Beranda / Mafia / Belenggu Cinta Sang Don Juan / Bab 7 Kamu Adalah Harapan Kecil Untuknya

Share

Bab 7 Kamu Adalah Harapan Kecil Untuknya

Penulis: Silentia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-07 15:36:09

Langit sore itu menggantung kelabu, tapi di dalam rumah keluarga Drazhan, suasananya justru terasa lebih berisik dari biasanya. Pelayan berlalu-lalang dengan wajah cemas, memoles meja, menyusun bunga di vas kristal, dan memastikan setiap perabot tampak sempurna. Alessia berdiri di depan cermin besar di ruang tengah, mengenakan gaun pastel sederhana yang dipilihkan salah satu pelayan.

“Untuk menyambut Nyonya Valentina,” ujar salah satu di antara mereka dengan suara setengah bergetar.

Nama itu saja sudah cukup membuat dada Alessia berdebar. Ibunda Drazhan, wanita yang dikenal elegan sekaligus berpengaruh besar dalam dunia bisnis internasional.

Drazhan sendiri sejak pagi bersikap lebih pendiam dari biasanya. Ia tidak menatap Alessia, tidak pula bicara sepatah kata pun. Hanya satu instruksi dingin yang keluar dari bibirnya sebelum ia pergi mempersiapkan diri.

“Jaga sikapmu. Ibuku tidak menyukai kepalsuan.”

Kata-kata itu seperti belati halus. Alessia tidak tahu apakah ia harus merasa gugup karena takut berbuat salah, atau karena ingin tahu seperti apa sebenarnya sosok yang melahirkan pria sekejam Drazhan.

Sore menjelang malam ketika mobil hitam panjang berhenti di depan halaman mansion. Dari dalamnya turun seorang wanita anggun berusia lima puluhan, mengenakan mantel krem dan kacamata hitam. Di belakangnya, beberapa pengawal pribadi mengikuti langkahnya dengan sopan.

Begitu Nyonya Valentina masuk ke ruang tamu, semua orang menunduk hormat. Namun saat matanya jatuh pada Alessia yang berdiri canggung di samping pilar marmer, senyumnya langsung merekah.

“Jadi ini menantuku?” suaranya lembut, namun penuh wibawa.

Alessia menunduk dalam, mencoba sopan. “Selamat datang, Nyonya.”

“Panggil aku Mama, sayang.” Nyonya Valentina menghampiri dan memegang kedua tangan Alessia dengan hangat. “Oh, kamu jauh lebih cantik daripada yang kukira. Mata kamu, seperti membawa kedamaian di tengah badai.”

Kalimat itu membuat semua pelayan saling pandang, bahkan Drazhan yang baru saja muncul di ambang pintu sempat terdiam.

Hanya satu orang yang tidak bisa menyembunyikan ekspresinya, Seraphine.

Wanita berambut pirang itu berdiri di dekat bar, menyilangkan tangan di dada. Tatapannya menajam seperti belati ketika melihat betapa cepatnya Nyonya Valentina memeluk Alessia.

“Dia terlihat, sederhana sekali,” ujar Seraphine dengan senyum tipis, seolah ingin menyamarkan nada merendahkan di balik kata-katanya.

Nyonya Valentina menoleh ringan. “Kesederhanaan adalah hal yang langka di antara orang-orang yang terlalu sibuk menutupi kekurangannya dengan kemewahan, bukan begitu, Seraphine?”

Seraphine terdiam, wajahnya menegang sesaat. Sementara Drazhan menahan diri untuk tidak menunjukkan reaksi apa pun.

Makan malam berlangsung dalam suasana aneh, antara hangat dan tegang. Nyonya Valentina tampak sangat menikmati percakapan dengan Alessia. Mereka berbicara tentang buku, taman, dan perjalanan kecil di masa lalu. Setiap kali Alessia menjawab dengan jujur dan lembut, wanita tua itu menatapnya dengan binar sayang, seolah menemukan sesuatu yang telah lama hilang.

Di sisi lain meja, Seraphine menggenggam garpu terlalu keras hingga buku jarinya memutih. Ia menatap Alessia dengan penuh iri, gadis itu yang baru saja masuk ke dalam kehidupan mereka kini sudah mencuri perhatian ibu Drazhan yang bahkan dulu sulit ia dekati.

Sementara Drazhan duduk diam, matanya sesekali terarah pada Alessia tanpa ia sadari. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya sejak tadi. Mungkin cara Alessia tersenyum canggung, atau bagaimana wajahnya terlihat lelah namun tetap menunduk sopan setiap kali bicara.

Di dalam kepalanya, ada dorongan aneh, keinginan untuk menyentuh pipi itu, sekadar menyingkirkan helai rambut yang jatuh di pelipisnya. Tapi ia menahan diri.

Sebuah bayangan melintas di pikirannya, Seraphine. Janji yang dulu ia buat bersamanya. Janji untuk tidak jatuh hati pada siapa pun yang bukan bagian dari permainan mereka.

Ia mengatupkan rahang, meneguk anggur dalam diam.

Setelah makan malam usai, Nyonya Valentina berdiri dan menatap Drazhan dengan sorot lembut namun tegas.

“Drazhan, aku ingin berbicara berdua dengan menantuku.”

Drazhan menatap ibunya sejenak, lalu menoleh pada Alessia. “Jangan berlama-lama,” katanya datar, sebelum berjalan pergi ke ruang kerja.

Begitu Drazhan menghilang di balik pintu, Nyonya Valentina menggenggam tangan Alessia.

“Aku tahu anakku tidak mudah,” ucapnya pelan. “Tapi jangan takut padanya. Ia punya luka lebih dalam dari yang bisa kau bayangkan. Luka itu membuatnya lupa bagaimana caranya mencintai.”

Alessia menatap wanita itu, hatinya tercekat. Untuk sesaat, ia merasa seperti mendengar sesuatu yang lebih jujur daripada semua yang pernah keluar dari mulut Drazhan.

“Terima kasih, Mama,” katanya lirih.

Nyonya Valentina tersenyum lembut. “Kamu adalah harapan kecilku untuknya. Jangan menyerah, Alessia.”

Namun di balik tirai jauh di sudut ruangan, Seraphine mendengarkan semuanya. Senyumnya perlahan muncul, senyum tajam dan berbahaya.

“Harapan kecil, ya?” bisiknya sendiri. “Kita lihat berapa lama harapan itu bertahan ketika rahasia Drazhan terbuka.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bab 61 Runtuhkan Hatinya, Maka Tubuhnya Mengikuti

    Lima menit setelah kejadian di balkon, seluruh komplek mansion berubah menjadi benteng perang. Lampu sorot dinyalakan, alarm keamanan tersembunyi aktif dan puluhan anak buah Drazhan diposisikan di sudut-sudut strategis. Senjata berat muncul dari ruang bawah tanah seperti hewan buas yang dibangunkan.Drazhan duduk di tepi ranjang Alessia, mengusap perlahan pipi istrinya yang masih berdarah. Luka tipis, tapi cukup untuk membuat amarahnya melonjak melewati batas manusia.Dokter pribadi Drazhan mengobati luka Alessia tapi tangan Drazhan tidak pernah sekali pun melepaskan pinggangnya. Tubuh Alessia masih gemetar, ekspresinya pucat dan itu saja cukup untuk menyalakan neraka di dada Drazhan.Ketika dokter selesai, Drazhan berdiri dalam diam yang mematikan.Rafael tahu tanda itu. Semua orang di ruangan tahu. Drazhan bukan hanya marah. Dia berubah menjadi sesuatu yang tidak boleh dibangunkan.“Rafael,” vokalnya rendah bagai racun.“Ya, Tuan?”“Siapkan mobil lapis baja. Bawa orang-orang yang se

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bab 60 Orang yang Seharusnya Mati Dua Belas Tahun Lalu

    Malam itu sunyi, terlalu sunyi. Tidak ada burung malam, tidak ada angin yang menerpa pepohonan. Seolah dunia menahan napas.Alessia berdiri di balkon kamarnya, memandang lampu-lampu taman sendirian. Drazhan sedang berada di ruang rapat bawah, mengatur serangan selanjutnya untuk memburu Seraphine san anehnya, Alessia merasa ada sesuatu di udara yang tidak bisa ia jelaskan. Rasa dingin yang bukan berasal dari hujan. Ia memeluk dirinya, hendak masuk kembali ke kamarSaat Alessia berjalan satu langkah, ia mendengar suara kecil. Suara yang tak wajar. Ia segera menoleh dan mendapati sebuah batu kecil memantul di lantai balkon. Terikat pada seutas tali tipis warna hitam.Alessia mendekat perlahan. Jantungnya mulai berdegup aneh ketika ia meraih benda itu..Batu itu diikatkan pada sebilah gigi manusia.Darahnya langsung membeku. Tangannya bergetar, hampir menjatuhkan benda mengerikan itu. Sebelum Alessia bisa bergerak, sesuatu berdesing cepat dari bawah. Suara tembakan cukup keras dan kaca bal

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bab 59 Sergei Pasti Meninggalkan Jejak di Sana

    Rumah besar milik Alexei dipenuhi ketegangan yang menajamkan udara malam. Pintu ruang kerja terbanting ketika Alexei masuk, wajahnya gelap, sorot matanya tajam seperti bilah yang baru diasah. “Dia kabur,” desisnya, suaranya rendah namun penuh ledakan yang tertahan. Viktor yang berdiri di dekat jendela langsung menoleh. “Seraphine tidak punya cukup orang untuk melakukan itu. Siapa pun yang membawanya keluar pasti bukan kelompok kecil.” Alexei menghantam meja kayu dengan tinjunya..“Dia tidak bisa menghilang begitu saja! Dia tidak cukup pintar untuk merencanakan pelarian bersih.” “Kami dapat laporan dari lapangan.” Mikhail meletakkan beberapa berkas dan foto di meja. “Orang yang membawa Seraphine kabur menghancurkan semua CCTV tapi ada satu hal, satu kesalahan kecil.” Alexei mendekat dengan langkah besar, meraih foto buram yang dicetak dari rekaman terakhir CCTV sebelum kamera dihancurkan. Gambar itu menunjukkan seorang pria berjas gelap keluar dari mobil van. Hanya sebagian wajah

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bab 58 Tuan Sergei

    Van hitam itu berhenti di sebuah gudang tua di pinggiran kota. Udara di dalam pengap, bau besi karat dan bahan bakar memenuhi ruangan. Seraphine terseret keluar oleh dua pria bersenjata, lalu diseret ke sebuah ruangan luas yang diterangi satu lampu gantung berayun pelan. “Lepaskan dia!” Suara itu berat, dalam, dan mengandung wibawa dingin yang langsung membuat seluruh penjaga menunduk. Seraphine mendongak pelan, pandangannya kabur tapi tajam. Di hadapannya berdiri seorang pria berusia sekitar lima puluhan, mengenakan mantel hitam panjang, dengan mata tajam yang mirip dengan mata milik Drazhan, namun lebih tua, lebih licik. Pipi kirinya menyimpan luka lama yang membentuk garis miring dari tulang pipi hingga rahang. “Sergei,” desis Seraphine pelan. “Aku pikir kamu sudah mati beberapa tahun lalu, bahkan aku sempat menghadiri pemakamanmu.” Pria itu tersenyum miring. “Dunia hanya tahu apa yang kuizinkan mereka tahu.” Seraphine menatapnya lekat-lekat, lalu tertawa lirih. “Jadi, paman

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bab 57 Aku Ingin Mereka Semua Hancur

    Langit sore di atas gedung pengadilan tampak berat, seakan ikut menindih setiap napas yang keluar dari dada Seraphine. Ia duduk di kursi terdakwa dengan borgol di pergelangan tangan, wajahnya pucat, rambutnya berantakan, dan senyum tipis yang selama ini menjadi senjata paling mematikan kini tak lagi mampu menyembunyikan kehancurannya.Ruang sidang dipenuhi wartawan dan pejabat tinggi. Mikrofon-mikrofon diarahkan padanya, kilatan lampu kamera menyambar tanpa henti. Di meja depan, jaksa membacakan tuntutan dengan suara lantang, setiap kata mengiris seperti belati.“Terdakwa Nona Seraphine dijatuhi dakwaan berlapis, penculikan, penyiksaan berat, percobaan pembunuhan terhadap Nyonya Alessia Drazhan, serta pembunuhan berencana terhadap dua korban lain. Semua bukti telah dinyatakan sah dan tak terbantahkan.”Seraphine mendengar dakwaan untuknya tanpa berkedip. Semua urat-uratnya terasa menegang, ia belum siap dengan semua ini. Ia ingin memohon pada Drazhan yang hadir paling depan tapi pria

  • Belenggu Cinta Sang Don Juan   Bab 56 Dunia Sudah Membongkar Sebelum Hakim Berbicara

    Udara di dalam sel itu lembap, bau karat bercampur keringat dan sabun murahan menyesakkan dada. Seraphine duduk bersandar pada dinding dingin di pojok ruangan berukuran tiga kali tiga meter. Matanya menatap kosong pada bayangan dirinya yang terpantul samar di lantai semen yang basah.Tak ada cermin besar di sini.Tak ada cahaya kamera.Tak ada tepuk tangan, make-up, atau baju mahal yang dulu membuatnya tampak seperti dewi.Hanya wajah pucat dengan mata sembab dan rambut yang kusut, lepek oleh keringat dan air mata.Hari pertama ia masih menjerit, memaki sipir dan semua orang yang lewat di koridor. Hari kedua, ia mulai diam. Hari ketiga, semua teriakannya berubah menjadi bisikan.“Aku bukan penjahat.”“Aku hanya mencintainya.”Namun bisikan itu tak menggema ke mana pun. Dinding penjara hanya memantulkan kejujuran yang selama ini ia tutupi di balik glamor.Seraphine memejamkan mata. Dalam pikirannya, wajah Drazhan kembali muncul. Tegas, dingin. Namun dulu, ia pernah melihat senyum di wa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status