Bab 7. Pertengkaran Dengan Mertua
========
Gontai Alisya berjalan, menjingjing barang barangnya. Otaknya sibuk berpikir tentang watak putrinya. Kenapa Rena cenderung ngelawan. Bahkan dia berani membantah perintah Alisya. Sang bunda tidak tahu, kalau kesakitan dan kekasaran yang diperbuat anggota keluarganya selama ini pada putrinya, telah merubah watak lemah lembut menjadi kasar dan pendendam. Rena mulai mendendam pada Deva.
“Eh, tumben udah pulang? Kamu enggak lembur?” Mama mertua menyambut di depan pintu.
“Tidak, Ma.” Alisya menjawab singkat, langsung berjalan menuju kamar utama.
“Itu barang-barang kerja pabrik kamu, kok, di bawa pulang semua?” Sang Mertua mengekori.
“Ya, saya gak kerja lagi.” Alisya sengaja berbohong. Tujuannya agar keluarga benalu ini tak lagi mengharapkannya menyediakan seluruh biaya rumah ini, pun biaya kuliah Intan. Apalagi biaya tagihan mobil.
“Lho lho lho! Gak kerja lagi, maksudnya apa?”
“Ya, enggak kerja lagi. Saya berhenti.”
“Kamu dipecat?”
“Bisa dibilang begitu juga.”
“Astagaaaaaa! Lalu kita makan apa kalau kau enggak kerja! Makan batu!” Mertuanya menjerit. Alisya tak peduli.
“Ada apa, Ma?” Fajar yang tengah tenggelam dengan permainan game onlinenya merasa sangat terganggu.
“Liat istri kamu! Fajar! Liat istri kamu!” Sang ibu mengguncang lengan anaknya.
“Ah, Mama! Kan, udah kalah! Haduuuuh! Asem! Gara-gara Mama, nih!”
“Liat istrimu! Dia bilang berhenti kerja!”
Fajar tersadar. Meletakkan ponselnya di atas nakas, lalu menghampiri Alisya yang tengah sibuk mengeluarkan semua barang-barangnya dari dalam tas kresek besar.
“Sya? Apa benar yang dibilang Mama? Oh, iya, ini masih jam berapa? Kok kamu sudah pulang?” Fajar akhirnya sadar apa yang terjadi.
“Aneh, aja, Mas. Saat kamu berhenti kerja, Mama sedih tapi lebih seperti menghibur kamu, gitu. Saat aku berhenti kerja, kenapa Mama histeris gitu, kamu juga? Aneh! Harusnya kalian itu meghibur aku juga, karena berhenti kerja! Aku kehilangan pekerjaan aku.”
“Alisya! Jangan bercanda! Ini maksudnya apa, ha?” Fajar mendelik.
“Aku dipecat, Mas. Aku gak kerja lagi!”
“Kenapa bisa, Sya!”
“Aku juga bingung. Katanya aku kerja gak boleh bawa anak.”
“Itu! Kamu, sih, sok-sok an bawa anak kerja! Liat apa dampaknya! Kamu dipecat! Ke depannya kita mau makan apa?”
“Jangankan ke depannya! Makan hari ini aja, aku udah gak punya uang.”
“Apa?”
“Ya, aku gak punya uang.”
“Alisya, kau jangan main-main! Tadi pagi kamu enggak ninggali uang belanja, gak ninggali uang minyak dan jajan kuliah Intan, juga uang beli rokok Fajar. Mama sengaja utang di warung, janji, nanti sore kamu yang bayar. Tapi tak ada yang mau ngasi utangan. Terpaksa Mama pakai uang simpanan Mama. Kamu harus ganti! Ganti semuanya! Mama sudah tak punya uang sepeser pun!”
“Sama, dong. Aku juga gak punya uang lagi sepeserpun!” Alisya berdusta.
“Tak mungkin! Ke mana gaji kamu! Mana bonus lembur kamu? Ini masih pertengahan bulan. Tak mungkin sudah habis!”
“Aku bayar utang. Karena aku dipecat, maka semua utang aku pada teman-teman dan juga di warung seberang pabrik harus aku bayar.”
“Tidak bisa! Tidak bisa! Kau pasti bohong! Perempuan lugu dan tidak banyak tingkah seperti kamu, tak mungkin dipecat.”
“Nyatanya aku dipecat.”
“Itu gara-gara kau bawa anak! Kenapa kamu bawa Rena kerja!”
“Karena aku tak mau berpisah dengan putriku sedetikpun mulai sekarang.”
“Apa maksud kamu, Alisya!”
“Aku tak mau lagi berpisah dengan putriku! Tidak sedetikpun!”
“Lalu siapa yang akan bekerja mencari uang! Kita butuh biaya hidup! Intan butuh biaya kuliah! Mobil harus dicicil!” Listrik, air, semuanya, pakai apa bayarnya, Alisya!”
“Mammma!” Rena yang mendengar suara teriakan menyebut nama ibunya, merasa terusik. Dia sudah terbiasa mendengar suara teriakan di rumah ini, tetapi tidak pernah menyebut nama ibunya. Baru kali ini. Kenapa ibunya juga diteriaki oleh penghuni rumah ini seperti dirinya?”
“Jadi, Mama mengharapkan aku yang bekerja terus menerus, begitu? Sementara Mas Fajar bermalas-malasan di rumah, sudah terlena dengan status penganggurannya? Begitu?”
“Kamu! Sejak kapan kamu jadi pembantah seperti ini! Sejak kapan kamu bernai melawan perintahku!” Mertuanya terkejut melihat Alisya sudah berani melawan.
“Aku gak berubah, dari dulu juga begini.” Alisya semakin melawan.
“Mammma!” Rena memeluk ibunya. Wajahnya terlihat begitu khawatir. Ya, bocah kecil itu mengira, ibunya tengah ketakutan seperti dirinya yang dulu selalu ketakutan saat dibentak -bentak seperti itu. Sekarang, Rena sudah mati rasa. Bentakan seperti apapun, bocah itu sudah tak mempan bila pelakunya adalah orang di rumah ini. Namun, bila orang yang baru dikenalnya seperti Deva yang melakukan, maka akan langsung tumbuh dendam, dia pilih menghindar.
“Oh, aku tahu. Ini, kan yang membuat kau berubah? Sini, kamu!” Ibu mertua menarik paksa tubuh Rena.
Alisya dan Rena sama-sama terkejut.
“Apa maksud Mama! Lepaskan Rena, Ma!”
“Besok kau harus mencari kerjaan baru. Tak akan mama lepaskan sebelum kau mendapat kerjaan baru!” ancam wanita itu menyeret Rena menuju kamarnya.
“Tidak! Lepasin anakku!” Spontan Alisya mencengkram pergelangan tangan kanan mertuanya. Renapun menggigit tangan kiri sang Nenek.
“Awwww! Fajar! Tolongin Mama!” Wanita itu menjerit. Rena lepas dari cengkramannya. Fajar hanya bisa melongo.
“Aku akan pergi dari sini! Berhenti mengharapkan aku menjadi sapi perah kalian!” Alisya memeluk putrinya sambil berjongkok. Meniup dan mengusap bekas cengkaraman sang nenek yang membiru di tangan mungil sang putri.
“Mas Fajar! Sayang! Lho, kok, ada Alisya? Dia gak kerja?” Desy berdiri kaku di ambang pintu. Semua melongo, suasana semakin tegang.
*****
Bersambung.
Bab 210. Para Benalu Bertaubat (Tamat)=============“Yang itu? Sepertinya itu Tante Niken sama siapa, ya, Ma? Ada dua oom oom juga.”“Kita ke sana, yuk Sayang! Biar nampak jelas.”Keduanya mempercepat langkah. Jarak beberapa meter, mereka berhenti. Alisya menahan langkah Tasya, dengan mencengkram lengan gadis kecil itu. Keduanya melongo menatap pemandangan yang mengejutkan di depan mereka. Supir peribadi Niken yang telah lama menghilang, kini ada di sana.Nanar mata Alisya menatap seorang pria satunya. Lelaki kurus, seolah tingggal kulit pembungkus tulang. Mata cekung&nb
Bab 209. Culik Aku, Mas!========“Kasihan Intan, Mas.”“Bagaimana dengan aku? Aku juga sudah berjuang melupakan kamu, tapi tetap gak bisa, gimana?”“Mas?”“Ya?”“Aku bingung!”“Kenapa bingung?”“Masih gak percaya dengan ucapan Intan tadi. Gak mungkin Mama setega itu sama kamu!”“Nyatanya seperti itu, Non! Bu Alina menyerahkan selembar cek untukku, agar aku pergi meningalkan kamu. Tapi aku tolak, karena cintaku tak ternila
Bab 208. Bukan Pagar Makan Tanaman=========“Stop! Stop! Kubilang stop! Kumohon berhenti! Jangan ikuti aku!” Niken berteriak.“Ok, kami berhenti. Tapi, kamu juga berhenti, Ken! Kenapa? Kenapa kamu mau pergi, setelah sekian lama kita tak berjumpa? Ok, aku pernah salah, aku pernah khilaf. Tapi, Mas Deva sudah memaafkan aku. Aku juga sudah menyasali perbuatanku. Aku sudah insyaf, Ken! Mas Deva dan Kak Alisya saja mau memaafkan kesalahanku, kenapa kamu tidak? Padahal kita udah sahabatan sejak kuliah semester satu. Empat tahun bukan waktu singkat untuk membina suatu hungan persahabatan, Niken!” Intan kini berurai air mata.“Sahab
Bab 207. Kejutan Buat Niken===========“Rena! Cepat, dong! Ke mana lagi, sih?” Niken memanggil keponakannya.“Bentan, Ante!” teriak gadis kecil berseragam sekolah taman kanak-kanak itu berlari menuju halaman belakang sekolah.“Rena! Ayo, dong! Kak Tasya nanti kelamaan nunggunya, lho!” Niken berusaha mengejar.Hampir setiap hari Rena menuju tempat itu. Rumah penjaga sekolah. Entah apa yang menarik perhatian Rena di sana. Biasanya Dadang yang mengantar dan menjemput Rena. Pak Dadang hanya akan menunggu saja di mobil, di dekat gerbang, tapi hari ini dia 
Bab 206. Permintaan Alisya===========“Lakukan sesuatu, Mas! Kamu mau Niken seperti itu terus?” pinta Alisya menuntut Deva.“Apa yang bisa kuperbuat, Sya?”Deva menoleh ke arah Alisya. Wanita yang masih berbaring itu menatapnya dengan serius. Deva mendekat. “Aku bisa apa, coba? Mencari Hendra lalu menikahkannya dengan Niken? Lalu apa yang akan terjadi dengan Mama? Belum lagi Papa. Kamu tahu resikonya sangat berat, bukan?”“Ya. Tapi aku tidak tega melihat Niken makin terpuruk seperti itu.”“Aku paham. Aku akan usahakan yang terbaik buat mereka. Jika mereka berjodoh, aku yakin mereka pasti akan bersatu juga. Seperti kita.”“Ya.”“Bedanya, kamu bisa
Bab 205. Niken memilih Menjadi Perawan Tua=======“Gimana, dong?” Aisyah memilin ujung jilbabnya.“Siapa yang suruh merajuk-rajuk segala. Dipaksa nikah sama Mama, bingung, kan?”“Mas Raja, sih. Suka banget buat Ai cemburu!”“Ai, aku baik sama Alisya, hanya sebatas adik kepada kakaknya, gak lebih! Tolong kamu paham, dong, Ai. Aku, sih, ok aja, disuruh nikahi kamu, sekarang, pun aku mau. Tapi, kamu? Belum mau, kan? Nah sekarang siapa yang gak serius dengan hubungan ini?”“Ai serius, Mas. A