Home / Mafia / Belenggu Cinta Sang Don Juan / Bab 6 Dia Adalah Monster

Share

Bab 6 Dia Adalah Monster

Author: Silentia
last update Last Updated: 2025-10-02 20:37:59

Suara hujan deras mengguyur kaca jendela besar yang tidak tertutup rapat, memberikan kesan kehidupan bagi ruang sunyi yang menyelimuti kamar Alessia. Setelah tangisnya reda, ia hanya duduk terdiam di lantai, tubuhnya gemetar. Pikirannya kacau, tetapi hatinya lebih parah lagi.

Pernikahan yang seharusnya menjadi awal baru, justru terasa seperti hukuman mati yang berjalan lambat. Setiap detik bersama Drazhan mengikis sedikit demi sedikit kewarasannya.

"Tolong!"

Alessia mendengar sesuatu. Lalu terdengar suara pintu bawah terbuka keras, pintu yang terhubung dengan kamarnya menuju tempat rahasia di bawah tanah, langkah-langkah tergesa, suara teriakan samar, bukan suara pelayan.

Alessia bangkit dan mencoba membuka pintu rahasia untuk mengintip. Ia melihat beberapa pria berbadan besar menyeret seorang laki-laki dengan wajah penuh darah. Mulutnya dibekap, tangannya terikat.

Alessia menutup mulutnya sendiri agar tidak berteriak. Napasnya tercekat ketika matanya menangkap sosok Drazhan yang berjalan di belakang mereka. Jas hitamnya basah oleh hujan, rambutnya jatuh ke kening, dan sorot matanya begitu dingin, seolah bukan manusia.

Mereka menyeret pria itu ke ruang bawah tanah. Alessia tidak bisa menahan diri. Ia membuka pintu rahasia perlahan, melangkah hati-hati menuruni lorong, lalu menyelinap di balik dinding menuju arah tangga paling tersembunyi.

Suara besi bergemerincing memenuhi ruang bawah tanah. Lampu redup bergoyang, memantulkan bayangan menyeramkan di dinding. Alessia masih bersembunyi di balik celah pintu ruang eksekusi yang sedikit terbuka.

Di sana, ia melihat Drazhan duduk di kursi dengan kaki bersilang, rokok menyala di tangannya. Asapnya melayang, menciptakan kabut tipis. Di hadapannya, pria yang diseret tadi diikat pada kursi, wajahnya babak belur. Darah menetes ke lantai, bercampur dengan air hujan yang masih menetes dari pakaiannya.

“Siapa yang membayarmu?” suara Drazhan rendah, tapi penuh ancaman.

Pria itu terisak, berusaha bicara di sela nafas tersengal. “Aku, aku hanya disuruh. Aku tak tahu siapa, hanya pesan lewat orang.”

Satu gerakan tangan dari Drazhan, dan anak buahnya menghantamkan tongkat besi ke lutut pria itu. Jeritannya menggema, membuat Alessia terlonjak ketakutan.

Drazhan mencondongkan tubuh, suaranya dingin bagai es. “Kamu pikir aku main-main? Dunia ini tidak memberi ampun pada orang bodoh.” Ia menekan wajah pria itu dengan ujung sepatunya, membuat darah semakin banyak mengalir.

“Jika kamu tidak bicara, keluargamu yang akan mati duluan.”

Alessia menutup mulut, menahan tangis. Ia ingin pergi, ingin berhenti melihat, tapi kakinya membeku. Bagian dalam dirinya yang masih naif runtuh seketika. Inilah sisi lain dari pria yang kini memanggilnya ‘istriku’. Bukan hanya dingin. Bukan hanya kejam. Dia adalah monster.

Alessia mundur pelan, tapi lantai berdecit. Pintu tempat ia bersembunyi bergeser sedikit. Suara itu cukup untuk membuat kepala Drazhan terangkat cepat.

Tatapan matanya langsung mengarah ke sana. Tatapan tajam, menembus gelap. Alessia menahan napas, tubuhnya kaku.

“Bawa dia pergi!” perintah Drazhan dingin pada anak buahnya, menunjuk tawanan penuh luka.

Drazhan lalu berjalan pelan ke arah pintu. Setiap langkahnya terdengar berat, menggema seperti suara palu di jantung Alessia.

Pintu dibuka lebar. Di baliknya, Alessia berdiri gemetar, wajahnya pucat pasi.

Drazhan menatapnya lama, tanpa berkata apa pun. Rokok di tangannya masih menyala, asapnya mengepul di udara pengap.

Akhirnya ia berbisik, suaranya nyaris menakutkan.

“Kamu seharusnya tidak melihat ini, Alessia.” Tangannya terulur, mencengkeram lengan Alessia kuat.

Alessia berusaha melawan, tapi cengkeraman itu bagaikan belenggu baja. Drazhan menyeretnya menjauh dari ruang bawah tanah, menaiki tangga dengan paksa.

Sampai di kamar, Drazhan menutup pintu keras-keras. Alessia tersudut, punggungnya menempel ke dinding.

“Apa yang kamu lihat tadi akan menghilang dari ingatanmu. Kalau tidak…” ia mendekat, wajahnya begitu dekat hingga Alessia bisa merasakan panas nafasnya yang bercampur bau asap rokok. “…kamu yang akan menggantikannya di kursi itu.”

Air mata Alessia pecah, tubuhnya gemetar hebat. Ia tahu ancaman itu nyata. Dunia tempatnya terjebak bukan sekadar kisah cinta atau sakit hati. Ini dunia mafia. Dunia darah dan kematian dan ia tidak tahu, sampai kapan bisa bertahan hidup di dalamnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bab 9 Terkadang Duri itu Bukan untuk Melukai

    Udara segar menyusup lewat celah jendela, membawa aroma tanah basah dan bunga mawar yang baru mekar di taman belakang mansion keluarga Drazhan, embun masih bergelayut pada ujung daun, memantulkan cahaya matahari yang malu-malu menembus ranting.Alessia berdiri di tengah taman dengan selendang tipis menutupi bahunya. Gaun putih yang ia kenakan tampak lembut berkilau disinari cahaya pagi. Ia menatap rerumputan yang basah, merasakan udara dingin menempel di kulitnya, sensasi sederhana yang hampir ia lupakan sejak hari pertama dikurung dalam kemewahan rumah ini.Di tempat ini, setiap langkahnya diawasi. Setiap kata yang keluar dari bibirnya bisa menjadi alasan untuk dimarahi. Namun pagi ini, ketika para pelayan sibuk di dapur, ia mencuri waktu untuk sekadar menghirup udara bebas. Taman itu menjadi tempat pelariannya yang sunyi.“Udara masih dingin, Nyonya. Sebaiknya Anda kenakan syal lebih tebal,” suara lembut itu datang dari belakang.Alessia menoleh pelan. Rafael berdiri di sana, mengen

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bsb 8 Dia Akan Menjadi Ancaman

    Api kecil di perapian ruang kerja Drazhan memantulkan cahaya oranye ke dinding, menciptakan bayangan panjang dari sosok pria yang berdiri di depan rak buku besar.Drazhan menatap gelas anggur di tangannya. Cairan merah di dalamnya berputar pelan, memantulkan cahaya seperti darah. Malam ini, pikirannya tidak tenang. Ada sesuatu yang mengusik, tapi ia tidak ingin mengakui apa itu.Ketika pintu ruang kerjanya terbuka dengan kasar, ia tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.“Drazhan!” Suara Seraphine terdengar nyaring, nyaris bergetar karena amarah yang ditahan. Hak sepatunya bergema di lantai marmer ketika melangkah masuk tanpa izin. “Bagus sekali, ibumu akhirnya datang dan langsung jatuh hati pada gadis itu.”Drazhan tidak bergerak. Ia hanya mengangkat gelasnya dan meneguk sedikit. “Kamu seharusnya tahu cara berbicara dengan sopan di rumah ini, Seraphine.”Seraphine menatapnya tajam. “Sopan? Setelah semua yang kulakukan untukmu, kamu masih berani bicara soal sopan? Kamu tahu

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bab 7 Kamu Adalah Harapan Kecil Untuknya

    Langit sore itu menggantung kelabu, tapi di dalam rumah keluarga Drazhan, suasananya justru terasa lebih berisik dari biasanya. Pelayan berlalu-lalang dengan wajah cemas, memoles meja, menyusun bunga di vas kristal, dan memastikan setiap perabot tampak sempurna. Alessia berdiri di depan cermin besar di ruang tengah, mengenakan gaun pastel sederhana yang dipilihkan salah satu pelayan.“Untuk menyambut Nyonya Valentina,” ujar salah satu di antara mereka dengan suara setengah bergetar.Nama itu saja sudah cukup membuat dada Alessia berdebar. Ibunda Drazhan, wanita yang dikenal elegan sekaligus berpengaruh besar dalam dunia bisnis internasional.Drazhan sendiri sejak pagi bersikap lebih pendiam dari biasanya. Ia tidak menatap Alessia, tidak pula bicara sepatah kata pun. Hanya satu instruksi dingin yang keluar dari bibirnya sebelum ia pergi mempersiapkan diri.“Jaga sikapmu. Ibuku tidak menyukai kepalsuan.”Kata-kata itu seperti belati halus. Alessia tidak tahu apakah ia harus merasa gugup

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bab 6 Dia Adalah Monster

    Suara hujan deras mengguyur kaca jendela besar yang tidak tertutup rapat, memberikan kesan kehidupan bagi ruang sunyi yang menyelimuti kamar Alessia. Setelah tangisnya reda, ia hanya duduk terdiam di lantai, tubuhnya gemetar. Pikirannya kacau, tetapi hatinya lebih parah lagi.Pernikahan yang seharusnya menjadi awal baru, justru terasa seperti hukuman mati yang berjalan lambat. Setiap detik bersama Drazhan mengikis sedikit demi sedikit kewarasannya."Tolong!"Alessia mendengar sesuatu. Lalu terdengar suara pintu bawah terbuka keras, pintu yang terhubung dengan kamarnya menuju tempat rahasia di bawah tanah, langkah-langkah tergesa, suara teriakan samar, bukan suara pelayan. Alessia bangkit dan mencoba membuka pintu rahasia untuk mengintip. Ia melihat beberapa pria berbadan besar menyeret seorang laki-laki dengan wajah penuh darah. Mulutnya dibekap, tangannya terikat. Alessia menutup mulutnya sendiri agar tidak berteriak. Napasnya tercekat ketika matanya menangkap sosok Drazhan yang b

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bab 5 Aku Ini Apa Baginya?

    Pagi itu, matahari menyelinap lewat kaca tinggi jendela kamar Alessia, tapi sinarnya tidak membawa hangat. Hanya cahaya dingin yang membuat ruangan tampak lebih kosong dari biasanya. Alessia duduk di tepi ranjang yang kemarin tak pernah ia sentuh. Tangannya bermain dengan cincin di jari manisnya, cincin yang terasa lebih berat dari seharusnyaaMalam tadi, kata-kata Drazhan masih terngiang jelas. “Tidak ada jalan keluar.”Dan kini satu pertanyaan lain terus menghantuinya, mengapa aku?Ia memikirkan Seraphine. Wajahnya, sikapnya, keanggunannya. Wanita itu jelas lebih layak berada di sisi seorang pria seperti Drazhan. Seraphine tahu dunia mereka, tahu bagaimana bermain dengan citra, tahu cara menaklukkan ruang penuh mata-mata. Lalu, mengapa ia yang hanya seorang gadis biasa, dipaksa masuk ke lingkaran maut ini?Pintu kamar berderit. Drazhan masuk tanpa mengetuk, jas hitamnya masih sama dengan malam tadi, seolah ia tidak pernah benar-benar tidur.Alessia menatapnya, dada miliknya tiba-tib

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bab 4 Belenggu yang Sesungguhnya

    Cahaya lampu kristal berpendar hangat di ruang utama rumah keluarga itu, tetapi kehangatannya sama sekali tidak terasa bagi Alessia. Ia duduk di kursi panjang berlapis beludru, gaun hitam yang baru saja dipilihnya pagi tadi membalut tubuhnya, membuatnya tampak anggun sekaligus rapuh. Hatinya gelisah, sebab di ruangan itu akhirnya ia harus berhadapan langsung dengan sosok yang sejak malam pertama nyaris menghilang, Drazhan.Pintu berat kayu ek terbuka. Langkah-langkah tegap bergema, seolah dunia ikut berhenti menyimak. Drazhan masuk, jasnya rapi, dasi merah darah menonjol di balik dada bidangnya. Wajahnya tanpa senyum, matanya tajam seperti bilah baja. Aroma asap tembakau dan parfum maskulin melekat, membuat udara di ruangan tiba-tiba lebih pekat.Alessia menelan ludah. Jantungnya berdegup tidak karuan.Drazhan berdiri beberapa detik menatapnya, lalu melangkah mendekat. “Kamu sudah belajar bersikap di depan keluarga?” katanya dingin. Suaranya dalam, bergema, membuat tubuh Alessia berge

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status