Kayana pikir, menikahi pria yang ia kenal akan membawa kebahagiaan dalam pernikahan. Namun, bukannya membuatnya bahagia. Eiser justru membuat Kayana menderita. Tanpa ia ketahui, pria itu datang dengan sejuta dendam yang membara. Membuat Kayana menderita adalah tujuan awal pernikahannya. Seolah tak cukup membawa nasib buruk. Eiser juga menjadikannya tawanan, membelenggunya dengan dendam yang tak berkesudahan. Akankah Kayana menemukan kebahagiaannya? Bagaimana nasib pernikahan keduanya?
View MoreBABY SITTER PLUS-PLUS
Bab 1
"Ayu, Mama pulang, Sayang!" teriak Mila sepulang dari luar kota. Suasana rumah hening, tak ada suara yang terdengar di telinganya. Padahal, ini hari minggu, Hendra pun libur ngantor.
Diletakkannya koper yang berisikan pakaian kotor, Mbok Asih juga nggak muncul-muncul, biasanya dengar suara Mila yang melengking ia sontak berlari meskipun dalam keadaan sesibuk apapun. Sebab, ia tahu bahwa majikannya ini cerewet.
Mila rebahkan tubuhnya di atas sofa dan sembari melepaskan lelah diambilnya remote televisi. Kemudian, ia nyalakan benda pipih yang berukuran 32 inchi itu sembari menunggu mereka datang.
***
"Ayu senang hari ini, Sayang?" tanya Hendra ketika ia masuk.
"Senang, Pah, terima kasih, ya," sahut Ayu.
Mila yang mendengar suara datang dari luar pun bangkit mengejutkan mereka.
"Nah kan, piknik nggak ajak Mama," ucap Mila sembari menyilangkan kedua tangannya di atas dada.
"Mama ...." Ayu pun turun dari gendongan papanya. Ia sangat antusias sekali berlari mengecup Mila.
"Kalian dari mana?" tanya Mila pada Hendra. Wajah Hendra sedari tadi membeku, ketika melihat istrinya pulang dari luar kota tanpa bilang-bilang.
Tidak lama kemudian, datanglah baby sitter yang dibayar oleh Mila empat juta rupiah setiap bulannya hanya untuk merawat anaknya, Ayu. Nama wanita itu Tini, baru dua bulan ia bekerja sebagai baby sitter. Ini dilakukannya semenjak sering ditugaskan di luar kota. Mila kasihan jika membebankan Mbok Asih kerja merangkap sebagai baby sitter juga.
Mila mengernyitkan dahinya, ketika melihat pakaian yang dikenakan Tini terlihat seksi dan agak kurang pantas dikenakan oleh seorang pengurus anak.
"Tini, apa-apaan kamu kenapa pakaianmu seperti itu?" tanya Mila kesal. Ia menatap Tini tajam tak lepas dari sorotan matanya.
"Maaf, Bu. Tadi saya ...." Ucapan Tini terputus.
"Ganti baju, Tin. Dari tadi saya juga risih, mau bilang ketika di mobil, hanya saja sudah terlanjur kau kenakan," pungkas Hendra. Kemudian, Hendra menghampiri istrinya, Mila.
Tini pun melangkah ke kamarnya untuk mengganti pakaian yang ia kenakan itu. Rok mini atasan baju kurang bahan yang ia kenakan, memang tidak cocok dipakai untuk seorang wanita single di hadapan laki-laki yang sudah berkeluarga.
"Mah, kamu pulang nggak bilang-bilang, kan kita jadi nggak ada di rumah," ujar Hendra.
"Kalian dari mana?" tanya Mila menyelidik, netranya merah padam tapi tidak ia tunjukkan kemarahannya.
"Kami hanya dari taman, main sebentar, Mah," sahut Hendra.
"Ayu, memang kamu dari taman?" tanya Mila tidak percaya pada suaminya.
"Iya taman bunga, Mah. Bagus deh," sahut Ayu.
"Tuh kan, nggak percayaan amat si sama suami," celetuk Hendra.
"Mbok Asih ke mana?" tanya Mila masih belum menerima alasan dari suaminya.
"Mbok Asih mudik, makanya kami ajak Ayu jalan-jalan," sahut Hendra.
Mila pun kembali ke kamar, tubuhnya sudah cukup lengket. Sebab, sepulang dari luar kota, ia belum mandi. Dilepaskannya pakaian yang ia kenakan lalu bergegas menuju toilet.
Sedang asik mandi dengan shower, tiba-tiba ia melihat di sudut tempat sampah, sebuah alat kontr*sepsi. Kemudian, Mila memungutnya sembari memakai handuk. Ia selidiki dengan teliti dengan menautkan kedua alisnya. Lalu, ia menghela napas dalam-dalam, dan mengelus dadanya.
'Aku berjanji, akan membuka semuanya dengan tangan ini, Mas. Aku yakin ada sesuatu yang terjadi di balik profesinya Tini, pastinya sebagai baby sitter plus-plus,' gumam Mila dalam hati.
***
"Mah, Mama udah mandi, wanginya," celetuk gadis berusia 5 tahun itu."Ayu, mama mau tanya, kamu memang tadi ke mana?" tanya Mila penasaran. Ia bertanya dengan suara bisik-bisik.
"Kami dari taman, dari kemarin, Mah," sahutnya.
Anak kecil itu belum tahu tempat apa yang dikunjunginya. Mungkin Hendra telah mencuci otaknya, bahwa itu adalah taman.
"Tamannya seperti apa?" tanya Mila semakin menggebu-gebu.
"Tamannya kayak rumah, tapi banyak bunganya di kasur Papa dan Kakak Tini," ucap Ayu dengan polosnya. Darah Mila bergemuruh, ia tampak dipatahkan hatinya oleh Hendra.
"Jadi kalian satu kamar?" tanya Mila dengan emosi yang sudah meledak-ledak.
"Iya, Mah, kami nginep semalam, baru pulang tadi," jawab Ayu.
Mila duduk tersungkur di sofa. Ia meremas sofa yang dibelinya 3 bulan lalu, sofa itu sobek ketika remasan Mila disertai emosi yang berapi-api.
'Baby sitter itu sungguh tak tahu diri, sebaiknya aku pura-pura tak mengetahui kebusukan mereka, akan aku beritahu pada keluarga besarnya, agar Mas Hendra ditendang dari keluarga Haris Sudirja,' gumam Mila dalam hati.
_____
Gerakan kaki Kayana begitu cepat menuruni anak tangga. Di belakangnya, Eiser mengekor dengan langkah yang tak kalah cepat. "Biar aku yang buka pintu. Kamu urus kekasihmu itu." Yang dikatakan Kayana ada benarnya. Ia harus memberitahu Ivana agar tidak bersuara atau melakukan sesuatu yang dapat memicu perhatian ibunya. Sebab kalau sampai wanita yang telah melahirkannya itu tahu Ivana berada di sini. Entah seberapa besar murka yang dikeluarkannya. Pintu utama dibuka, wanita paruh baya dengan gaun berwarna gelap berdiri dengan senyum elegannya. "Mama," ucap Kayana. "Halo, Sayang." Lusi memberi pelukan pada sang menantu yang disambut hal yang sama oleh Kayana. "Kenapa tidak memberitahu kalau ingin datang?" Tidak biasanya, ibu mertuanya ini datang secara tiba-tiba. "Mama ada kunjungan ke toko roti, jadi Mama sekalian mampir." Kayana hampir lupa, kalau ibu mertuanya ini mengelola toko roti yang terkenal memiliki cabang di beberapa daerah. "Ini ada oleh-oleh buat kamu." Lusi menyodorka
"Apa terjadi sesuatu?" Eiser sungguh penasaran, apa yang membuat wanita yang menjalin kisah asmara dengannya selama lima tahun itu dirundung kecemasan. "Papa masuk rumah sakit, penyakitnya kambuh dan dia harus melakukan kemoterapi, kamu tahu sendiri 'kan butuh biaya khusus untuk itu," ucap wanita berambut panjang dengan kaca-kaca di sudut mata. Semenjak berhenti dari dunia permodelan, Ivana memang tidak bisa lagi menghasilkan uang. "Kamu tenang saja, katakan di mana rumah sakitnya, aku akan mengirim orang untuk menyelesaikan semuanya." "Tidak, Eiser. Aku tidak mau merepotkanmu." Kening Eiser mengkerut. "Lalu kamu mau bagaimana?" "Berikan saja uangnya padaku. Nanti aku akan mengirimkan pada Mama. Biar mama yang urus semuanya." "Begitu?" "Ya." "Sebutkan nominalnya." "Seratus juta." Eiser cukup terkejut mendengarnya, tetapi ia masih bisa mengendalikan eskpresinya agar tak terbaca oleh lawan bicaranya. Eiser setenang air danau, namun siapa tahu di dalam hatinya bergejolak. "Bai
Andai Kayana sungguh mengatakan itu. Eiser mungkin akan betul-betul murka kepadanya. Dan Kayana tidak menginginkan itu terjadi. Berhadapan dengan Eiser seperti sekarang ini saja sudah seperti mimpi buruk, apalagi kalau mendengar cacian yang terlontar dari bibir pria itu, lebih baik Kayana lenyap dari muka bumi saja. "Aku tanya kamu dari mana?" Kayana memutar bola mata malas. "Dari luar," jawab Kayana ketus. Ia termundur ke belakang karena Eiser mendorongnya, sampai punggung membentur lemari pendingin lalu mengurungnya dengan kedua tangan. "Kamu tidak tahu adab dan sopan santun berbicara dengan suami.""Aku hanya mempraktekkan apa yang kamu ajarkan." Eiser mendelik. "Jadi ini rupa aslimu." "Sejak dulu aku memang seperti ini." Eiser terdiam dengan sorot mata yang merah padam. Ia sungguh benar-benar murka terhadap wanita dihadapannya saat ini. Tetapi, ia masih bisa menahannya. Tujuannya untuk pulang bukanlah ini. "Aku dengar Freeya kemari? Apa yang kamu bicarakan dengannya?" "Men
[Apa kamu punya waktu?] Pesan masuk di ponsel Kayana membuat wanita itu terdiam. Nomor tanpa nama membuatnya bertanya-tanya. "Siapa, Kak?" Tapi pertanyaan itu justru muncul dari bibir Freeya. "Bukan siapa-siapa." Kayana meletakkan kembali ponsel pada tempat semula kemudian menyesap sisa kopinya. Namun, seolah tidak membiarkan Kayana tenang, pesan berikutnya muncul. Ia melirik sekilas. Tanpa dibuka pun Kayana bisa melihat isinya. [Luangkan waktumu. Kamu perlu mengganti rugi] Mata Kayana terpejam seketika. Rasa-rasanya ia tahu siapa pengirimnya. Pria yang kemarin. Kayana meraih ponsel, ia perlu memberi konfirmasi. Jari jemari lentik itu mulai menari di atas layar. [Aku tengah bekerja] Kayana sengaja memberi kabar palsu. Untuk saat ini dirinya memang ingin sekali bersantai, mumpung ada Freeya yang menemani. [Jangan menipuku. Aku berada di toko bunga milikmu. Tapi kamu tidak ada di tempat] Sekali lagi mata Kayana terpejam. Sama sekali tidak ia duga jika pria itu tengah berada di
Kayana terkesiap, ia memutar tubuh ke belakang. Dan menegang seketika melihat sosok adik ipar tak jauh darinya. Kayana berpikir, bagaimana bisa adik iparnya ini muncul tanpa suara. "Freeya. Kapan kamu sampai?" "Baru saja, Kak Kay sedang apa? Kenapa sembunyi-sembunyi seperti itu?" Freeya yang penasaran, segera menghampiri sang kakak ipar. Ini tidak bisa dibiarkan. Bisa-bisa Freeya melihat keberadaan Ivana dan itu akan menjadi masalah besar. Gegas Kayana menahan langkah adiknya itu, mengiringinya menuju ke ruang tengah. "Ayo kita ke sana saja," ajak Kayana. "Tapi, Kak. Aku pengen lihat Kak Kay lihatin apa tadi." "Gak ada apa-apa kok. Ayo kita ke kamar saja." Yang Kayana takutkan adalah Ivana tiba-tiba muncul karena wanita itu pasti juga tidak mengetahui kedatangan Freeya. Jadi Kayana membawa gadis itu untuk masuk ke dalam kamarnya. "Astaga, kamar macam apa ini?" Ini pertama kali Freeya masuk kamar Kayana. Dan ia cukup terkejut dengan dekorasi kamar Kayana yang menurutnya membosa
Suara petir menyadarkan Kayana atas perbuatannya. Ia menjatuhkan benda di tangannya ke lantai. Apa yang sedang ia pikirkan? Mengakhiri hidupnya sendiri dengan cara seperti ini, hanya akan membuat Ivana merasa di atas awan. Kayana menggeleng pelan. Kalau sampai dirinya bertindak demikian, lalu apa bedanya dengan Ivana? Dirinya tidak bodoh, hanya saja terlalu naif berharap Eiser akan mencintai dirinya. Kayana sadar, bahwa dirinyalah yang menjadi orang ketiga dalam hubungan mereka. Namun, jika Tuhan tidak berkehendak. Pernikahan itu tidak akan terjadi. Buktinya sudah jelas, kalau dirinya dan Eiser ditakdirkan bersama meski tidak ada cinta. Guyuran air hujan membuat tubuh Kayana menggigil. Berendam air hangat mungkin akan membuatnya sedikit membaik. Dan benar saja, usai berendam. Kayana langsung tertidur pulas begitu saja. Daging yang kemarin ia beli, tidak jadi dibuat steak. Kayana sengaja bangun pagi-pagi untuk memasak dan mengerjakan semua pekerjaan rumah selagi penghuni lain dalam
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments