di luar, udara pagi masih segar — tapi entah kenapa terasa menekan.Saat ia menyalakan mobil, matanya menangkap pantulan kaca spion: sebuah sedan hitam terparkir di seberang jalan, lampunya mati tapi m
Langit malam menurunkan sinar pucat yang jatuh di halaman depan rumah keluarga Miller. Lampu taman yang berderet di sepanjang jalur batu menerangi sosok Jesslyn yang melangkah pelan menuju pintu besar itu.Gaun kerjanya masih ia kenakan, meski sudah lusuh karena hari yang melelahkan. Jemarinya menggenggam tas kecil, sementara napasnya terasa berat — bukan karena lelah, tapi karena tekanan yang tak bisa dijelaskan.Pintu terbuka sebelum ia sempat mengetuk. Seorang pelayan menunduk sopan. “Selamat malam, Nona Jesslyn. Madam Yoora sudah menunggu di ruang tamu.”Jesslyn hanya mengangguk, lalu melangkah masuk. Aroma bunga lili memenuhi udara — lembut, tapi entah kenapa terasa mencekik. Ia merasa tidak nyaman dengan tempat ini, dan rasanya aneh tiba-tiba sekali Yoora menghubunginya dan meminta bertemu berdua. Secara, kemarin Yoora tidak ingin melihat Jesslyn di rumahnya. Dia meminta Jesslyn untuk menjauh dari Christian. Tapi sekarang, hal apa yang akan wanita itu bahas dengan Jesslyn? Tenta
Pagi itu udara Ibukota terasa berbeda. Matahari belum tinggi, tapi di layar-layar televisi di berbagai lobi perkantoran sudah berderet berita pagi yang jadi bahan pembicaraan semua orang. Salah satu headline-nya berbunyi:Skandal Kantor Sabian Group: General Manager Bertunangan dengan Karyawan HRD-nya?Jesslyn berhenti sejenak di depan layar besar di lobi lantai dasar. Nafasnya tercekat. Foto dirinya bersama Christian terpampang jelas — diambil dari angle yang bahkan dia tidak ingat kapan diambil.Di sekelilingnya, beberapa karyawan lain berbisik-bisik. Ada yang pura-pura tidak melihat, ada juga yang memotong pandangan dengan cepat begitu tatapan Jesslyn menyapu mereka. Ada juga yang langsung kabur ketika melihat raut wajah marah Jesslyn yang menurut mereka cukup mengerikan.Langkah Jesslyn terasa berat saat memasuki lift. Di dalam pantulan cermin lift, dia menatap dirinya sendiri. Pucat. Mata sembab. Tapi ia menegakkan bahu, memaksa tersenyum kecil. “Jangan kalah, Jess,” gumamnya pel
“Mommy kamu nggak suka sama aku!!” Kata Jesslyn, ketika dia sampai di salah satu ruangan di mansion Miller. Christian menghela nafasnya berat, dia merapikan rambut Jesslyn untuk menutupi tanda kepemilikan yang dibuat sebelum pergi ke rumah ini. “Aku nggak peduli.” “Tian, aku nggak lagi becanda.” Dan ternyata Christian juga tidak sedang bercanda. Dia juga serius, dia tidak begitu menanggapi apa yang Yoora katakan. Apa yang terjadi hari ini dan seterusnya itu sudah menjadi keputusan Christian. Dia sudah memilih, dan itu Jesslyn lalu untuk apa juga dia peduli dengan keberadaan Yoora? Sejak awal Christian tidak menyukai Hanna sama sekali, mereka hanya berteman tidak lebih. Tapi yang terjadi wanita itu tidak memiliki titik malu untuk meminta hubungan yang lebih dari sekedar teman. Dan pertengkaran malam ini jelas membuat Jesslyn terpojok. Yoora begitu tidak menyukai Jesslyn karena status mereka beda. Hanna dari keluarga terpandang, sedangkan Jesslyn hanya karyawan biasa yang dimana kala
Cahaya lampu gantung kristal memantul di dinding marmer ruang tamu rumah Yoora. Jam menunjukkan hampir pukul sepuluh malam ketika deru mesin mobil terdengar berhenti di depan rumah. Yoora yang duduk di ruang tamu menegakkan tubuhnya, pandangannya tajam menatap ke arah pintu besar yang mulai terbuka.Langkah sepatu pria terdengar berat—dan disusul langkah ringan dari seorang wanita. Jesslyn tampak di sana, menunduk sopan begitu menyadari siapa yang duduk di ruang tamu. Sementara Christian, meski tahu suasana tak akan bersahabat, tetap menggenggam tangan Jesslyn seperti ingin melindunginya.Yoora berdiri perlahan. Tatapannya menusuk. “Jadi, ini alasan kamu gak pulang-pulang, Tian?” suaranya tenang tapi tegas. “Kamu sibuk… dengan dia?”Jesslyn langsung menunduk. Napasnya menahan canggung, tapi Christian malah tersenyum tipis. “Kalau Mommy sudah tahu, gak ada gunanya aku sembunyi lagi. Iya, Mom. Aku sama Jesslyn.”Yoora menatap tangan mereka yang masih saling menggenggam. “Jesslyn, kamu b
Mata Jesslyn melotot menatap Christian. Dia melempar kapas bekas wajahnya yang sudah berwarna warni karena make up seharian. “Nggak ada ya. Aku mandi sendiri.” Bukan Christian namanya jika dia tidak bisa melakukan apa yang dia inginkan. Melepas satu persatu pakaian yang dia kenakan, dan menyisakan celana pendeknya. Jesslyn semakin gugup, tubuh itu mampu mempengaruhi sedikit demi sedikit. Dia masih menggunakan pakaian lengkap, tapi yang ada pikiran Jesslyn benar-benar berantakan malam ini. Membalik badannya Jesslyn langsung memalingkan wajahnya. Benar-benar sialan Christian itu!! “Minggir nggak, aku mau lewat.” Dan nyatanya ruangan ini cukup luas, jalannya pun tidak hanya didepan Christian saja. Samping kiri kanan jika Jesslyn ingin jalan pergi pun juga bisa, tapi kenapa harus Christian yang harus pergi? Wanita itu menahan dada Christian yangs semakin dekat dan mengikis jarak diantara mereka. Nafas Jesslyn memburu seketika, sekuat tenaga pria itu menahan tubuh pria itu yang hampir







