Share

Akhirnya Aku Menemukanmu

Pada suatu hari, ketika Aminah hampir kehabisan harapan, dia memasuki sebuah toko bunga kecil di sudut jalan. Di tengah tumpukan pot-pot bunga yang berwarna-warni, matanya tertuju pada sebuah pot bunga yang berbeda dari yang lainnya. Pot bunga itu memiliki pola yang unik, dengan lukisan bunga-bunga berwarna-warni, dipadukan dengan aksen emas yang indah.

Aminah merasa hatinya berdebar-debar saat melihat pot bunga tersebut. Dia merasa seperti menemukan pot bunga yang mirip dengan punya ibu mertuanya. Dengan penuh harap, dia mendekati penjual dan bertanya tentang pot bunga tersebut.

"Permisi, Pak. Saya tertarik ingin membeli pot bunga ini. Berapa harganya?" tanya Aminah dengan lembut.

"Oh, yang ini kebetulan tidak dijual, Neng. Soalnya sudah ada pemiliknya, tapi sudah bertahun-tahun lamanya, memang tidak pernah diambil. Jadinya dipakai untuk sampel toko bunga saya ini," jelas seorang bapak pemilik toko bunga.

"Tapi saya sangat butuh pot bunga ini, Pak. Soalnya motifnya sama persis dengan yang dimiliki oleh ibu mertua saya." Aminah kekeh ingin membeli karena dia merasa kalau pot bunga tersebut akan membantu memperbaiki hubungannya dengan sang ibu mertua.

"Jangan-jangan nama ibu mertuamu itu, Siti Khadijah, ya?" tebak bapak pemilik toko bunga.

"Lah, kok Bapak bisa tahu nama ibu mertua saya? Apa jangan-jangan beliau sudah langganan di toko bunga ini ya, Pak?" Aminah dibuat penasaran. Alisnya mengkerut.

"Ibu mertua saya soalnya suka banget sama bunga. Pot-potnya malah jadi kesayangannya. Apalagi pot yang sama persis dengan pot ini, Pak, beliau sampai marahi saya kemarin karena saya enggak sengaja pecahin potnya. Katanya sih, pot bunga itu pemberian dari sahabatnya yang sudah tiada." Aminah menggigit bibir bawahnya sambil menunggu jawaban dari bapak yang kerap disapa Jamal.

Pak Jamal tersenyum saat mendengar cerita Aminah. Lalu berkata, "Pot bunga ini sebenarnya dibuat oleh seorang seniman lokal yang sudah tiada. Sepertinya ingatan saya tidak pudar. Dia adalah teman baik ibu mertuamu, Khadijah. Mereka berdua selalu berbagi cerita dan keindahan bunga. Pot bunga ini adalah hadiah dari seniman itu kepada Khadijah sebagai tanda persahabatan mereka yang erat. Seniman itu membuat dua pot bunga, satu untuk Khadijah dan satunya untuk dirinya sendiri. Namun, kalau sewaktu-waktu pot bunga milik seniman ini akan diambil oleh Khadijah, maka saya harus memberikannya. Bu Khadijah pun belum tahu tentang hal ini. Beliau hanya tahu kalau pot bunganya cuma dibuat satu saja dan itu hadiah untuknya. Mungkin hal ini yang membuat ibu mertuamu marah karena pot bunga tersebut sangat berarti baginya."

Mendengar kisah itu, Aminah merasa haru. Dia tahu bahwa pot bunga itu tidak hanya tentang keindahannya, tetapi juga tentang kisah persahabatan yang tak tergantikan antara ibu mertuanya dan seniman tersebut. Dalam hatinya, Aminah memutuskan untuk membeli pot bunga tersebut dan membawanya pulang.

"Kalau begitu, aku beli pot bunganya ya, Pak. Soalnya dari kemarin aku sudah seharian berkeliling kota, tetapi tidak jua menemukan pot bunga yang sama persis. Nah, sekarang pot bunganya sudah ketemu; bukan hanya wujudnya yang sama, tetapi memang pembuatnya adalah orang yang sama. Apalagi pot yang sama Bapak ini adalah duplikat dari punya ibu mertua saya. Jadi, saya boleh bawa pulang potnya ya, Pak," pinta Aminah dengan penuh harapan.

"Neng. Saya tidak pernah berniat untuk menjual pot bunga ini kepada siapa pun. Lagian saya juga tidak punya hak untuk menjualnya."

"Tapi saya butuh banget sama pot bunga ini, Pak. Tolong ya, Pak. Berapa pun harga yang Bapak kasih, akan saya bayar." Aminah memohon-mohon dengan wajah memelas.

Pak Jamal tidak langsung menanggapi permintaan Aminah, dia malah mengambil plastik dan membungkus pot bunga tersebut dengan hati-hati.

Aminah pasrah kalau memang bukan rezekinya, artinya dia harus mencari pot bunga serupa di toko bunga lainnya. Aminah tertunduk lesu sambil menahan tangis.

Tiba-tiba Pak Jamal memberikan kantong plastik yang sudah diisi dengan pot bunga.

"Nak. Ini untukmu," ujar Pak Jamal seraya tersenyum.

Aminah melihat isi yang ada di dalam kantong plastik tersebut. Matanya terbelalak, tidak percaya kalau pot bunga itu kini ada digenggaman tangannya.

"Akhirnya Pak Jamal mau jual pot bunga ini, Pak?" tanya Aminah dengan senyum sumringah.

"Saya sudah katakan tadi, kalau saya tidak menjualnya," jawab Pak Jamal dengan tegas.

"Lalu, kenapa diberikan kepada saya, Pak?" Aminah mengerutkan keningnya.

"Bawa pulang saja pot bunganya, Neng."

"Maksudnya, Pak?" Pikiran Aminah mendadak loading. Dia belum sadar kalau sebenarnya Pak Jamal memberikan pot bunga itu dengan sukarela. Padahal dari awal pembicaraan, sudah dijelaskan kalau pot bunga itu hanya akan dikasih kepada Khadijah, ibu mertua Aminah. Namun, rupanya pikiran Aminah memang sedang kacau, jadinya dia tidak fokus.

"Iya, Neng. Potnya kamu bawa pulang. Tidak perlu dibayar. Karena pot ini akan kembali kepada pemiliknya."

Aminah akhirnya sadar dan berterima kasih banyak kepada Pak Jamal. Dia pun pulang dengan hati sedikit lega karena sudah bisa menepati janji kepada ibu mertuanya untuk mengganti pot bunga yang serupa.

Aminah bergegas untuk pulang. Ketika dia sedang menunggu taksi, ternyata suaminya lewat lokasi tersebut. Sulaiman menghentikan mobilnya dan menyuruh Aminah masuk karena dia pun memang sudah menuju arah pulang. Tanpa menunggu lama, Aminah mengikuti perintah suaminya.

Di dalam ruangan, terlihat wajah ceria Aminah sambil memandangi pot bunga yang dipangkunya.

Sulaiman memperhatikan istrinya. "Kamu kenapa senyum-senyum sendiri seperti itu?" Pandangannya pun beralih ke arah pot bunga yang terlihat dari dalam kantong kresek. "Sayang. Kamu sungguh hebat. Ini kan pot bunga yang sama persis dengan milik mama. Kamu beli di mana? Mama pasti senang melihatnya."

Aminah pun menceritakan bagaimana dia bisa menemukan sampai mendapatkan pot bunga yang sama persis milik ibu mertuanya. Sulaiman sontak terkejut, seakan tak menyangka dengan cerita tersebut. Namun, dia sangat senang dan bangga atas tanggung jawab istrinya. Dia merasa memang tidak salah menikahi Aminah meski melalui perjodohan.

Saat tiba di rumah, Aminah membawa pot bunga itu dengan sangat hati-hati dan memasangnya di tempat yang sama dengan pot bunga yang dipecahkan kemarin. Lalu, dia pun memberitahukan hal ini kepada ibu mertuanya. Khadijah sempat tidak percaya, tetapi setelah mendengarkan kisah rahasia yang tidak diketahuinya, dia hatinya menjadi luluh untuk memaafkan Aminah.

Aminah berharap, hubungan mereka akan hangat seperti ini. Yah, kalau pun ada sebuah pertengkaran, namanya juga bumbu-bumbu dalam kehidupan. Kita hanya perlu menjalani, menikmati, dan mensyukurinya saja.

Setiap kali Aminah melihat pot bunga itu di rumah, dia tidak hanya melihat keindahannya, tetapi juga mengingat kenangan yang terkait dengan ibu mertuanya dan seniman tersebut. Pot bunga itu menjadi simbol persahabatan yang kuat dan memungkinkan ibu mertuanya merasakan kehadiran teman baiknya meskipun sudah tiada.

Dengan cerita pot bunga yang mirip dengan punya ibu mertuanya, Aminah menyadari bahwa terkadang objek-objek sederhana dapat menyimpan kenangan yang berharga. Dia berjanji untuk menjaga pot bunga itu dengan baik, agar hubungan dengan ibu mertuanya semakin baik ke depannya.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status