Share

BAB 2

last update Last Updated: 2023-01-24 22:52:38

Dering ponsel di tas membawa Kiran kembali dari kenangan masa lalu. Mobil Haidar telah lama meninggalkan kafe tempat mereka bertemu. Kiran mendesah, dia tak dapat menolak permintaan Haidar yang ingin berjumpa disini. Wanita itu tahu persis dia sudah menyalahi SOP. Biasanya, setiap ada nasabah yang mengajukan pengajuan pembiayaan, Kiran akan menemui di tempat usaha atau tempat kerja yang bersangkutan. Namun, Haidar bukan hanya sekedar nasabah. Itu masalahnya.

"Halo, iya, Mas?" Alis Kiran bertaut saat mendengar serentetan tugas dari manajer marketing tempatnya bekerja. "Baik, Mas. Saya masih di luar, baru selesai prospect nasabah. Nanti sampai di kantor Kiran langsung buat ya." Kiran mematikan sambungan telepon saat atasannya itu selesai memberikan instruksi.

Wanita bertubuh semampai itu langsung mengambil tas dan beranjak dari kafe. Seperti biasa, Haidar sudah membayar makan siang mereka hari ini. Gratifikasi, hal yang sangat Kiran hindari. Dia selalu menjaga diri dari jamuan-jamuan kecil yang berusaha nasabah berikan karena dia mencintai pekerjaan ini.

"Halo? Mir? Bantuin aku bikin laporan progres pipeline bulan ini dong? Mau ya? Ini aku masih di luar." Kiran urung menyalakan motor saat teringat tak bisa langsung pulang ke kantor.

"Ah, kamu mah kebiasaan! Tau deh karyawan teladan. AO yang selalu achieve dan melebihi target setiap bulan."

Kiran terkekeh mendengar suara Mira di seberang sana. Kalau bukan karena ada janji kunjungan lagi, Kiran sudah meluncur ke kantor saat ini. Dia paling pantang meminta bantuan sesama AO karena dia paham sekali mereka sudah sibuk dengan target masing-masing.

Akan tetapi, mau bagaimana lagi? Dia juga tak mungkin membatalkan janji dengan nasabah begitu saja. Biasa, tengah bulan atasan minta laporan progres pekerjaan untuk memastikan anggota timnya mencapai target di akhir bulan.

Pekerjaan seorang AO sebenarnya bagaikan pisau bermata dua bagi Kiran. Dengan pekerjaan ini, dia bisa melupakan sejenak kesedihan karena karamnya mahligai rumah tangga dengan haidar beberapa tahun lalu.

Bertemu dengan orang-orang baru dan tenggelam dalam setumpuk dokumen yang menggunung membantu banyak bagi Kiran untuk melewati tahun demi tahun yang terasa menyesakkan karena berpisah dengan pujaan.

Bagaimana tidak? Sebelum jam setengah delapan pagi, dia sudah harus sampai di kantor untuk mengikuti apel pagi. Setelah maghrib, dia baru meninggalkan kantor. Kalau akhir bulan, dia bisa tetap di kantor sampai tengah malam untuk proses end of month.

Itu pula yang akhirnya membuat Kiran mantap keluar dari pekerjaan ini saat masih bersama Haidar. Faktor kelelahan fisik dan stress membuat hormonnya terganggu hingga mereka belum juga memiliki keturunan sampai tahun kedua berumah tangga.

“Boleh Kiran resign, Mas? Kiran sangat ingin mempersembahkan cucu untuk Bapak dan Ibu. banyak yang mengatakan ini salah satu faktor penyebab kita belum mempunyai keturunan.”

“Boleh. Gaji Mas lebih dari cukup untuk kita, Yang. Lagipula, Mas senang kalau kau bisa berada di rumah sepenuhnya. Tidak seperti saat ini, lebih banyak waktu di kantor daripada di sini.”

“Maaf.”

“Tidak apa-apa, Mas tahu itu mimpimu. Kau sudah lebih dulu bekerja di sana sebelum menikah denganku. Jadi, ketika Mas memutuskan menikahimu, Mas tahu Mas harus menerima semua yang telah melekat pada istriku.”

“Terima kasih.”

Kiran menarik menahan napas mengingat percakapannya dengan Haidar lima tahun yang lalu. Itu tahun kedua pernikahan mereka. Sebenarnya, Haidar maupun mertuanya tak pernah menyinggung masalah keturunan. Pun dengan kedua orangtua Kiran, mereka tak pernah bertanya apakah dia sudah berbadan dua atau belum.

Namun, Kiran sebagai anak tunggal sangat mengerti keinginan orangtuanya. Dia bisa melihat binar mata penuh harap di mata keduanya setiap kali mendengar saudara atau tetangga yang baru memiliki cucu.

“Mas Haidar ….” Kiran tanpa sadar mendesahkan nama Haidar. Setelah resmi bercerai, Kiran langsung mengajukan lamaran pekerjaan di tempat lama. Tanpa harus melewati serangkaian tes, dia langsung diterima karena memang prestasinya semasa bekerja luar biasa.

Lampu merah di depan sana membuat Kiran buru-buru menekan rem untuk berhenti sejenak. Terik matahari menusuk kulit. Beruntung, dia mengenakan jaket tebal dan kaos tangan untuk melindungi tubuh.

Kiran mendengus sebal saat truk besar di sebelahnya melenguh. Asap hitam langsung mengepul dari knalpotnya. Belum lagi bising suara klakson saling bersahutan. Wanita itu menggeleng pelan. Apa gunanya menyalakan klakson? Apa lampu merah akan langsung berubah hijau? Batin Kiran terus berkicau.

Tatapannya mendadak terpaku pada sepasang suami istri yang sedang berboncengan. Si istri berusaha menutupi bayi yang digendongnya dengan hijab yang dia pakai agar tidak kepanasan. Bayi? Ah … mendadak batin Kiran gerimis. Hingga tahun ke empat pernikahan, mereka belum juga dikaruniai keturunan.

“Ini sel telur Ibu Kiran banyak, tapi jumlahnya kecil-kecil.” Dokter kandungan menunjuk layar USG. “Kalau dari sini, saya bisa menganalisa belum ada sel telur yang matang. Nanti kita lihat dulu hasil tes laboratorium, tapi dugaan saya, besar kemungkinan PCOS karena tadi Ibu mengatakan ada riwayat menstruasi tidak teratur.”

Air mata Kiran menetes mengingat hari itu. Untuk pertama kalinya setelah dua tahun pernikahan, mereka memutuskan cek ke dokter kandungan. Mereka pergi dengan hati riang penuh sejuta harapan, saat mendengar hasil pemeriksaan justru mematahkan semua impian.

“Tidak ada masalah dengan analisa awal yang saya berikan. Banyak juga pasien saya yang PCOS memiliki keturunan. Asal mau mengubah pola hidup dan makan menjadi lebih sehat dan mengkonsumsi suplemen yang saya resepkan. Sementara ini, kita tunggu sampai hasil lab keluar agar lebih meyakinkan”

Kiran terisak mengingat semua. Dia bahkan bisa merasakan tangan hangat Haidar meremas bahunya untuk memberikan kekuatan. Kaca helm yang dia gunakan berembun. Telinganya berdenging. Membuat semua keributan di lampu merah itu menjadi tak terdengar lagi.

Mereka tak berhenti di satu dokter. Haidar mengajak Kiran mencari pendapat kedua. Berharap analisa dokter kandungan pertama salah, namun hasil pemeriksaan justru membuat hati Kiran semakin patah.

"Rahim terbalik atau dalam dunia medis biasa dikenal dengan rahim retro merupakan suatu kondisi yang biasa dialami oleh banyak wanita. Kalau rahim normal mulut rahim menghadap ke arah depan, maka pada rahim retro mulut rahim menghadap ke arah belakang."

Kiran membeku mendengar ucapan dokter yang sedang menunjuk-nunjuk layar USG. Di sana, Haidar seolah duduk terpaku saat dokter menjelaskan semua.

"Ini yang membuat s**rma kesulitan mencapai ovum. Jadi, untuk posisi rahim seperti ini, ada tips yang bisa dilakukan saat sedang ber …."

Kiran tersentak saat suara klakson di belakangnya menyalak kencang. Lampu merah telah berubah menjadi hijau sejak tadi rupanya. Sekejap, bayangan masa lalu pergi dari pikiran Kiran.

Ah … kadang Kiran iri dengan pasangan yang begitu mudah dikaruniai buah hati. Andai dia memiliki keturunan, mungkin saja ada alasannya tetap bertahan menjalani pernikahan.

Awalnya dia berusaha menerima kehadiran Raya karena pernikahan itu terjadi bukan atas kehendak mereka. Namun, Kiran mulai goyah saat di bulan kedua pernikahan kabar kehamilan Raya terdengar. Membuat keluarga Haidar dan Raya buncah oleh perasaan bahagia tanpa memikirkan Kiran yang sekian lama mendamba keturunan.

Wahai kehidupan, kenapa seolah engkau senang benar mempermainkan perasaan? Belum cukup Kiran terguncang karena harus berbagi cinta dan raga suami yang sangat dia kasihi, tak lama kemudian datang kabar yang semakin membuatnya terpuruk dalam sepi.

Kiran terluka. Dia hancur sehancur-hancurnya. Perasaan iri menguasai hati. Dia telah mengorbankan mimpinya menjadi wanita karir sukses agar bisa berbakti sepenuhnya pada suami. Dia melakukannya dengan penuh kerelaan agar semesta mau bermurah hati.

Namun, kenapa dunia seakan mengejeknya? Tak cukup harus berbagi suami, dia ditampar lagi dengan kenyataan begitu mudahnya benih Haidar tumbuh subur di rahim wanita keduanya.

Kiran menarik napas panjang saat tempat usaha nasabah yang akan dia kunjungi mulai terlihat. Mengenang Haidar bagaikan memakan buah simalakama. Satu sisi menyimpan begitu banyak keindahan. Sisi lainnya menyuguhkan luka tak berkesudahan. Bahkan, hingga tiga tahun berlalu sejak dia resmi bercerai dari Haidar, rasa sakit itu masih terus menghantui hingga titik terdalam sanubari.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Siti Zulaikah
Kakak author, aku nunggu "melukis harapan" juga tayang di sini ...
goodnovel comment avatar
Siti Zulaikah
harus tegar kiran
goodnovel comment avatar
Nur Janah
semoga kamu kuat ya Kiran dan nanti akan ada yang bisa membuat kamu bahagia
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 50B [TAMAT]

    Namun, tak sekalipun dia membicarakan mantan istrinya itu di hadapan istrinya. Bahkan sampai usia pernikahan mereka yang ke empat, Kamila tidak tahu kalau Haidar pernah menikah sebelum dengan Raya. Kamila hanya tahu Haidar pernah menikah dan itu dengan Raya.Bagi Haidar, tidak ada gunanya menceritakan semua yang telah berlalu. Cukup dia dan hatinya saja yang merasakan. Cinta yang tersimpan rapi di dalam hati. Perasaan yang terus ada walau telah coba dia lupakan dan tak pernah lagi dia ucapkan.Untuk Kamila, dia mempersembahkan hati yang baru. Cinta dan rasa hormat yang berdasarkan pada komitmen dan tanggung jawab pada wanita yang sebentar lagi akan memberinya dua buah hati. Cinta dan kasih untuk ibu dari anak-anaknya.“Ah iya, hati-hati di jalan.”Kiran menatap Pras bingung. Sejak pulang dari bertemu Haidar tadi, entah sudah berapa belas kali Pras mengulangi kalimat terakhir yang Haidar ucapkan. Wanita itu menarik napas panjang. Dia melirik jam di dinding, sudah hampir jam sembilan

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 50A

    “Kiran?”Kiran dan Pras yang baru saja keluar dari menebus vitamin kehamilan di bagian farmasi menoleh berbarengan. Pras langsung melingkarkan tangan dengan posesif di bahu Kiran mengetahui siapa yang menyapa.“Mas Haidar?” Kiran tersenyum lebar. Dia menoleh pada Pras hingga mereka saling berpandangan. Suaminya itu meremas bahu istrinya pelan. Kiran hampir kelepasan tertawa melihat sorot mata Pras yang seolah mengatakan “jangan tebar pesona”.“Pras, sehat?” Haidar mengulurkan tangan pada Pras saat menyadari dia terpaku cukup lama menatap Kiran barusan. Ah … hampir lima tahun tak berjumpa, Kiran tak berubah. Wajah mulus, hidung mancung, bibir kecil dan penuh, kombinasi yang menciptakan keindahan di mata Haidar.Perlahan, pandangannya turun ke bawah. Mata Haidar mengembun. Mendadak perasaannya buncah. Hampir saja isaknya keluar tak tertahankan menyadari perut Kiran yang membuncit. Sungguh, walau bukan dia yang menjadi Ayah dari anak yang Kiran kandung saat ini, dia bahagia.“Kapan Kiran

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 49B

    “Untuk proses bayi tabung, ada beberapa tahapan yang harus kita lalui. Secara simpel saja saya jelaskan ya, pertama adalah tahapan induksi ovulasi. Nanti akan ada penyuntikan hormon untuk merangsang proses pembentukan sel telur. Nanti bisa dilakukan secara mandiri di rumah setelah saya berikan petunjuknya.Nah selama proses ini, Ibu harus kontrol setiap beberapa hari karena saya harus memantau ukuran telur yang ada. Setelah dirasa ukurannya sesuai, nanti disuntik dengan hormon lagi untuk membantu proses pematangannya.Maaf sebelumnya, apa menstruasi Ibu sudah teratur?”Kiran menggeleng. “Kadang dua bulan sekali, pernah sampai tiga bulan tidak halangan.” Kiran menjawab dengan bibir bergetar.“Baik, berarti kemungkinan besar tidak ada sel telur yang matang sehingga tidak terjadi pembuahan. Nah, setelah penyuntikan hormon untuk pematangan telur dilakukan, kita bisa mulai mengambil sel telur. Kemudian pengambilan sp**ma, proses pembuahan dan terakhir transfer embrio. Singkatnya seperti it

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 49A

    “Wa ja’alna minal-maa-I kulla syai’in hayyin. Afala yu’minuna.” (QS. Al-Anbiya: 30).“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”"Alhamdulillah." Kiran langsung mengucap hamdalah begitu turun dari mobil. Waktu sudah senja saat mereka tiba. "Bu, Pak." Kiran berjalan menghampiri orangtuanya yang memang sudah menunggu kedatangan mereka.Kiran menatap sekitar. Dia benar-benar merindukan suasana rumah mereka. Dua belas hari perjalanan umroh ditambah dengan masa karantina membuat dia dan Pras cukup lama meninggalkan tempat itu."Istirahat dulu." Linda yang menjemput mereka di tempat karantina tadi menepuk punggung Kiran pelan. Wanita itu membantu membawakan beberapa bawaan khas oleh-oleh dari tanah suci. Rista dan Ahmad bergegas ikut bergabung membawakan barang-barang dari mobil.Tidak terasa, azan isya’ berkumandang saat mereka baru saja selesai merapikan barang bawaan agar tidak terlalu berantakan.Setelah membersihkan diri dan makan m

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 48B

    Kesyahduan itu terhenti saat dua kanak-kanak berteriak riang di dekat mereka. Anak lelaki berusia sekitar enam tahun sedang mengejar anak wanita berusia sekitar empat tahun yang tertawa-tawa. “Oh!” Kiran menutup mulut. Matanya membelalak lebar pada Pras. Sedetik kemudian tawa Kiran berderai saat kedua anak itu berlarian di bawah meja mereka. Dia benar-benar senang melihat anak-anak itu bercanda.“Sini!” Teriak si anak laki-laki.“Tangkap ayo tangkap!” Anak wanita itu menjulurkan lidah dari seberang meja.“Nina, Fajar, kemari!” Wanita muda yang seusia dengan Kiran dan Pras berteriak galak pada kedua anaknya. “Maaf ya, Mas, Mbak, anak saya mengganggu makan malamnya.” Wanita itu mengangguk sungkan.“Tidak apa-apa, anaknya lucu.” Kiran menuntun anak itu memutari meja dan menyerahkannya pada ibunya. Kiran masih sempat mencubit gemas pipi gembil itu sebelum mereka berlalu.Pras dan Kiran tersenyum berbarengan saat meja mereka kembali sepi. Mereka mulai menikmati hidangan penutup malam itu.

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 48A

    "Makan yang banyak, biar cepat pulih. Ini Mama bawakan buah-buahan, bolu gulung, dimsum, ayo dimakan." Linda mengeluarkan barang bawaannya di meja. Satu persatu makanan itu diletakkan di hadapan Kiran. "Atau kalau nggak selera, biar Mama pesankan, Nak Kiran mau apa?"Kiran menggeleng pelan sambil tersenyum pada Linda. "Terima kasih, Ma." Tangannya terulur mengambil sumpit, dia mengangguk-angguk saat satu gigitan dimsum masuk ke mulutnya. "Enak, Ma." Kiran mengacungkan jempol."Sama-sama." Linda ikut duduk di meja makan. Wanita itu mengelus bahu Kiran pelan. "Habiskan." Linda tersenyum lembut."Diminum, Bu Linda, Pak Sakti." Rista meletakkan teh hangat. Dia lalu mengambil beberapa buah dan mengupasnya untuk dimakan bersama. Sementara Ahmad dan Sakti mulai asyik dengan topik obrolan mereka berdua."Kata Pras, Nak Kiran susah makan. Masih kepikiran ya?" Linda mengelus bahu Kiran. "Paksakan makan biar cepat pulih. Ajak Pras liburan, mumpung Nak Kiran dapat jatah cuti, toko nanti biar Papa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status