Share

Puteri Bangsawan penyelamat

Pedang diarahkan pada leher seorang pria. Sang puteri mengintip dari jendela. Seorang pria memaksa untuk memeriksa tandu. 

"Dia adalah puteri bangsawan. Anda tidak berhak untuk memeriksa tandu," tutur pengawal pembawa tandu. 

"Mengapa kita berhenti?" Puteri Dian membuka jendela, melihat siapa yang dengan berani mengganggu perjalanannya. 

"Maaf puteri Dian, saya diutus oleh seseorang untuk memeriksa setiap kendaraan yang melintas ke arah sini," imbuhnya. Pria itu sedikit membungkuk. Hati Widuri berdegub kencang, takut jika ketahuan. Pikirannya begitu kacau. Bagaimana jika Dian setuju dengan pemeriksaan. 

"Siapa yang mengutusmu?" Puteri Dian memberikan tatapan sinis pada pria itu. 

"Tuan Muda Givo, Saudara lelaki anda, Tuan Puteri. Salah satu sahabatnya, kehilangan barang berharga. Untuk mencegah adanya pencurian lagi, pencuri itu harus tertangkap secepatnya." imbuh Bagus. Padahal, wanita pemilik rumah bordil yang mengutusnya untuk mencari Widuri. Widuri menggelengkan kepala, untuk memberi tanda bahwa ia bukanlah seorang pencuri. 

"Aku tetap tidak mau, untuk masalah ini, akan saya tanyakan sendiri pada yang bersangkutan" 

"Dimana tatakramamu? Apa yang ingin kamu lihat?" Puteri Dian kesal pada pria itu, dia terus melihat ke dalam tandu lalu puteri Dian menyuruh pengawal membawa kembali tandu. 

"Sial! hanya tandu itu yang belum kuperiksa." Bagus mengikuti perjalanan Putri Dian dan Widuri. 

"Apa kamu mengenalnya?"

"Iya, dia sebenarnya, utusan dari pemilik rumah bordil. Dia sebenarnya mencariku Puteri Dian" ungkap Widuri

"Pemilik rumah bordil?" 

"Iya, putri Dian. banyak wanita yang dipaksa bekerja untuk melayani lelaki asing" Widuri menangis. 

"Lalu? mengapa tidak melapor ke kerajaan saja?" 

"Itu karena kami telah mentanda tangani sebuah surat."

"Surat?" Putri Dian melihat ke arah belakang, Senyum jahat yang ia tunjukan, pertanda dia memiliki ide yang cukup cemerlang agar bagus tidak memgikuti mereka lagi. 

"Stttt! Berhentilah menangis, aku memiliki ide yang bagus." Putri Dian menyuruh pengawal memutar arah, untuk kembali melihat kelahiran seorang anak bangsawan lainnya. Padahal, baru saja dia ke sana. Penjaga gerbang putri bangsawan Qilma membiarkan putri Dian memasuki ke kediaman wanita yang baru saja melahirkan itu, sementara, Bagus yang mengikutinya, tidak diizinkan masuk. Karena itu hanya untuk para bangsawan. 

"Apa yang membawa kamu kembali lagi?" Qilma yang sedang menggendong bayi itu menghampiri Dian. 

"Aku sepertinya menjatuhkan sesuatu." Dian memeriksa kolong tempat tidur Qilma

"Apa aku harus menyuruh Pili membantumu?" 

"Tidak usah, aku telah menemukannya." Sepucuk surat sudah ada dalam genggamannya. Grecy menyentuh tandu milik Puteri Dian. Puteri Dian menyapanya. 

"Apa kamu sangat menyukainya Grecy?"

"Tentu saja, bisakah aku meminjamnya? hanya sebentar." Gadis berusia sepuluh tahun itu sangat ingin memakai tanda milik putri Dian. 

"Aku punya ide yang bagus Gracy. bagaimana jika kita saling meminjam tandu." Bukan dengan tidak sengaja Puteri Dian mencetuskan ide ini. Karena, sudah dari awal Putri Dian tahu bahwa Gracy menyukai tandunya. Dua orang pria yang membutuhkan darah ular sebagai pengobatan, mencarinya sampai ke hutan larangan. 

"Kamu sudah menyiapkan perangkapnya?" tanya pria bertubuh gempal. 

"Tentu sudah." Mereka menyiapkan perangkap, yaitu beberapa tikus, untuk memancing banyak ular yang akan keluar. Jaka, yang mencium mangsa, langsung mendekati tikus-tikua dan menyantapnya, Jaka pun terperangkap pada jaring. 

"Kakak!" teriak lelaki di sebrang sana, berlari menyusul dua pria tadi. 

"Mengapa kau harus berteriak seperti itu?"

"Ini adalah hutan larangan, kita harus pergi secepatnya" Dengan nafas yang tersenggal, lelaki itu menjelaskan. Mereka pun segera pergi dari hutan.

"Aku hanya baru menangkap satu ular, kamu yakin itu hutan larangan?" 

"Tentu, para warga setempat pun tidak ada yang berani memasuki hutan itu, Kak." Seseorang memegang pisau, memotong-motong daging, lalu merebusnya. Lambaian tangan, menghanyutkan lamunannya. 

"Buk, apa Pak Bani ada?"

"Tentu, beliau ada di dalam. Akan saya panggilkan."

"Ada urusan apa kalian kemari?" Pak Bani keluar, bersama seorang pemuda. 

"Begini Pak, kami akan menjual ular, awal mulanya, seseorang ingin membelinya dari kami. Namun, dia tidak jadi membelinya pak," tutur dua orang pria. 

"Aku tidak menjual daging atau darah ular. Sebaiknya, kalian cari tempat yang mau membelinya," pungkas pak Bani. 

"Tunggu sebentar. izinkan aku melihatnya." Pemuda yang bersama pak Bani itu tampak penasaran dengan ular itu. Ibu Jaka yang merindukan kedua anaknya, bergidik ngeri melihat ular itu. Seandainya ia tahu, bahwa itu Jaka, pasti dia akan memeluknya dengan erat.

"Aku akan membelinya" ucap pemuda itu

"Kamu berjualan darah ular sekarang?" bisik pak Bani.

"Tidak, bukan begitu! Dia akan menjadi hewan peliharaan saya pak."

"Orang macam apa yang bisa memelihara ular," gumam ibu Jaka. Pemuda itu pun, membeli Jaka dari dua pria tadi, bahkan, ia membeli kandang untuk Jaka. 

"Kalian berhasil menjualnya?" Lelaki yang menunggu di luar rumah pak Bani itu menyodorkan air pada dua pria tadi. 

"Tapi bukan untuk dibunuh. Ular itu akan menjadi hewan peliharaan. Ular yang beruntung bukan?"

"Apa pak Bani pecinta ular?"

"Bukan pak Bani. Aku rasa itu anak buahnya."

"Kakak, mengapa kamu tidak pernah memakai baju bangsawan saat keluar? orang-orang akan mengira kamu rakyat biasa." Qilma menuangkan teh dan memberikannya pada Ziyo.

"Apa kedudukan kasta itu sangat penting? Ziyo meminum teh buatan Qilma. 

"Pertanyaan macam apa itu? tentu saja penting. Kamu tidak akan diremehkan oleh siapapun, jika kamu terluka, banyak orang yang akan menolongmu." 

"Terima kasih adikku tersayang, sudah mengkhawatirkan kakakmu. Tapi, aku bisa menjaga diriku dengan baik." Ziyo pergi meninggalkan Qilma. Sebelum Ziyo memasuki kamarnya, Ziyo memasuki kamar Qilma untuk melihat wajah menggemaskan milik keponakannya. 

"Hahaha" Puteri Dian tertawa terbahak-bahak mengingat, bagaimana Bagus yang sangat bingung, ketika tandu yang dia periksa hanya ada seorang anak kecil. Karena kejadian pemaksaan pada pemeriksaan tandu, Gracy menginginkan Bagus untuk dipenjara. Walaupun hanya satu hari. 

"Kau melihat wajah jeleknya itu kan?" sambung putri Dian. 

"Putri Dian, anda tidak boleh tertawa terbahak-bahak seperti itu. Bagaimana pun kamu adalah seorang Puteri," tutur dayang Sinan. 

"Apa tawaku terdengar sampai keluar? aku benci larangan ini."

"Puteri Dian, anda membawa siapa?"

"Dia akan menjadi dayangku yang baru. Kamu bisa berhenti untuk mengurusi hidupku."

"Tapi Putri Dian, untuk menjadi dayang tidak semudah ini." Dayang Sinan tidak ingin ada satu orang pun yang merebut pekerjaannya

"Dia pengecualian, karena dia sahabatku. Kamu jangan mencampuri urusanku!" Puteri Dian membulatkan matanya pada dayang Sinan. Dayang Sinan hanya bisa menekukkan kepalanya, dan memutar bola matanya pada Widuri. 

"Puteri Dian, aku pergi saja dari sini, tempat ini tidak cocok untukku, dan juga terima kasih telah menolongku." Widuri membungkuk pada putri Dian. dan berencana untuk pulang ke rumahnya. 

"Aku tidak mengizinkan kamu untuk pergi dari ruangan ini." Puteri Dian menyuruh Dayang Sinan untuk pergi dari kamarnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status