Home / Romansa / Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan / Permainan Gila Pembawa Sial

Share

Permainan Gila Pembawa Sial

Author: Suhadii90
last update Last Updated: 2025-01-20 00:11:45

Neuro tahu persis apa arti dari kata-kata itu. Ia tidak perlu penjelasan lebih lanjut. Dengan gerakan yang penuh naluri, ia menyingkap rok wanita itu, membiarkan kain itu melayang ke udara sebelum mendarat entah di mana.

Namun, ketika ia hendak menanggalkan pakaian itu sepenuhnya, tangannya dihentikan oleh jemari lentik wanita itu.

“Lakukan seperti ini saja. Aku… sudah tidak tahan,” ucapnya, dengan nada lembut yang penuh getaran, seperti alunan biola yang menyayat hati.

Neuro mendesah, setengah kecewa, setengah terpesona. Ia menginginkan lebih, tetapi ia tidak ingin merusak suasana panas yang kini seperti bara api yang membakar di antara mereka.

Ia menurut, membiarkan dirinya menjelajah, membiarkan tubuhnya mencari tempat di mana ia bisa menambatkan seluruh hasrat yang telah lama ia tahan.

Ketika akhirnya ia menemukan tempat berlabuh, Neuro menggeram rendah, suara yang dalam dan penuh gairah.

Gadis di bawahnya memekik pelan, suaranya seperti simfoni malam yang hanya bisa dinikmati sekali dalam seumur hidup.

“Luar biasa…” pikir Neuro. Tubuh wanita ini, meskipun ia tahu ia bukan yang pertama, terasa begitu sempit, begitu pas, seperti diciptakan hanya untuknya.

Sensasinya menggigit dan memeluk, membuat setiap saraf di tubuhnya seolah tersengat listrik.

Ia mulai bergerak, perlahan pada awalnya, menciptakan ritme yang menenangkan namun menggoda, sebelum akhirnya mempercepat langkahnya.

Desahan dan erangan mereka berpadu, memenuhi kamar dengan melodi panas yang tidak bisa diabaikan.

Keringat mulai mengalir di sepanjang tubuh Neuro, mengilap dalam cahaya remang-remang, sementara pikirannya sepenuhnya dikuasai oleh kenikmatan yang membara.

Ini bukan pertama kalinya ia bercinta, tapi malam ini terasa berbeda. Ada sesuatu yang magis, sesuatu yang membuat tubuhnya terasa lebih hidup daripada sebelumnya.

Ia merasa tenggelam dalam lautan hasrat, terhipnotis oleh tubuh wanita ini yang seolah memiliki kendali penuh atas dirinya.

Ketika akhirnya mereka mencapai puncak, Neuro menggeram dalam-dalam, suaranya berat dan penuh kepuasan.

Gadis di bawahnya menjerit, jeritan yang lebih nyaring daripada sebelumnya, penuh intensitas dan pelepasan yang sempurna.

Namun, ketika Neuro mengira semuanya telah selesai, ketika ia memindahkan tubuhnya ke samping dan merasa dirinya melayang di atas awan kenikmatan, wanita itu melakukan sesuatu yang mengejutkan.

Wanita itu bangkit, tubuhnya yang indah dan mempesona kini berada di atas Neuro, seperti ratu yang siap menuntut takhta. Mata Neuro terbelalak, terkejut oleh keberaniannya. Bibir wanita itu mendekat ke telinganya, napasnya hangat, hampir seperti belaian.

“Mau ronde kedua?” bisiknya, suaranya seperti madu yang menetes, menggoda dan memikat.

**

Alisha mengerang pelan, rasa sakit merayapi tubuhnya seperti bekas luka yang belum sembuh sepenuhnya.

Setiap otot terasa tegang, setiap sendi seolah berteriak. Ia mengerjapkan mata yang masih berat, lalu mendapati dirinya menatap langit-langit kamar yang asing.

Desain atap itu—berpola ukiran klasik dengan warna keemasan yang mewah—jauh berbeda dari kamarnya yang sederhana.

Keningnya berkerut saat ia mencoba memahami situasinya. Napasnya tertahan ketika ia menoleh ke sekeliling kamar.

Tirai satin merah menjuntai anggun di dekat jendela, sementara cahaya matahari siang menembus sela-sela, memantulkan kehangatan yang terasa begitu kontras dengan dinginnya rasa bersalah yang perlahan menyelimutinya.

Ia bangkit dari tempat tidur, selimut satin bergeser, mengungkapkan tubuhnya yang... polos.

Tubuhnya tanpa sehelai benang pun, seperti kanvas kosong yang penuh tanda kemerahan—jejak-jejak yang mencolok di sepanjang kulitnya.

Alisha tercekat. Matanya membelalak, lalu ia menutupi dadanya dengan kedua tangan, seolah itu bisa menyembunyikan kenyataan yang terpampang jelas.

“Astaga... Apa-apaan ini?” gumamnya dengan suara nyaris tak terdengar, seakan takut kenyataan akan semakin nyata jika ia berbicara lebih keras.

Apa yang telah ia lakukan?

Tangannya meremas rambut kusutnya, mencoba meredam rasa panik yang perlahan mendominasi.

Napasnya terengah-engah ketika ia memandangi kamar yang kacau—seprai yang terpelintir, pakaian yang berserakan di lantai seperti serpihan ingatan yang berusaha ia rangkai.

Kepalanya berdenyut keras, tapi tidak ada jawaban yang muncul, hanya pertanyaan yang semakin menyesakkan.

“Apakah aku telah berselingkuh?”

Kengerian melintas di pikirannya, seperti badai yang tak berkesudahan. Samar-samar, ia mendengar suara air mengalir dari arah kamar mandi.

Shower itu berderai seperti hujan yang tidak diundang, menghantui kesadarannya.

Pria itu… Dia pasti di sana.

Alisha memejamkan mata erat-erat, tubuhnya gemetar. Bagaimana bisa ia melakukan hal semacam ini? Dengan siapa ia tidur semalam?

Bayangan buruk melintas di benaknya—bagaimana jika pria itu seseorang yang lebih tua, seorang maniak, atau bahkan lebih buruk… pria hidung belang yang entah membawa bahaya apa?

“Oh Tuhan…” desahnya, suaranya parau. Berapa banyak alkohol yang telah ia tenggak hingga ia kehilangan kendali seperti ini?

Hingga ingatannya kosong, dan kini ia terjebak dalam situasi yang tak ia pahami?

Pikirannya kacau, tetapi ia tahu satu hal: ia harus pergi dari sini. Ia tidak punya waktu untuk mengorek lebih dalam. Saat ini, yang penting adalah melarikan diri sebelum pria di kamar mandi itu keluar.

Matanya terpaku pada jam tangan di atas nakas. Pukul 1 siang. Alisha menelan ludah, dadanya berdebar keras. Semalam ia tidak pulang, tidak ada kabar.

Rean pasti mencarinya. Pikirannya terasa penuh dengan jerat, tetapi ia memaksa dirinya untuk bergerak.

Ia meraih dress yang tergeletak di lantai, tetapi duka baru menamparnya begitu ia mencoba mengenakannya.

Dress itu robek tidak karuan, seperti korban dari hasrat liar yang ia tak ingat telah terjadi. Alisha membeku, kedua tangannya mencengkeram kain itu dengan gemetar.

Ini gila. Semua ini terlalu gila.

Ketika suara shower berhenti tiba-tiba, jantung Alisha seolah berhenti. Ia harus pergi—sekarang, atau ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Dapatkan Uangnya dengan Cara Apa pun!

    Rean kembali ke tempatnya dengan langkah gontai. Ia segera menghampiri Gea yang tertunduk di kamar mereka.“Apa mereka benar-benar orang tuamu?” tanya Rean dengan ketus.Gea terlihat enggan menjawab, gadis itu semakin membuang wajah enggan bertatapan langsung dengan Rean.Rean merasa sangat gemas. Dia mulai menarik bahu Gea agar wajahnya menghadap langsung ke arah Gea.“Jawab!” bentak Rean kuat.Anggukan kepala yang diberikan oleh Gea membuat Rean seketika melempar tubuh itu kembali.Dia benar-benar kecewa karena Gea sama sekali tidak mendengarkan peringatannya.Bukankah sudah dia bilang jangan membuat keributan? Sekarang, Gea malah kembali mencoreng nama baik keluarga mereka.“Mama benar-benar kecewa Gea, pada kamu. Ibu dan Ayah kamu benar-benar membuat malu di sana! Seharusnya kamu mempermalukan Alisha tadi, bukan malah dia yang mempermalukanmu!”Riana ikut menimpali perdebatan mereka.Rean terperangah mendengar ucapan Riana. “Jadi, Mama juga ikut merencanakan ini?” tanya Rean tidak

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Ancaman dari Cipto

    Netra Gea melebar mendengar pernyataan yang diucapkan Cipto Kepalanya terasa sakit seketika, bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin Cipto tahu tentang hal yang ia lakukan pada Hendriawan?"Kau pikir Si Jana itu pintar menutup mulut? Dia itu jika sudah minum alkohol omongannya melantur ke mana-mana.”Gigi Gea bergemretak mendengar perkataan Cipto. Sial, seharusnya ia tidak meminta tolong pada rekan ayahnya untuk mendapatkan racun itu.la tidak tahu jika ayahnya masih berhubungan dengan para temannya setelah bebas dari penjara. Gea segera melipir ketakutan. Sekarang bagaimana? Jika Iblis ini tahu maka semua rencananya akan hancur berantakan.Riana tidak akan memaafkannya dan Rean pasti akan menceraikannya. Bagaimana sekarang? Apa dia akan diusir setelah ini? Tidak ia tidak mau, ia tidak mau kembali menjadi budak Cipto."Apa maumu?" Tanya Gea sinis. la harus tahu apa yang diinginkan Iblis yang mengaku ayahnya ini. la harus tahu kenapa Cipto membeberkan semua ini padanya."Apalagi aku mau u

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Hadiah Istimewa dari Gea

    Senyum Alisha segera ia tampilkan saat mendengar perkataan Gea. Wah, Gea sudah makin pintar dalam bersandiwara.Sedangkan Rean terlihat melebarkan matanya saat mendengar ucapan Gea. Sayang sekali mereka sedang berada di depan umum, jika tidak, Rean sudah membekap mulut Gea untuk berhenti."Jangan kira aku merebutnya, Kak Lisha sendiri yang memberikan suaminya untukku. Dia bilang pernikahannya jenuh, jadi Kak Lisha tidak tahan lalu melepas Kak Rean.“Dia bilang ingin mencari daun muda seperti pria di sebelahnya. Tapi, tolong jangan ada yang menghujatnya. Ini hari baik bagi kami, kami tidak ingin ada keributan.“Kak Lisha, tolong berikan sepatah dua patah kata untuk memberikan restu pada pernikahan kami juga untuk bayi yang berada dalam kandungan. Aku harap setelah ini tidak ada kesalahpahaman lagi tentang hubungan kami."Alisha segera melepaskan kaitan tangannya pada lengan Neuro mendengar tantangan yang dilontarkan Gea.Sejenak Neuro menahan tangan Alisha lalu menggeleng kecil, memint

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Ingin Berterimakasih

    Hari di mana pesta yang akan digelar Gea pun tiba. Tinggal beberapa jam lagi pesta itu akan dilangsungkan di kediaman Rean, tepatnya kediaman mereka dulu."Kau yakin akan datang ke sana?"Alisha menghela nafasnya panjang mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Jesselyn. Ini adalah pertanyaan ke dua puluh kali yang terlontar dari mulut sahabatnya itu setelah ia menerima undangan dari Gea."Tentu saja, aku kan sudah bilang padamu bahwa aku akan datang.”"Tapi Alisha, kau pasti akan dipermalukan jika hadir di sana. Mereka sedang mengejekmu, Alisha."Alisha mengangguk. "Tentu. Aku tahu.”"Lalu kau masih tetap akan datang ke sana?""Mau kau tanya seratus kali pun, jawabanku tetap sama Jess, aku pasti akan memenuhi undangan mereka."Jesselyn menepuk dahinya kuat, ia tahu Alisha memang keras kepala, tapi ia tidak tahu jika temannya ini juga sangat nekat.Menghadari pesta mantan suaminya dan selingkuhannya dulu, apa Alisha sudah gila? Tidak ada wanita yang bisa tahan melihat kebahagiaan merek

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Salah Memilih Lawan

    Kelly hanya bisa meremas foto-foto itu dengan kesal. Mustahil, bagaimana bisa Alisha menemukan jejak dirinya saat menjadi wanita penghibur beberapa tahun yang lalu.Hanya sebentar ia berada disana untuk bekerja, bagaimana mungkin Alisha bisa menemukan jejaknya?Apa Alisha memiliki orang handal yang pintar mencari informasi? Tidak mungkin. Perusahaan Alisha bukanlah perusahaan besar yang memiliki sumber daya manusia yang luar biasa."Bagaimana Kelly? Kau ingin aku mengirimnya pada Andrew?" ujar Alisha dengan senyuman miring."Atau bagaimana jika aku membeberkan hal ini ke media? Beritamu pasti akan besar seperti halnya beritaku. Bahkan aku bisa membuatnya lebih besar lagi," sambung Alisha kembali.Kelly mulai terlihat pucat pasi mendengar ucapan Alisha. Rahangnya bergemretak menahan amarah melihat Alisha yang tersenyum penuh arti. "Apa maumu?""Ha, tidak seru! Kenapa kau masih saja searogan itu saat kartu matimu ada di tanganku. Memohonlah padaku, Kelly Anderson! Baru aku akan memperca

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Ancaman Untuk Kelly

    Awalnya Alisha pikir Gea akan terbawa amarah saat ia lagi-lagi kalah darinya. Namun kali ini berbeda, Alisha terperangah saat melihat Gea malah mengangkat bibirnya membentuk sebuah senyuman. Senyuman licik nan berbahaya. Kedua tangannya ia lipat di depan lalu berkata, "Tidak apa-apa, Kelly. Aku memang sengaja kalah dari Kak Lisha,"Alisha mengangkat alis mendengar ucapan ambigu yang dilontarkan oleh Gea. Apa yang jalang ini maksud sebenarnya?"Sengaja kalah? Kenapa memangnya, Gea?" Kelly terlihat mulai memancing.Semua orang terlihat mencondongkan tubuh mereka, sama-sama ingin tahu jawaban yang akan Gea utarakan."Aku sudah mengambil semuanya dari Kak Lisha, hal ini tidak seberapa dengan pengorbanannya untukku. Dia sungguh berhati mulia mau memberikan suami tercintanya.”"Astaga, malangnya.""Kasihan sekali.""Dia tidak pandai menjaga suaminya."Alisha hanya bisa ternganga mendengar jawaban Gea. Semua orang kembali terkikik geli. Sialan, mereka sengaja menjadikan aib rumah tanggany

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status