Share

Bab 2. Berubah Pikiran

Lompat dari gedung 12 adalah hal yang paling gila yang harus Kayana lakukan. Bisa menyebabkan cedera, cacat, atau kemungkinan besar kematian. Dan Kayana harus melakukan itu demi untuk menyenangkan suaminya.

Anehnya, Eiser malah diam saja. Pria itu hanya tersenyum melihat apa yang Kayana lakukan. Semua demi apa? Hanya untuk membalaskan dendam sang kekasih. Kayana harus melakukan apa yang Ivana lakukan.

Menurut informasi, Ivana mencoba bunuh diri dengan cara lompat dari gedung apartemennya dan mengabaikan janin di perut sehingga janin tersebut menjadi korban. Dan itu dilakukan Ivana sehari sebelum hari pernikahan dirinya dan Eiser dilaksanakan.

Kayana sendiri tidak tahu, sejak kapan Eiser memiliki hubungan dengan wanita itu. Melihat kedekatan mereka saat acara reuni, Kayana tidak menyangka kalau keduanya memang sedekat itu. Bahkan sempat membuat bayi.

Satu kenyataan yang membuat hati Kayana teriris. Sampai-sampai ia yakin kalau dirinya harus terjun dari balkon gedung sekarang juga. Hidup pun percuma. Ia tidak sanggup kalau harus menanggung kebencian dari Eiser.

Lagipula hidupnya sudah hancur sejak malam di mana kesuciannya direnggut. Meski kesempatan hadir setelah orang tua Eiser datang dan melamar dirinya untuk menikah dengan Eiser.

Namun sekarang, kenyataannya berbeda. Eiser tak menginginkannya. Lalu untuk apa lagi dirinya hidup? Jelas tidak ada gunanya. Lihatlah, bahkan Eiser tak bergeming saat melihat Kayana naik ke atas pagar pembatas.

"Kau lihat ini, Eiser. Aku akan menepati janjiku." Kayana sudah ingin melompat. Tetapi, suara Eiser menghentikannya.

"Tunggu!" Suara itu cukup keras sampai-sampai membuat Kayana menoleh ke belakang. Kedua alis menyatu melihat Eiser mendekat ke arahnya. Mengulurkan tangan, dan menariknya turun ke bawah.

"Apa yang kamu lakukan, Eiser? Bukankah kamu ingin aku mati? Bukankah kamu ingin aku melakukan apa yang dilakukan Ivana? Dengan begitu semuanya impas 'kan?"

"Ya, kamu benar."

"Lalu, kenapa kamu menghentinkan aku?"

"Aku berubah pikiran, aku memang ingin kamu merasakan apa yang Ivana rasakan. Tapi tidak dengan cara itu."

"Apa maksud kamu?"

"Aku akan membuat kamu menderita, dengan caraku sendiri."

"Apa?" Kayana menggeleng. Ia sungguh tidak mengerti perkataan suaminya ini. Apa maksud dari kata membuat menderita? Apa yang akan dilakukan Eiser terhadap dirinya?

"Aku bersumpah akan merenggut kebahagiaanmu, seperti kau merenggut kebahagiaanku dengan cara menjebakku dan membuatku menikah denganmu." Tatapan Eiser nyalang ke arah sang istri.

"Apa yang akan kamu lakukan, Eiser?" Kayana otomatis mundur ketika melihat Eiser melangkah maju. Seringai jahat ditampilkan pria itu. Dan kalau ada kompetisi memerankan wajah iblis, Kayana rasa Eiserlah pemenangnya.

Saat ini Eiser tak ubahnya seperti iblis berwajah malaikat. Wajah tampan yang mendominasi, tak bisa membohongi. Aura yang ditampilkan sungguh menakutkan. Sampai-sampai membuat Kayana merinding melihatnya.

"Aku rasa kamu tidak lupa dengan status kita sekarang, Kay. Kamu adalah istriku. Jadi rasanya mubadzir kalau aku tidak merasakan kamu!"

"Tetap di tempatmu, Eiser."

"Kenapa? Aku yakin malam itu, kamu yang menyerahkan tubuhmu padaku, Kay. Kamu memanfaatkan kondisi aku! Dan sekarang aku ingin merasakan kamu dalam kondisi sadar."

Apa Eiser sedang meminta haknya sekarang? Kayana menelan saliva. Meski yang dikatakan Eiser tidak sepenuhnya salah. Tetap saja Kayana merasa takut terhadap Eiser. Sisa rasa malam itu belum hilang, ia sampai kesulitan berjalan setelahnya. Dan kini ia harus mengulanginya, bersama pria yang membenci dirinya.

Saat dalam keadaan tidak sadar saja, Eiser sungguh liar. Bagaimana dengan sekarang. Dan Kayana rasa, Eiser tidak sungguh-sungguh ingin melakukannya. Melainkan untuk menyiksa dirinya.

"Aku mohon, jangan lakukan itu Eiser."

Eiser sudah melucuti pakaiannya. Dan menanggalkannya ke sembarang arah. Ia menatap pekatnya malam dengan berhembus sekali.

"Ini sungguh menyebalkan, aku benci wanita munafik seperti kamu!" Lalu ia maju, menghampiri sang istri lalu mengangkat tubuh berbalut gaun pengantin itu.

"Lepaskan aku, Eiser!"

Kayana meronta dalam pelukan Eiser. Seolah tuli, Eiser terus saja berjalan masuk dan mengabaikan teriakan sang istri. Pria yang telah bertelanjang dada itu, melempar tubuh Kayana ke atas kasur.

Kayana terhempas. Ia memekik ketakutan. Terlebih ketika melihat Eiser yang merangkak ke atas tubuhnya. Dari pada melakukan malam pertama, ini lebih tepat disebut pemaksaan.

Seketika Kayana teringat kejadian malam itu. Air mata itu seketika meluncur deras. Terutama saat Eiser berhasil melakukan penyatuan, dan saat itulah kehancuran dirinya dimulai.

Yang dikatakan Eiser benar. Daripada meminta hak, ini lebih pantas disebut menyiksa, atau membuat menderita. Rupanya pria itu tidak main-main dengan ucapannya.

Alih-alih melakukannya dengan lembut. Eiser justru melakukannya secara kasar. Kayana sampai tidak bisa bangun setelahnya. Tulang rusuknya serasa patah, seolah terlepas dari persendiannya.

Lalu Eiser, pria itu justru terlihat baik-baik saja. Tidak kelihatan lelah sedikitpun bahkan nampak begitu puas. Ia tersenyum miring, memandang istrinya lalu berkata.

"Ini masih permulaan, kamu akan merasakan sesuatu yang lebih menyakitkan dari ini. Camkan itu baik-baik."

Kayana terpejam, secara otomatis air mata yang ia tahan berlelehan. Dan setelah melakukan hal keji berkedok malam pertama itu, Eiser pergi begitu saja meninggalkan Kayana dalam kondisi terkulai tak berdaya di atas ranjang.

Satu Minggu setelah kejadian itu. Eiser tidak menampakkan batang hidungnya di hadapan Kayana. Ia memang telah diboyong ke rumah pribadi milik lelaki itu. Namun, nyaris satu bulan berlalu, pria itu belum juga kembali.

Awalnya Kayana tidak peduli ke mana suaminya itu pergi. Toh selama ini dirinya tidak dianggap istri. Malah bagus kalau pria itu tidak ada di rumah. Namun, sebuah pesan masuk yang mengabarkan kalau Eiser tengah bersama Ivana kembali mengorek luka lama.

[Aku tengah bersama Ivana, jangan menggangguku, atau kamu akan terima akibatnya]

Sesak, tentu saja. Kayana merasa seperti tidak bisa bernapas berhari-hari. Seolah ada batu besar yang menghimpit dada. Menindih organ pernapasan. Rasa sakit itu bahkan menembus ke jantung.

Kayana pikir ini wajar. Mereka adalah suami istri. Dan hanya istri gila yang merasa baik-baik saja bila mengetahui sang suami sedang bersama wanita lain. Namun, sekali lagi Kayana ditampar kenyataan, bahwa Eiser tak menginginkannya.

Kayana menghembuskan napas berkali-kali. Untuk kesekian kalinya ia harus merelakan masakannya berakhir di dalam tong sampah. Ia memang sengaja memasak untuk jaga-jaga kalau suaminya pulang.

Apapun yang terjadi, Kayana akan tetap menjadi istri yang baik. Tetapi, sepertinya itu semua sia-sia.

"Sebaiknya aku pergi." Kayana mulai sadar. Kalau ia terlalu lama berdiam diri di rumah. Ia bukanlah wanita pengangguran. Kayana memiliki toko bunga yang cukup besar, dan sudah saatnya berkunjung ke sana.

Tidak butuh waktu lama untuk menyulap penampilannya menjadi wanita karir. Kayana terlihat cantik dengan balutan kemeja putih yang dimasukkan ke dalam celana bahan panjang. Rambutnya yang terurai panjang, diikat ke belakang.

Kayana berjalan dengan pelan menuruni anak tangga. Dan begitu sampai di anak tangga paling bawah, langkahnya terhenti saat melihat sosok yang baru saja datang.

"Kamu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status