Home / Romansa / Belenggu Dendam Suamiku / Bab 3. Masih Ingat Pulang?

Share

Bab 3. Masih Ingat Pulang?

last update Last Updated: 2023-06-13 11:20:51

Kayana tertegun melihat pria yang berdiri tak jauh darinya. Selain aura yang menakutkan, tatapan yang tak pernah berubah sejak kejadian malam pertama membuat Kayana merasa kerdil saat berhadapan dengan suaminya ini.

Terlebih ketika pria itu mulai mendekat seperti sekarang, rasa-rasanya Kayana ingin enyah saja dari dunia. Namun, ketakutan itu tak beralasan karena Eiser rupanya hanya melewati dirinya saja.

Hembusan napas kasar terdengar. Bolehkah Kayana merasa lega sekarang? Tidak, karena sepertinya Eiser tidak akan membiarkan Kayana begitu saja, pria itu membalik diri lalu menatap punggung Kayana.

"Kenapa kamu masih di situ? cepat siapkan air mandi. Istri macam apa kamu ini!"

Kayana refleks membalik diri. Ia memandang sang suami dengan kening berkerut. Bukankah kata-kata itu lebih cocok untuk Eiser. Suami macam apa yang meninggalkan istrinya sendirian selama satu bulan tanpa kabar?

"Oh, masih ingat pulang? Maaf, aku pikir kamu tidak akan pulang." Entah keberanian dari mana, Kayana berani menjawab ucapan Eiser, bahkan memberi penekanan di dua kalimat terakhirnya.

Eiser mendelik. Kayana menghela napas. Dan sebelum Eiser menumpahkan api amarahnya, Kayana segera berjalan menyusul Eiser, berniat pergi ke kamar untuk melakukan apa yang suaminya perintahkan.

Akan tetapi, Eiser malah menahan tangannya. Mendorongnya, lalu menekan tubuhnya sampai pinggang membentur pembatas tangga.

"Arrggghh!" pekik Kayana karena rasa sakit yang mendera.

"Mau ke mana kamu berpakaian rapi begini, hmmm?"

"Kamu tidak lupa kalau aku bukan pengangguran, Eiser. Aku mau pergi bekerja."

"Oh, ya? Mana mungkin aku lupa kalau kamu pemilik sebuah toko bunga yang cukup besar, memiliki banyak pelanggan dan juga banyak cabang di penjuru kota ini. Mana mungkin aku lupa kalau kamu hidup senang sementara kekasihku menderita."

Kayana memejamkan mata. Mencoba menetralisir rasa yang berkecamuk di dada. Masih saja suaminya menyalahkan dirinya soal itu. "Aku bisa seperti ini karena usahaku sendiri, Eiser. Aku tidak pernah menjatuhkan orang lain untuk bisa sampai ke titik ini."

"Apa kau bilang? Lalu bagaimana dengan Ivana. Dia adalah seorang model. Dan sekarang dia cacat karena kamu. Tapi kamu masih bisa bersenang-senang di atas penderitaan dia. Aku tidak akan membiarkan kamu lebih bahagia dari Ivana."

"Lalu aku harus bagaimana, Eiser? Aku sudah mencoba menebus kesalahan aku seperti yang kamu inginkan, tapi kamu malah mencegahnya. Kemudian kamu bilang ingin membalasku dengan cara kamu sendiri. Tapi kamu malah tidak pulang selama satu bulan. Aku rasa itu bukan kesalahan aku, Eiser. Lagipula, harusnya kekasih kamu itu lebih bisa berpikir jernih, kalau apa yang dia lakukan akan merugikan dirinya sendiri. Bukan malah melimpahkan kesalahan padaku!"

"Sialan! Beraninya kamu menyalahkan kekasihku!" Eiser menarik rambut istrinya. Membuatnya mendongak. Satu tangan lainnya masuk ke dalam saku jas. Lalu keluar dengan sebuah ponsel di tangan. "Lihat ini. Sehari sebelum pernikahan, kamu mendatangi Ivana dan mengancam dia. Iya 'kan?"

Kayana menatap gambar di layar. Tuduhan macam apalagi ini? Entah Eiser mendapatkan gambar itu dari mana. Tetapi, seingatnya. Ia memang bertemu dengan Ivana dua hari sebelum hari H. Namun, bukan dirinya yang menemui Ivana, melainkan sebaliknya.

"Itu tidak seperti yang kamu pikirkan, Eiser. Tapi ...." Kayana menjeda kalimatnya sebentar. "Menjelaskan apapun juga percuma. Kamu lebih percaya foto itu dari pada aku 'kan, Eiser?"

"Sialan!"

"Lepaskan aku, Eiser. Sakit!" Kayana mencoba melepas cengkeraman tangan Eiser dari rambutnya, namun karena tenaganya tak lebih kuat, maka itu hanya sia-sia saja.

Eiser menarik Kayana naik ke atas tangga. Memasuki kamar lalu mendorongnya hingga wanita itu tersungkur ke atas kasur. Kayana menoleh ke belakang. Manik indahnya membulat melihat apa yang dilakukan Eiser.

Eiser menarik dasi, lalu membuka kancing kemeja. Dalam hitungan detik, pakaian yang membalut tubuh Eiser terjatuh ke bawah. Ia jelas tahu apa yang akan dilakukan pria bergelar suami itu.

"Jika Ivana tidak bahagia, maka kamu juga tidak boleh bahagia."

Kayana mundur. Sekuat apapun ia mempertahankan pakaiannya. Tetap saja Eiser bisa membuatnya terlepas dari tubuh Kayana yang langsung menutup tubuh polosnya dengan selimut.

Eiser menyeringai. Terlebih saat melihat air mata yang berlinang dari pipi sang istri.

"Sekarang terima hukumanmu."

Kayana memejamkan mata pasrah. Namun, dering ponsel yang terdengar menghentikan gerakan Eiser. Suara itu berasal dari tas milik Kayana. Awalnya Eiser ingin mengabaikannya, tetapi karena terus saja bersuara, Eiser jadi kesal karenanya.

"Sial, siapa yang berani menggangguku!"

Dengan kesal Eiser bergerak turun. Memungut tas milik istrinya dan tanpa izin mengambil ponsel lalu menjawabnya.

"Halo!"

"Halo, Kak. Kakak di rumah? Kak Kay ke mana? Kenapa Kakak yang jawab telepon Kak Kay?" Freeya adik Eiser bertanya dari seberang sana. Hembusan napas lega terdengar dari bibir Kayana, sepertinya ia harus berterimakasih kepada si penelpon.

"Ada apa menelpon?"

"Aku mau bicara sama Kak Kay. Ada pesan dari Mommy."

Eiser mencuri lirik ke arah kasur sebentar lalu menjawab. "Kakakmu sedang sakit. Jadi tidak bisa, katakan saja pesannya padaku. Biar aku sampaikan."

"Ya, baiklah. Jadi begini ...."

Melihat sang suami yang tengah sibuk dengan panggilan. Kesempatan itu digunakan Kayana untuk memungut dan memakai kembali pakaiannya. Ia lantas berjalan ke arah kamar mandi. Menyiapkan air yang diminta sang suami.

Dan ketika ia keluar, percakapan Eiser telah selesai. Takut-takut Kayana berucap. "Air mandinya sudah aku siapkan."

Eiser mendecak, padahal ia ingin sekali menyiksa Kayana. Tapi gara-gara panggilan itu ia jadi tidak berselera. "Kau boleh pergi. Tapi tidak keluar dari rumah ini."

Kayana memandang sang suami.

"Kau tidak dengar?" sentak Eiser karena istrinya tidak menjawab.

"Ya, baiklah." Kayana enggan berdebat.

"Kalau begitu siapkan aku makanan." Eiser berlalu begitu saja dari hadapan Kayana. Napas berhembus kasar. Syukurlah kali ini Kayana lolos dari Eiser. Ia langsung memungut benda pipih yang ditinggalkan Eiser di atas kasur untuk melihat sang pemanggil yang ternyata adalah adik ipar.

Untungnya, makanan yang tadi masih ia simpan. Hanya tinggal dihangatkan dan disusun ulang agar Eiser tidak curiga kalau itu masakan tadi pagi. Ini pertama kalinya Eiser makan di rumah.

Dengan teliti Kayana memeriksa setiap detailnya. Jangan sampai ada yang tertinggal atau dirinya akan berakhir di ranjang penyiksaan. Derap langkah kaki terdengar. Kayana menoleh ke arah sumber suara.

Rupanya Eiser telah selesai mandi dan turun untuk sarapan. Sialnya, pria itu malah mengenakan jubah mandi. Kayana menunduk saat Eiser duduk di kursi utama.

"Silakan dimakan."

"Duduk," perintah Eiser.

"Apa?"

"Kau tuli? Aku bilang duduk!" Tak banyak bicara, Kayana hendak duduk tetapi Eiser malah menarik tangannya hingga terjatuh di pangkuan Eiser.

"Eiser, apa yang kamu lakukan?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Belenggu Dendam Suamiku    Bab 16. Obsesi

    Gerakan kaki Kayana begitu cepat menuruni anak tangga. Di belakangnya, Eiser mengekor dengan langkah yang tak kalah cepat. "Biar aku yang buka pintu. Kamu urus kekasihmu itu." Yang dikatakan Kayana ada benarnya. Ia harus memberitahu Ivana agar tidak bersuara atau melakukan sesuatu yang dapat memicu perhatian ibunya. Sebab kalau sampai wanita yang telah melahirkannya itu tahu Ivana berada di sini. Entah seberapa besar murka yang dikeluarkannya. Pintu utama dibuka, wanita paruh baya dengan gaun berwarna gelap berdiri dengan senyum elegannya. "Mama," ucap Kayana. "Halo, Sayang." Lusi memberi pelukan pada sang menantu yang disambut hal yang sama oleh Kayana. "Kenapa tidak memberitahu kalau ingin datang?" Tidak biasanya, ibu mertuanya ini datang secara tiba-tiba. "Mama ada kunjungan ke toko roti, jadi Mama sekalian mampir." Kayana hampir lupa, kalau ibu mertuanya ini mengelola toko roti yang terkenal memiliki cabang di beberapa daerah. "Ini ada oleh-oleh buat kamu." Lusi menyodorka

  • Belenggu Dendam Suamiku    Bab 15. Ular Berbisa

    "Apa terjadi sesuatu?" Eiser sungguh penasaran, apa yang membuat wanita yang menjalin kisah asmara dengannya selama lima tahun itu dirundung kecemasan. "Papa masuk rumah sakit, penyakitnya kambuh dan dia harus melakukan kemoterapi, kamu tahu sendiri 'kan butuh biaya khusus untuk itu," ucap wanita berambut panjang dengan kaca-kaca di sudut mata. Semenjak berhenti dari dunia permodelan, Ivana memang tidak bisa lagi menghasilkan uang. "Kamu tenang saja, katakan di mana rumah sakitnya, aku akan mengirim orang untuk menyelesaikan semuanya." "Tidak, Eiser. Aku tidak mau merepotkanmu." Kening Eiser mengkerut. "Lalu kamu mau bagaimana?" "Berikan saja uangnya padaku. Nanti aku akan mengirimkan pada Mama. Biar mama yang urus semuanya." "Begitu?" "Ya." "Sebutkan nominalnya." "Seratus juta." Eiser cukup terkejut mendengarnya, tetapi ia masih bisa mengendalikan eskpresinya agar tak terbaca oleh lawan bicaranya. Eiser setenang air danau, namun siapa tahu di dalam hatinya bergejolak. "Bai

  • Belenggu Dendam Suamiku    Bab 14. Cara Baru

    Andai Kayana sungguh mengatakan itu. Eiser mungkin akan betul-betul murka kepadanya. Dan Kayana tidak menginginkan itu terjadi. Berhadapan dengan Eiser seperti sekarang ini saja sudah seperti mimpi buruk, apalagi kalau mendengar cacian yang terlontar dari bibir pria itu, lebih baik Kayana lenyap dari muka bumi saja. "Aku tanya kamu dari mana?" Kayana memutar bola mata malas. "Dari luar," jawab Kayana ketus. Ia termundur ke belakang karena Eiser mendorongnya, sampai punggung membentur lemari pendingin lalu mengurungnya dengan kedua tangan. "Kamu tidak tahu adab dan sopan santun berbicara dengan suami.""Aku hanya mempraktekkan apa yang kamu ajarkan." Eiser mendelik. "Jadi ini rupa aslimu." "Sejak dulu aku memang seperti ini." Eiser terdiam dengan sorot mata yang merah padam. Ia sungguh benar-benar murka terhadap wanita dihadapannya saat ini. Tetapi, ia masih bisa menahannya. Tujuannya untuk pulang bukanlah ini. "Aku dengar Freeya kemari? Apa yang kamu bicarakan dengannya?" "Men

  • Belenggu Dendam Suamiku    Bab 13. Iblis Berwajah Malaikat

    [Apa kamu punya waktu?] Pesan masuk di ponsel Kayana membuat wanita itu terdiam. Nomor tanpa nama membuatnya bertanya-tanya. "Siapa, Kak?" Tapi pertanyaan itu justru muncul dari bibir Freeya. "Bukan siapa-siapa." Kayana meletakkan kembali ponsel pada tempat semula kemudian menyesap sisa kopinya. Namun, seolah tidak membiarkan Kayana tenang, pesan berikutnya muncul. Ia melirik sekilas. Tanpa dibuka pun Kayana bisa melihat isinya. [Luangkan waktumu. Kamu perlu mengganti rugi] Mata Kayana terpejam seketika. Rasa-rasanya ia tahu siapa pengirimnya. Pria yang kemarin. Kayana meraih ponsel, ia perlu memberi konfirmasi. Jari jemari lentik itu mulai menari di atas layar. [Aku tengah bekerja] Kayana sengaja memberi kabar palsu. Untuk saat ini dirinya memang ingin sekali bersantai, mumpung ada Freeya yang menemani. [Jangan menipuku. Aku berada di toko bunga milikmu. Tapi kamu tidak ada di tempat] Sekali lagi mata Kayana terpejam. Sama sekali tidak ia duga jika pria itu tengah berada di

  • Belenggu Dendam Suamiku    Bab 12. Tentang Ivana

    Kayana terkesiap, ia memutar tubuh ke belakang. Dan menegang seketika melihat sosok adik ipar tak jauh darinya. Kayana berpikir, bagaimana bisa adik iparnya ini muncul tanpa suara. "Freeya. Kapan kamu sampai?" "Baru saja, Kak Kay sedang apa? Kenapa sembunyi-sembunyi seperti itu?" Freeya yang penasaran, segera menghampiri sang kakak ipar. Ini tidak bisa dibiarkan. Bisa-bisa Freeya melihat keberadaan Ivana dan itu akan menjadi masalah besar. Gegas Kayana menahan langkah adiknya itu, mengiringinya menuju ke ruang tengah. "Ayo kita ke sana saja," ajak Kayana. "Tapi, Kak. Aku pengen lihat Kak Kay lihatin apa tadi." "Gak ada apa-apa kok. Ayo kita ke kamar saja." Yang Kayana takutkan adalah Ivana tiba-tiba muncul karena wanita itu pasti juga tidak mengetahui kedatangan Freeya. Jadi Kayana membawa gadis itu untuk masuk ke dalam kamarnya. "Astaga, kamar macam apa ini?" Ini pertama kali Freeya masuk kamar Kayana. Dan ia cukup terkejut dengan dekorasi kamar Kayana yang menurutnya membosa

  • Belenggu Dendam Suamiku    Bab 11. Kedatangan Tuan Besar

    Suara petir menyadarkan Kayana atas perbuatannya. Ia menjatuhkan benda di tangannya ke lantai. Apa yang sedang ia pikirkan? Mengakhiri hidupnya sendiri dengan cara seperti ini, hanya akan membuat Ivana merasa di atas awan. Kayana menggeleng pelan. Kalau sampai dirinya bertindak demikian, lalu apa bedanya dengan Ivana? Dirinya tidak bodoh, hanya saja terlalu naif berharap Eiser akan mencintai dirinya. Kayana sadar, bahwa dirinyalah yang menjadi orang ketiga dalam hubungan mereka. Namun, jika Tuhan tidak berkehendak. Pernikahan itu tidak akan terjadi. Buktinya sudah jelas, kalau dirinya dan Eiser ditakdirkan bersama meski tidak ada cinta. Guyuran air hujan membuat tubuh Kayana menggigil. Berendam air hangat mungkin akan membuatnya sedikit membaik. Dan benar saja, usai berendam. Kayana langsung tertidur pulas begitu saja. Daging yang kemarin ia beli, tidak jadi dibuat steak. Kayana sengaja bangun pagi-pagi untuk memasak dan mengerjakan semua pekerjaan rumah selagi penghuni lain dalam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status