Share

Bab 5

Author: Masatha
last update Last Updated: 2025-08-21 10:46:30

Rumah lantai tiga ini memiliki banyak kamar, lalu kenapa Om Abimanyu memintaku satu kamar dengannya? Meskipun kami sudah menikah tapi hubungan itu hanya sebatas di atas kertas.

"Jangan salah paham, Flo. Tentu aku tahu batasan. Tapi orang tuaku sering ke sini, dan Pak Rasyid adalah orang kepercayaan mama. Akan aneh jika kita pisah kamar," sela Om Abimanyu.

Aku merenung untuk beberapa saat, tetap saja aku tidak bisa untuk tidur dengan seseorang yang seharusnya menjadi calon papa tiriku.

"Aku akan tidur di sofa, kita tidak perlu seranjang, Flo. Yang penting tidak menimbulkan kecurigaan saja," timpal Om Abimanyu dengan wajah memelas.

Pada akhirnya aku menganggukkan kepala, memangnya bisa apa aku? Sudah diberi tempat tinggal dan dicukupi biaya kebutuhan serta pendidikan saja harusnya aku sudah bersyukur. Toh yang penting Om Abimanyu orang yang bisa dipercaya.

"Kamu bisa meletakkan pakaian kamu di sana."

"Iya, Om—eh Abi."

"Bagus. Aku mau mandi dulu, kamu bisa bereskan barang-barangmu!"

Usai Om Abimanyu masuk ke kamar mandi, akupun bergegas membuka koper dan meletakkan barang-barang milikku ke walk in closet.

Sungguh besar sekali kamar ini, bahkan kamar mandi saja lebih besar dari kamar aku. Mana balkonnya juga menghadap ke arah taman. Sepertinya jika pagi hari atau malam hari duduk di sini akan sangat menenangkan.

Andai mama tidak menghilang secara tiba-tiba, sudah pasti mama akan bahagia karena tingal di sini.

Ma ... Sebenarnya apa yang terjadi?

Mengingat mama membuat pikiran aku terkuras dan tubuh aku lelah, akupun rebahan diranjang berniat untuk istirahat sejenak. Tapi siapa sangka jika aku akan tertidur.

Saat terbangun langit sudah gelap, akupun segera mandi lalu keluar dari kamar. Rumah sebesar ini terasa begitu sepi. Karena para pelayan selesai bersih-bersih akan berada di rumah khusus yang berada di belakang rumah utama. Mereka muncul jika dipanggil saja. Apakah Om Abimanyu menjalani hari-harinya seperti ini?

"Flo, kamu sudah bangun? Aku baru saja ingin membangunkanmu, ayo kita makan! Sebentar lagi mama dan papa akan ke sini!" ajak Om Abimanyu dengan senyuman manisnya.

"Iya," jawabku patuh.

Tak lama kemudian Mama Melinda dan Papa Wijaya datang, mereka membawakan banyak hadiah untukku. Aku sungkan untuk menerima, tapi Om Abimanyu memberi isyarat agar aku menerimanya.

"Terima kasih, Ma, Pa," ucapku canggung.

"Sama-sama, kamu tidak perlu sungkan begitu. Kamu adalah menantu kami, seperti anak kami sendiri," jawab Papa Wijaya dengan ramah.

"Besok ada acara arisan di rumah mama, kamu harus datang ya? Pokoknya mama mau memamerkan menantuku yang cantik ini pada teman-teman," timpal Mama Melinda bangga.

"I—iya, Ma," jawabku semakin gugup.

Usai makan malam bersama, kami mulai mengobrol santai di ruang keluarga. Mereka mendukung penuh jika aku akan melanjutkan pendidikan. Disaat aku merasa duniaku gelap, ada setitik cahaya yang menyinariku. Seolah aku memiliki keluarga utuh setelah sekian lama aku selalu hidup kesepian.

Pukul sepuluh malam kedua mertuaku pamitan untuk pulang. Lalu Om Abimanyu mengajak aku untuk istirahat Ke kamar.

"Kamu bisa tidur di ranjang, Flo. Aku akan tidur di sofa," tutur Om Abimanyu.

Aku merasa tidak enak, di sini aku hanya pendatang sementara tuan rumah adalah Om Abimanyu. Mana mungkin aku membiarkan sang pemilik rumah malah tidur di sofa.

"Om, tidak apa-apa tidur ranjang toh ukurannya juga besar. Tinggal taruh bantal guling di tengah-tengah seperti saat kita di hotel Surabaya."

"Kamu yakin?" tanya Om Abimanyu nampak terkejut.

"Iya. Aku tidak tega kalau Om Abimanyu tidak nyaman tidurnya, sementara besok Om Abimanyu mulai bekerja," jawabku sungguh-sungguh.

"Oke, terima kasih."

"Kenapa harus terima kasih? Seharusnya aku yang berterima kasih karena sudah mau menampung aku."

"Hm. Memang itu kewajiban aku. Oh iya, kenapa kamu panggil aku Om lagi? Bukankah kita sudah sepakat panggil aku Abi?"

"Maaf ya, Om. Aku sungguh tidak bisa. Bagaimana kalau aku panggil Abi saat ada orang lain. Jika hanya kita berdua aku tetap panggil Om?" pintaku memelas.

"Terserah kamu," jawab Om Abimanyu langsung tiduran.

"Selamat malam, Om," ucapku sebelum memejamkan mata.

"Iya, selamat malam, Flo."

Suara Om Abimanyu terdengar merdu di telinga, dewasa dan juga lembut. Jika berbicara selalu menggunakan nada rendah, tapi penuh wibawa dan sorot mata yang tegas.

Akupun mulai memejamkan mata, besok sesuai jadwal aku akan ke rumah mertua aku. Bagi orang introvert sepertiku butuh tenaga lebih untuk berhadapan dengan orang banyak.

Saat aku terlelap, aku mendengar suara mama yang terus menyebut namaku. Aku juga melihat mama tengah disekap di gedung kosong. Mama ketakutan, mama menangis putus asa.

"Mama!"

Aku terbangun, rupanya aku bermimpi. Tapi mimpi itu seolah nyata sampai aku menangis histeris.

"Flo, tenanglah. Kamu cuma mimpi," ucap Om Abimanyu yang sudah berada di sisiku.

"Hiks ... Om, aku mimpi mama disekap, mama menangis dan meminta tolong ..." rengekku reflek memeluk Om Abimanyu saking takutnya.

"Jangan menangis, besok aku akan menyuruh orang untuk melacak mama kamu lagi ya," bujuk Om Abimanyu sembari mengusap punggungku.

Sudah sejak lama aku tidak merasakan sebuah pelukan. Mamaku tipe wanita yang tidak suka menunjukkan kasih sayang lewat pelukan. Terakhir aku dipeluk oleh papaku saat papa masih hidup. Pelukan Om Abimanyu begitu hangat, memberikan sebuah ketenangan yang tidak bisa aku ungkapkan. Seperti pelukan almarhum papa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Belenggu Mantannya Mama   Bab 7

    Usai melihat keadaan Arina aku tidak langsung pulang tetapi aku terus melajukan mobilku ke sebuah club' malam.Sudah lama aku tidak minum, selama di Surabaya aku berubah menjadi lelaki baik-baik yang bekerja keras dan tidak suka keluyuran malam demi menarik perhatian Arina—lebih tepatnya Florina.Di ruang VIP aku langsung disambut oleh kedua teman dekatku. Abbas dan Tian."Akhirnya muncul juga," sapa Tian."Hai," balasku malas-malasan. Aku duduk di sofa dan memijat pelipisku sendiri yang terasa berdenyut. Sementara Abbas segera menuangkan bir ke gelas dan memberikannya padaku. Aku meminumnya seteguk demi seteguk. Lidahku seorang terbakar, tetapi membuat pikiran aku sedikit melayang jauh lebih baik dari sebelumnya."Setelah menikah baru datang, pasti siang malam terus menghajar sang istri ya?" goda Tian.Aku hanya memutar bola mata dengan malas, fokus menikmati minuman beralkohol agar diriku bisa tenang."Maaf aku tidak bisa datang, saat itu aku demam. Aku ucapkan selamat ya, akhirnya

  • Belenggu Mantannya Mama   Bab 6

    POV AbimanyuGadis manja! Itu adalah sebutan bagiku untuk gadis yang saat ini berada di dalam dekapanku. Florina—putri dari mantan kekasihku. Sebenarnya dari awal aku tidak pernah berniat untuk menikahi Arina. Aku hanya ingin balas dendam padanya.Arina adalah cinta pertamaku, aku mengaguminya sejak kelas 1 SMP dan baru berani menyatakan cinta saat memasuki SMA. Betapa bahagianya diriku saat itu, karena akhirnya cinta yang terpendam tidak bertepuk sebelah tangan. Arina dan Florina memiliki wajah serupa, tapi karakter mereka tidak sama. Arina dulunya gadis ceria, humble, ekstrovert, dan mandiri. Berbeda dengan Florina yang pemalu, introvert dan penakut. Perbedaan mereka yang begitu mencolok mungkin karena faktor lingkungan. Saat kecil Arina dididik begitu keras oleh orang tuanya, sementara Florina tidak pernah dibiarkan melakukan pekerjaan berat dan segalanya diatur oleh Arina. Dan jika disuruh memilih, siapakah yang layak untuk dijadikan istri? Tentu saja tanpa pikir panjang jawab

  • Belenggu Mantannya Mama   Bab 5

    Rumah lantai tiga ini memiliki banyak kamar, lalu kenapa Om Abimanyu memintaku satu kamar dengannya? Meskipun kami sudah menikah tapi hubungan itu hanya sebatas di atas kertas."Jangan salah paham, Flo. Tentu aku tahu batasan. Tapi orang tuaku sering ke sini, dan Pak Rasyid adalah orang kepercayaan mama. Akan aneh jika kita pisah kamar," sela Om Abimanyu. Aku merenung untuk beberapa saat, tetap saja aku tidak bisa untuk tidur dengan seseorang yang seharusnya menjadi calon papa tiriku. "Aku akan tidur di sofa, kita tidak perlu seranjang, Flo. Yang penting tidak menimbulkan kecurigaan saja," timpal Om Abimanyu dengan wajah memelas.Pada akhirnya aku menganggukkan kepala, memangnya bisa apa aku? Sudah diberi tempat tinggal dan dicukupi biaya kebutuhan serta pendidikan saja harusnya aku sudah bersyukur. Toh yang penting Om Abimanyu orang yang bisa dipercaya."Kamu bisa meletakkan pakaian kamu di sana.""Iya, Om—eh Abi.""Bagus. Aku mau mandi dulu, kamu bisa bereskan barang-barangmu!"Us

  • Belenggu Mantannya Mama   Bab 4

    Seminggu setelah mama menghilang, tidak ada kabar sama sekali dari pihak kepolisian. Mama seperti hilang ditelan bumi. Sementara Om Abimanyu katanya harus kembali ke Jakarta, mendapat panggilan kerja dari papanya. Karena orang tua Om Abimanyu ingin pensiun, makanya Om Abimanyu berhenti bekerja sebagai dokter. Dulu kata mama orang tua Om Abimanyu memiliki jabatan tinggi di perusahaan pusat, sementara mama bekerja di bagian kantor cabang di Surabaya."Flo, aku tidak mungkin meninggalkan kamu sendirian di sini. Ikutlah aku ke Jakarta, jika aku pulang tanpa kamu aku akan kena amukan dari orang tuaku karena mengabaikan istriku."Istri ... Aku tidak berani menganggap diriku ini adalah istri Om Abimanyu. Makanya aku tidak meminta pertanggung jawaban apapun. Meski Suara Om Abimanyu bernada rendah, tapi seperti ada tekanan dimana membuat aku takut untuk menolak. Mana aku orang yang tidak enakan. "Tapi mama bagaimana? Aku takut saat mama pulang terus aku tidak ada mama akan khawatir," jawab

  • Belenggu Mantannya Mama   Bab 3

    Usai sarapan di restoran, Om Abimanyu mengajak aku untuk mencari mama. Tempat pertama yang kita tuju adalah kantor tempat mama bekerja. Tetapi sesampainya di sana mama tidak ada, malah katanya mama sudah mengundurkan diri lima hari yang lalu dengan alasan ingin fokus menjadi IRT setelah menikah. "Om, bagaimana ini?" rengekku kembali meneteskan air mata, "Aku khawatir dan aku juga merindukan mama."Tiba-tiba saja Om Abimanyu menyeka air mataku lalu hendak memelukku, aku tahu dia sedang mencoba menenangkanku. Tapi meskipun Om Abimanyu adalah suamiku aku tetap harus menjaga jarak. Akupun—melangkah mundur."Kau takut padaku?""Ti—tidak, aku hanya tak terbiasa bersentuhan fisik dengan lawan jenis," jawabku gugup. Aku takut sekilas tadi tatapan Om Abimanyu nampak kesal."Bagus, jadi perempuan memang harus punya prinsip dan tidak murahan."Untuk sesaat, Om Abimanyu tersenyum tipis. Senyuman yang sulit untuk aku artikan apa maksudnya."Kita mau cari mama kemana lagi, Om?" selaku tak ingin me

  • Belenggu Mantannya Mama   Bab 2

    Saat terbangun, Om Abimanyu sudah berada di sisiku. Di antara kami ada pembatas bantal guling sehingga membuat aku merasa tenang. Ternyata Om Abimanyu memang dapat dipercaya.Aku termenung untuk sejenak, Om Abimanyu benar-benar tampan. Aura dominan dan wibawanya sangat kuat. Tidak heran jika mamaku sangat mencintai Om Abimanyu, tapi kenapa mama tiba-tiba pergi di hari pernikahan yang begitu penting? Pertanyaan yang membuat aku bingung dan heran. Meskipun mamaku adalah sosok wanita tangguh dan kuat, tapi aku khawatir terjadi sesuatu.Bertepatan aku selesai mandi, Om Abimanyu sudah bangun. "Bagaimana tidurmu malam ini, apakah nyenyak?""Nyenyak, Om. Mungkin karena aku kelelahan makanya sampai bangun kesiangan," jawabku malu-malu."Tak masalah, kau tak perlu canggung denganku. Aku akan mandi, setelah itu kita sarapan bersama."Aku mengangguk patuh, usai Om Abimanyu masuk ke kamar mandi akupun memakai skincare dan make up natural. Sembari menunggu aku kembali menghubungi ponsel mama, ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status