Home / Mafia / Belenggu Cinta Sang Don Juan / Bab 5 Aku Ini Apa Baginya?

Share

Bab 5 Aku Ini Apa Baginya?

Author: Silentia
last update Last Updated: 2025-10-02 20:15:00

Pagi itu, matahari menyelinap lewat kaca tinggi jendela kamar Alessia, tapi sinarnya tidak membawa hangat. Hanya cahaya dingin yang membuat ruangan tampak lebih kosong dari biasanya. Alessia duduk di tepi ranjang yang kemarin tak pernah ia sentuh. Tangannya bermain dengan cincin di jari manisnya, cincin yang terasa lebih berat dari seharusnyaa

Malam tadi, kata-kata Drazhan masih terngiang jelas. “Tidak ada jalan keluar.”

Dan kini satu pertanyaan lain terus menghantuinya, mengapa aku?

Ia memikirkan Seraphine. Wajahnya, sikapnya, keanggunannya. Wanita itu jelas lebih layak berada di sisi seorang pria seperti Drazhan. Seraphine tahu dunia mereka, tahu bagaimana bermain dengan citra, tahu cara menaklukkan ruang penuh mata-mata. Lalu, mengapa ia yang hanya seorang gadis biasa, dipaksa masuk ke lingkaran maut ini?

Pintu kamar berderit. Drazhan masuk tanpa mengetuk, jas hitamnya masih sama dengan malam tadi, seolah ia tidak pernah benar-benar tidur.

Alessia menatapnya, dada miliknya tiba-tiba terasa sesak. Ia tahu ini mungkin gila, tapi ia tidak bisa lagi menahan diri. “Kenapa aku?” suaranya pelan, hampir patah.

Drazhan berhenti, menatapnya sebentar, lalu berjalan mendekat. “Kenapa apa?”

“Kenapa aku yang kamu pilih menjadi istri? Bukan Seraphine?” Kalimat itu meluncur, diikuti denyut jantung yang semakin cepat.

Hening. Hanya terdengar detik jam yang berdetak di dinding.

Drazhan menatapnya lama, sorot matanya gelap seperti malam tanpa bintang. Lalu ia duduk di kursi di seberang ranjang, menautkan jemari tangannya.

“Apa kamu sungguh ingin tahu jawabannya?” tanyanya datar.

Alessia mengangguk, meski hatinya sudah memohon agar ia tidak mendengar hal-hal buruk.

Drazhan menghela napas, lalu berkata dengan nada dingin, “Karena Seraphine terlalu berharga untuk dijadikan pion. Sedangkan kamu…” ia menatap Alessia dari ujung rambut sampai ujung kaki, “…kamu tidak berarti apa-apa. Kamu bisa dipakai, kamu bisa dibentuk, dan jika perlu, kamu bisa dikorbankan.”

Sejenak dunia Alessia berhenti. Dadanya semakin sesak, matanya panas. Ia merasa seperti ditampar keras, tubuhnya berguncang meski ia masih duduk di tempat yang sama.

“Jadi… aku hanya pengganti murah untuk menutup kebutuhanmu?” suaranya pecah, hampir berbisik.

Drazhan tidak bergeming. “Kamu adalah jawaban paling sederhana untuk masalah yang rumit. Keluargamu butuh uang, keluargaku butuh simbol. Pernikahan ini menyelesaikan keduanya.”

Air mata Alessia jatuh tanpa bisa ditahan. Ia mencoba menutupinya dengan tangan, tapi suaranya tetap bergetar. “Dan apa artinya aku di matamu? Bahkan setelah semua ini?”

Drazhan berdiri, langkahnya pelan, lalu berhenti tepat di hadapannya. Tangannya terulur, bukan untuk menghapus air mata, tapi untuk mengangkat dagunya kasar agar ia menatapnya.

“Artinya kamu adalah milikku. Bukan Seraphine, bukan siapa pun. Milikku."

Kalimat itu begitu dingin, menusuk lebih dalam dari belati.

Alessia menatap balik, matanya penuh luka. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar sadar, Drazhan tidak melihatnya sebagai manusia, apalagi sebagai pasangan. Ia hanya melihatnya sebagai bagian dari permainan kekuasaan.

Ketika Drazhan meninggalkannya dan menutup pintu dengan suara berat, Alessia memeluk dirinya sendiri, menahan tangis. Belenggu yang menjeratnya bukan hanya soal cinta yang dipaksa, melainkan luka yang dipelihara.

♣♣♣

Alessia masih terduduk di tepi ranjang setelah kepergian Drazhan. Sunyi menggema di dalam kamar yang terlalu luas, membuatnya merasa semakin kecil. Dadanya masih terasa sesak, seolah kata-kata pria itu menempel seperti duri yang tak bisa dicabut.

"Kamu tidak berarti apa-apa, kamu bisa dipakai, dibentuk, bahkan dikorbankan."

Kalimat itu berputar tanpa henti di kepalanya. Alessia ingin marah, ingin berteriak, tapi tak ada tenaga. Yang tersisa hanya tangis yang kini telah membasahi kedua pipinya, hingga tubuhnya terasa lelah dan pikirannya nyaris kosong.

Alessia ingin tidur dan berharap tak akan pernah bangun, namun bel berbunyi lirih, tanda bahwa sarapan sudah disiapkan di ruang utama. Seorang pelayan mengetuk pintu, suara sopannya menembus celah.

“Nyonya Alessia, Tuan menunggu di meja makan.”

Alessia mengusap cepat air matanya, mencoba berdiri meski lututnya gemetar. Ia tahu, menolak datang hanya akan membuat keadaannya semakin buruk. Meski dengan langkah berat, ia mengikuti pelayan menuju aula besar.

Ruang makan itu luas, lampu gantung kristal berkilauan, meja panjang dipenuhi hidangan mewah. Beberapa tamu keluarga duduk di kursi-kursi elegan, berbincang sopan dengan suara rendah. Namun mata Alessia hanya terpaku pada satu sudut, Drazhan. Suaminya yang tidak benar-benar miliknya.

Drazhan duduk di kursi utama, jasnya rapi meski wajahnya terlihat lelah. Sampingnya, tentu saja ada Seraphine yang selalu terlihat anggun. Kali ini dia menggunakan gaun merah gelap yang menempel sempurna di tubuhnya. Rambutnya digelung elegan, bibirnya tersenyum tipis penuh percaya diri. Sangat cantik, wajar jika Drazhan tergila-gila padanya.

Alessia berhenti sejenak di ambang pintu. Sakit seperti mencengkram dadanya dengan keras tapi ia harus bersikap tenang.

Drazhan menoleh pada Seraphine dengan tatapan yang tidak pernah Alessia dapatkan. Tatapan yang hangat sekaligus penuh kuasa. Mereka berbincang, suara mereka lirih namun jelas saling akrab. Seraphine menyentuh lengannya sebentar, sentuhan kecil, tapi penuh kepemilikan dan yang lebih menyakitkan, Drazhan membiarkannya.

Tidak ada teguran. Tidak ada jarak. Justru dia membalas dengan senyum samar, senyum yang bagi Alessia seperti tamparan paling keras.

Pelayan mengumumkan kehadiran Alessia. Semua kepala menoleh. Alessia berjalan maju, mencoba menjaga wibawa meski hatinya remuk. Ia duduk di kursi yang sudah disediakan di sisi lain meja, cukup jauh dari Drazhan, seolah memang sengaja dijauhkan.

Selama sarapan berlangsung, suara tawa kecil Seraphine mengisi ruangan. Beberapa kali jemarinya menyentuh lengan atau pundak Drazhan, dan tidak sekali pun pria itu menolak.

Alessia menunduk, jari-jarinya mencengkram kain gaunnya di bawah meja. Makanan di piringnya dingin tak tersentuh. Semua terasa pahit.

"Kenapa aku? Kenapa bukan dia? Kenapa harus aku yang kamu korbankan?" jerit batinnya, namun bibirnya tetap terkunci.

♣♣♣

Selesai makan, beberapa tamu beranjak. Alessia mencoba bangkit juga, tapi langkahnya terhenti saat matanya menangkap sesuatu.

Di ujung lorong, di balik pilar marmer, Seraphine berdiri terlalu dekat dengan Drazhan. Mereka berbicara pelan, tapi gestur mereka berkata lebih banyak dari kata-kata. Seraphine menyentuh wajahnya, jari-jarinya lembut menyusuri rahang Drazhan, lalu berbisik sesuatu di telinganya.

Drazhan tidak menghindar. Ia justru membalas dengan tangan yang menahan pinggang Seraphine agar tetap dekat.

Alessia membeku.

Tubuhnya terasa mati rasa, sementara dadanya dipenuhi ribuan pecahan kaca. Ia mundur perlahan, langkahnya goyah, lalu berlari kecil menyusuri lorong tanpa arah. Air mata jatuh tanpa bisa ditahan lagi.

Ia kembali ke kamarnya, menutup pintu dengan keras, lalu jatuh terduduk di belakangnya. Tangisnya pecah. Bahunya bergetar hebat, wajahnya terkubur di kedua tangannya.

“Aku ini apa baginya? Boneka? Simbol? Bayangan?” bisiknya lirih di sela tangis.

Ia memukul lantai dengan kepalan lemah, mencoba melampiaskan sakit yang membakar dadanya. Tapi semakin ia melawan, semakin dalam rasa hancur itu menusuk.

Belum ada satu minggu pernikahan yang ia jalani tapi rasanya sudah sangat semenyakitkan ini. Alessia tidak tahu, apakah ia benar-benar sanggup menyelesaikannya sampai akhir atau ia akan menyerah dan mengakhiri hidupnya sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bab 9 Terkadang Duri itu Bukan untuk Melukai

    Udara segar menyusup lewat celah jendela, membawa aroma tanah basah dan bunga mawar yang baru mekar di taman belakang mansion keluarga Drazhan, embun masih bergelayut pada ujung daun, memantulkan cahaya matahari yang malu-malu menembus ranting.Alessia berdiri di tengah taman dengan selendang tipis menutupi bahunya. Gaun putih yang ia kenakan tampak lembut berkilau disinari cahaya pagi. Ia menatap rerumputan yang basah, merasakan udara dingin menempel di kulitnya, sensasi sederhana yang hampir ia lupakan sejak hari pertama dikurung dalam kemewahan rumah ini.Di tempat ini, setiap langkahnya diawasi. Setiap kata yang keluar dari bibirnya bisa menjadi alasan untuk dimarahi. Namun pagi ini, ketika para pelayan sibuk di dapur, ia mencuri waktu untuk sekadar menghirup udara bebas. Taman itu menjadi tempat pelariannya yang sunyi.“Udara masih dingin, Nyonya. Sebaiknya Anda kenakan syal lebih tebal,” suara lembut itu datang dari belakang.Alessia menoleh pelan. Rafael berdiri di sana, mengen

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bsb 8 Dia Akan Menjadi Ancaman

    Api kecil di perapian ruang kerja Drazhan memantulkan cahaya oranye ke dinding, menciptakan bayangan panjang dari sosok pria yang berdiri di depan rak buku besar.Drazhan menatap gelas anggur di tangannya. Cairan merah di dalamnya berputar pelan, memantulkan cahaya seperti darah. Malam ini, pikirannya tidak tenang. Ada sesuatu yang mengusik, tapi ia tidak ingin mengakui apa itu.Ketika pintu ruang kerjanya terbuka dengan kasar, ia tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.“Drazhan!” Suara Seraphine terdengar nyaring, nyaris bergetar karena amarah yang ditahan. Hak sepatunya bergema di lantai marmer ketika melangkah masuk tanpa izin. “Bagus sekali, ibumu akhirnya datang dan langsung jatuh hati pada gadis itu.”Drazhan tidak bergerak. Ia hanya mengangkat gelasnya dan meneguk sedikit. “Kamu seharusnya tahu cara berbicara dengan sopan di rumah ini, Seraphine.”Seraphine menatapnya tajam. “Sopan? Setelah semua yang kulakukan untukmu, kamu masih berani bicara soal sopan? Kamu tahu

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bab 7 Kamu Adalah Harapan Kecil Untuknya

    Langit sore itu menggantung kelabu, tapi di dalam rumah keluarga Drazhan, suasananya justru terasa lebih berisik dari biasanya. Pelayan berlalu-lalang dengan wajah cemas, memoles meja, menyusun bunga di vas kristal, dan memastikan setiap perabot tampak sempurna. Alessia berdiri di depan cermin besar di ruang tengah, mengenakan gaun pastel sederhana yang dipilihkan salah satu pelayan.“Untuk menyambut Nyonya Valentina,” ujar salah satu di antara mereka dengan suara setengah bergetar.Nama itu saja sudah cukup membuat dada Alessia berdebar. Ibunda Drazhan, wanita yang dikenal elegan sekaligus berpengaruh besar dalam dunia bisnis internasional.Drazhan sendiri sejak pagi bersikap lebih pendiam dari biasanya. Ia tidak menatap Alessia, tidak pula bicara sepatah kata pun. Hanya satu instruksi dingin yang keluar dari bibirnya sebelum ia pergi mempersiapkan diri.“Jaga sikapmu. Ibuku tidak menyukai kepalsuan.”Kata-kata itu seperti belati halus. Alessia tidak tahu apakah ia harus merasa gugup

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bab 6 Dia Adalah Monster

    Suara hujan deras mengguyur kaca jendela besar yang tidak tertutup rapat, memberikan kesan kehidupan bagi ruang sunyi yang menyelimuti kamar Alessia. Setelah tangisnya reda, ia hanya duduk terdiam di lantai, tubuhnya gemetar. Pikirannya kacau, tetapi hatinya lebih parah lagi.Pernikahan yang seharusnya menjadi awal baru, justru terasa seperti hukuman mati yang berjalan lambat. Setiap detik bersama Drazhan mengikis sedikit demi sedikit kewarasannya."Tolong!"Alessia mendengar sesuatu. Lalu terdengar suara pintu bawah terbuka keras, pintu yang terhubung dengan kamarnya menuju tempat rahasia di bawah tanah, langkah-langkah tergesa, suara teriakan samar, bukan suara pelayan. Alessia bangkit dan mencoba membuka pintu rahasia untuk mengintip. Ia melihat beberapa pria berbadan besar menyeret seorang laki-laki dengan wajah penuh darah. Mulutnya dibekap, tangannya terikat. Alessia menutup mulutnya sendiri agar tidak berteriak. Napasnya tercekat ketika matanya menangkap sosok Drazhan yang b

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bab 5 Aku Ini Apa Baginya?

    Pagi itu, matahari menyelinap lewat kaca tinggi jendela kamar Alessia, tapi sinarnya tidak membawa hangat. Hanya cahaya dingin yang membuat ruangan tampak lebih kosong dari biasanya. Alessia duduk di tepi ranjang yang kemarin tak pernah ia sentuh. Tangannya bermain dengan cincin di jari manisnya, cincin yang terasa lebih berat dari seharusnyaaMalam tadi, kata-kata Drazhan masih terngiang jelas. “Tidak ada jalan keluar.”Dan kini satu pertanyaan lain terus menghantuinya, mengapa aku?Ia memikirkan Seraphine. Wajahnya, sikapnya, keanggunannya. Wanita itu jelas lebih layak berada di sisi seorang pria seperti Drazhan. Seraphine tahu dunia mereka, tahu bagaimana bermain dengan citra, tahu cara menaklukkan ruang penuh mata-mata. Lalu, mengapa ia yang hanya seorang gadis biasa, dipaksa masuk ke lingkaran maut ini?Pintu kamar berderit. Drazhan masuk tanpa mengetuk, jas hitamnya masih sama dengan malam tadi, seolah ia tidak pernah benar-benar tidur.Alessia menatapnya, dada miliknya tiba-tib

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bab 4 Belenggu yang Sesungguhnya

    Cahaya lampu kristal berpendar hangat di ruang utama rumah keluarga itu, tetapi kehangatannya sama sekali tidak terasa bagi Alessia. Ia duduk di kursi panjang berlapis beludru, gaun hitam yang baru saja dipilihnya pagi tadi membalut tubuhnya, membuatnya tampak anggun sekaligus rapuh. Hatinya gelisah, sebab di ruangan itu akhirnya ia harus berhadapan langsung dengan sosok yang sejak malam pertama nyaris menghilang, Drazhan.Pintu berat kayu ek terbuka. Langkah-langkah tegap bergema, seolah dunia ikut berhenti menyimak. Drazhan masuk, jasnya rapi, dasi merah darah menonjol di balik dada bidangnya. Wajahnya tanpa senyum, matanya tajam seperti bilah baja. Aroma asap tembakau dan parfum maskulin melekat, membuat udara di ruangan tiba-tiba lebih pekat.Alessia menelan ludah. Jantungnya berdegup tidak karuan.Drazhan berdiri beberapa detik menatapnya, lalu melangkah mendekat. “Kamu sudah belajar bersikap di depan keluarga?” katanya dingin. Suaranya dalam, bergema, membuat tubuh Alessia berge

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status