Home / Romansa / Belenggu sang Pewaris Dingin / Bab 2 Gadis Office Girl

Share

Bab 2 Gadis Office Girl

last update Last Updated: 2023-09-01 18:16:54

Setelah pulang dari club, Marsha masih sangat mabuk, dia dan Mery langsung berbaring di sofa yang ada di tengah ruang tamu.

Menjelang pagi, suara aktivitas dari luar sana sudah terdengar, berbeda dengan Marsha, sudah sekitar pukul 10.00 wib suara alarm telah berbunyi kencang hingga memekakkan telinga. Mimpi indah yang baru dimulai bagai disiram air panas lalu hilang seketika. Mata yang masih enggan terbuka itulah Marsha.

Gadis berparas cantik dengan rambut panjang, status mahasiswa, usia 24 tahun dan memiliki cita-cita sebagai orang kaya baru. Menikah dengan orang kaya adalah tujuan satu-satunya dalam hidup Marsha.

"Marsha," teriak Mery keras.

Ponsel yang ada di meja terus berbunyi banyak dan cepat. Notifikasi pesan datang bertubi-tubi memperingatkan agar Marsha segera ke kantor.

Mery yang lebih dulu bangun terkejut melihat jam di alarm, sudah jam 10 pagi, mereka terlambat untuk bekerja. Mary dan Marsha bekerja di kantor yang sama sebagai office girl.

Marsha mulai menggeliat di bawah selimut, merasa tidak adil tidurnya diganggu. "fyuuu," desah Marsha sambil membuka selimutnya. Cahaya kini mulai tampak dari arah jendela. "Lima menit lagi." Marsha kembali berbaring dan menarik selimut.

"Dalam hitungan tiga, jika kamu tidak bangun aku akan pergi sendirian," ucap Mery.

Mery tanpa mandi memakai baju kerja, dia harus tiba di kantor secepatnya, kalau tidak maka dia akan dipecat.

Marsha membuka selimutnya. "Hari ini aku tidak bekerja, tolong katakan bahwa aku sedang sakit," ucap Marsha.

"Apa kau pikir Bu Siti akan percaya, kau sudah banyak mengambil cuti dan absen, aku tidak mau dimarahi olehnya," ucap Mery.

"Sial! Apa aku berhenti saja."

"Lalu hutangmu, apa kau bisa membayar hutangmu jika berhenti bekerja?" saut Mery.

Memikirkan itu sudah membuat kepala Marsha pecah, hutang yang ditinggalkan Ayahnya setelah meninggal selalu menghantuinya, seberapa keras Marsha bekerja, hutang itu tidak pernah lunas.

"Aku akan menyusul, pergilah lebih dulu, dan lakukan seperti biasa." Marsha bangkit dari tempat tidur.

Dia berjalan ke arah kaca, mendapati dirinya sangat berantakan, rambutnya acakan, lingkaran mata berwarna hitam, menandakan bahwa wajahnya stress.

Dengan santai Marsha berdandan seadanya, dia mengambil barang yang diperlukan termasuk sesuatu yang penting, yaitu semprotan berisikan air bubuk cabe, digunakan untuk kabur dari si penagih hutang.

***

Di Kantor.

Disinilah Marsha bekerja sebagai office girl, perusahaan yang sangat terkenal.

Marsha melihat para karyawan yang bekerja dengan cantik dan rapi, pakaian yang mahal serta sepatu, tas semuanya terlihat indah dimata Marsha, dia melihat kearah dirinya langsung menghembuskan nafas kasar.

Marsha masuk ke arah ruangan kerjanya, dengan mengendap-endap Marsha berjalan menuju lokernya lalu meletakkan tasnya.

"Jangan sampai aku ketahuan," gumamnya pelan.

Dengan sigap, Marsha mengambil ember lalu diisikan dengan air dan mengambil kain pel.

"Selesai. Aku sudah aman." Marsha tertawa puas.

Marsha akan berpura-pura bahwa sedari tadi dia telah bekerja, itu sebagai Akal-akal Marsha saat terlambat agar tidak ketahuan.

Marsha menenteng ember dan kain pel menuju lobi, Bu Siti menghampiri Marsha.

"Kau terlambat lagi," ucapnya marah.

"Apa Ibu tidak bisa melihat aku sudah dari tadi disini mengepel seluruh lantai lobi," saut Marsha.

"Betulkah?" penuh ragu-ragu.

"Jika tidak percaya, tanya saja pada mereka," ucap Marsha menunjuk ke arah petugas keamanan.

Bu siti mengangkat alisnya masih tidak percaya, kantor sebesar ini memang sangat sulit untuk mengawasi seluruh karyawan.

"Setelah ini, kau bersihkan ruangan CEO di lantai 40, jangan sampai kau membuat kesalahan saat berada disana," ucap Bu Siti.

"Baiklah, aku sangat handal melakukan pekerjaan, jadi jangan khawatir." Marsha tersenyum lebar karena berhasil menipu Bu Siti.

Marsha bergegas pergi ke lift, sudah lama dia bekerja disini, tapi dia jarang membersihkan ruangan CEO, bahkan di hampir lupa dimana ruangannya.

"Lantai 40, aku akan bertanya ruangan CEO dimana," gumamnya sambil menunggu di depan lift.

Saat lift terbuka, orang-orang yang didepan Marsha langsung masuk ke dalam lift, hasilnya lift telah penuh.

Marsha menoleh dan melihat disisi lain Liftnya kosong, dia perlahan berjalan ke arah lift itu, Marsha melihat dua pria bersetelan jas berdiri disana.

Kedua pria itu masuk ke dalam lift, sebelum lift betul-betul tertutup, Marsha menghentikannya dengan mengganjal pintu dengan kakinya.

"Maaf, saya belum masuk," cengir Marsha.

Setelah berhasil masuk ke dalam lift, Marsha menatap ke arah salah satu pria itu.

"Ganteng," didalam pikiran Marsha terlintas bayangan-bayangan yang tidak jelas.

Salah satu pria itu berdehem hingga membuyarkan lamunan Marsha.

"Nona, seharusnya anda tidak naik dengan lift ini," ucapnya menatap dengan tajam.

"Memangnya ada yang salah, lift ini kelihatan kosong, karena itu aku menaiki lift agar aku melakukan pekerjaanku dengan baik." Jelas Marsha.

"Tapi lift ini tidak untuk orang seperti anda," saatnya tegas.

"Wahhh, apa karena aku hanya seorang office girl, kau merendahkanku," tatap Marsha dengan tajam.

Pria itu mulai kesal, dia mulai mengangkat suara nya.

"Sekretaris Deo, cukup," pria satunya mengangkat tangannya.

Mengatakan bahwa tidak perlu berdebat dengan hal yang sepele.

"Lihatlah, aku tidak salah dalam hal ini," ucap Marsha kembali cerewet.

Pintu lift terbuka, mereka keluar dari lift, Marsha melihat kedua pria itu telah pergi lebih dulu.

"Berlagak sekali mereka, ckk. Dasar orang-orang aneh," oceh Marsha.

Kedua pria itu berjalan menuju ruangan. "Tuan Axton," panggil sekretaris Deo.

Tuan yang dipanggil itu masih diam, tanpa menyahut.

"Biasanya tuan tidak seperti ini, karyawan bodoh itu sudah membuat kesalahan. Tapi Tuan membiarkannya." Jelas sekretaris Deo.

"Gadis itu, aku mengenalnya," sautnya sinis.

Rupanya sejak awal Axton mengingat Marsha, hanya saja Axton tidak ingin membahas kejadian di club dengan gadis yang bahkan tidak mengingatnya.

Kembali pada Marsha yang masih bingung letak ruangan CEO, dia berkeliling sambil bertanya. Salah satu karyawan disana mengarahkan ke ruangan yang paling ujung.

"Permisi, saya mau membersihkan ruangan," sapaan dari karyawan.

Sekretari Deo membuka pintu, dan melihat gadis di lift. "Kau,"

"Ckk sial, apa aku berurusan dengan orang sangat penting." Marsha menggigit bibirnya.

"Maaf tuan, saya akan membersihkan ruangannya dengan sangat bersih," senyum Marsha seolah meminta maaf atas apa yang terjadi di lift.

"Masuklah," ucapnya.

Marsha membungkukan badan dengan sejajar, beruntung dia tidak mendapat masalah yang mengakibatkan dia dipecat.

Marsha memulai pekerjaannya, dia membersihkan toilet lebih dulu, setelahnya menyapu dan mengepel lantai. Pekerjaannya hampir selesai, barulah Marsha sadar ada pria lain yang tengah duduk di kursi.

Melihatnya saja sudah mengagumkan. "Apa dia CEO, dia sangat tampan dan masih muda, beruntung sekali dia," ucap Marsha pelan.

Marsha terus memandangi pria itu, ketika matanya hampir bertatapan, Marsha langsung mengalihkan pandangannya ke bawah, seakan dirinya tidak pantas menatap orang sehebat itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Belenggu sang Pewaris Dingin   Bab 22

    Marsha melihat Axton, langsung buru-buru menyantap makanannya. Dengan cepat Axton melangkah menghampiri Marsha. "Muntahkan! Cepat muntahkan. " Dengan suara keras Axton menarik sendok yang ada di mulut Marsha.Nasi goreng yang ada di dalam mulut dikunyah cepat, kemudian di telannya. Marsha membuka mulutnya. "Sudah habis. "Axton kesal. Ia menarik Marsha ke ke arah toilet, lalu meminta Marsha agar segera memuntahkannya. "Keluarkan!" Axton menepuk punggung Marsha."Kamu gila! makananya sudah masuk ke dalam perutku, " menepis tangan Axton. Axton menekan Marsha ke dinding, dan berkata. "Jika kamu tidak memuntahkannya, aku akan menghukummu! " teriak Axton dengan keras.“Sungguh sial, menyingkirlah!” ucap Marsha dengan jengkel.Huekkkk. Marsha memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulut agar ia bisa muntah, semenatara Axton menunggu dengan melipat tangan. Hueekk. Akhirnya makanan itu berhasil keluar, Axton memberikan sapu tangannya pada Marsha. Namun Marsha menolaknya. Dengan

  • Belenggu sang Pewaris Dingin   Bab 21

    Marlon tidak lain adalah paman Axton.Marlon sedang mengadakan rapat dewan mendadak yang diagendakan untuk melengserkan Axton dari posisinya. Marlon memprovokasi Axton dengan dalih menikahi seorang wanita rendahan, bahkan mempekerjakannya sebagai direktur. Memberitahu bahwa Axton merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan para direktur. "Wanita yang tidak tahu asal usulnya ditunjuk sebagai direktur baru. Bukankah menurut kalian ini sudah keterlaluan. CEO Axton bahkan tidak merundingkan pada kalian. " Marlon mempermasalahkan tentang pernikahan Axton. Para direksi mulai kesal. Salah satu direksi berkata. "Axton sangat kelewatan, kita harus menghentikannya sebelum perusahaan mengalami kerugian.""Benar, benar. " Semua direksi yang berkumpul setuju. "Lebih baik kita menggantikan Axton, dan memilih CEO yang baru, tanpa Axton perusahaan pun akan tetap berkembang. "Marlon tersenyum puas. Ia akan berhasil dengan rencananya. Dan memiliki perusahaan Axton. Akhirnya pemimpin rapat memula

  • Belenggu sang Pewaris Dingin   Bab 20 Menolak Bekerja

    Bibi Axton dan putranya tengah menikmati makan steak bersama, dan bergosip."Aku sangat yakin kalau ada yang janggal diantara Axton dan wanita itu. Pasti Axton merencanakan sesuatu. ""Cepat atau lambat kita akan mengetahuinya," ucap Tom."Ayahmu akan meminta untuk bergabung ke perusahaan, pastikan kamu tidak membuat masalah. "***Pernikahan telah usai. Selain berdebat tentang makan mie, tidak ada yang terjadi antara Marsha dan Axton, keduanya berpisah tempat tidur. Marsha terkejut melihat lemari pakaiannya yang ternyata sudah diisi beberapa baju, tas dan juga sepatu. Semua terlihat cantik. Terlebih lagi Marsha melihat baju yang pernah ia lihat di mall."Baju ini, kenapa bisa kebetulan ada disini. " Marsha mengambilnya dari lemari. Lalu Marsha melihat sebuah pesan yang ditulis Axton untuknya diatas sebuah piyama dengan warna lembut di dalam lemari. Marsha mengambil kartu ucapan itu dan membacanya.“Aku membeli beberapa baju, jika butuh yang lainnya, katakan saja pada Pak Han.

  • Belenggu sang Pewaris Dingin   Bab 19 Pernikahan

    Keesokan harinya. Tiga orang wanita masuk ke kamar Marsha. Sedangkan Marsha masih tertidur pulas. "Nyonya, bangun, " salah satu wanita menyentuh Marsha. Marsha perlahan membuka mata, melihat ada orang asing di kamarnya, ia segera duduk dan bersiaga dengan mengambil bantal serta memegangnya dengan erat. "Siapa kalian? " Berteriak. Pak Han muncul kemudian berkata. "Cepatlah bersiap," ucap Pak Han. Marsha ingat bahwa hari ini ia akan menikah dengan Axton. Marsha meletakkan bantal ke tempat semula, kemudian ketiga wanita itu mengarahkannya untuk ke kamar mandi. Marsha didandani sedemikian cantik, gaun penganntinya bahkan sudah disiapkan. Marsha tidak berkomentar, hanya menurut.Setelah selesai. Marsha bercermin, ia tidak menyangka bahwa hari ini ia akan menikah. "Nyonya, anda sudah ditunggu diluar. ""Baiklah, aku akan turun. "Pak Han diluar menunggu. Marsha menyeret gaunnya agar tidak menyentuh tanah, lalu menghampiri Pak Han. "Aku akan mengantarmu," ucap Pak Han me

  • Belenggu sang Pewaris Dingin   Bab 18 Kondisi Memburuk

    Toko itu memang menakjubkan, isinya semua pakaian mahal. Akhirnya Marsha hanya memilih kaos oblong dan murah. Setelah selesai memilih baju, ia pun menuju kasir. Petugas kasir terkejut karena Marsha hanya membeli satu baju dengan harga paling murah dan bahkan dengan diskon.Petugas kasir itu pun bertanya. "Apa yakin anda akan memilih baju ini. ""Iya."Kasir membeli kembaliannya dan Marsha mengucap terima kasih.Ketika itu, Marsha yang sudah mendapatkan bajunya berjalan keluar dan berada tak jauh dari tempat Axton sekarang berdiri. Marsha melewati Axton karena fokus berjalan. Axton bukannya memanggil malah memilih mengekor dari belakang. Marsha yang tengah menuruni eskalator, tanpa sadar melihat seorang bocah kecil tanpa dampingan orang tua dan hampir terjatuh. Marsha panik, takut sesuatu yang buruk terjadi pada bocah kecil itu. Ia pun berniat mendekat untuk menolong.Marsha berlari agar segera sampai ke tempat dimana bocah kecil itu berada, ia tak sempat melihat ke langkahnya berpi

  • Belenggu sang Pewaris Dingin   Bab 17 Marah-Marah Terus

    Terlihat senyuman di wajah Marsha dengan kedua pipi terdorong naik."Hati-hati di jalan."Axton pergi, Marsha melihat punggung Axton lebar dari belakang. Laki-laki memang sulit di tebak. Kadang baik kadang acuh, itulah laki-laki Marsha. Sambil menunggu Marsha memilih merapikan dapur. Piring dan mangkok yang berserakan dikumpulkan ke wastafel lalu dicucinya. Marsha suka bernyanyi ketika ia senang. Dengan penuh semangat Marsha juga mengelap meja. Dan menyapu rumah. Axton kembali dengan banyak paper bag di tangannya. Semua jenis makanan dibeli Axton untuk Marsha sendiri. Axton hendak naik ke lantai dua, tapi ia mendengar suara Marsha dari arah dapur. Axton belok menuju dapur.lirik lagu yang dinyanyikan Marsha. "Tujuh belas agustus tahun empat lima, itulah,,," nyanyiannya terhenti ketika Axton muncul."Kenapa berhenti, lagunya bagus."Axton meletakkan paper bagnya di atas meja makan. Sadar diri. Marsha tahu kalau suaranya jelek, sebab sejak sekolah nilai seninya dalam vokal sel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status