Entah kutukan apa yang dikirim kan tuhan pada ku lewat kamu yang terlalu menguji kesabaran ku setiap hari.
Naya melihat keluar jendela, memandangi setiap tetes air hujan yang turun. Kebetulan hari ini guru mata pelajaran sedang tidak masuk jadi saat ini sedang berlangsung jam kosong.
Naya mengalihkan pandangannya pada sosok cowok yang saat ini sedang berada dalam mimpi. Hawa dingin dari hujan yang turun saat ini mampu menghantarkan Fano Arga Tara pada tidur yang sangat nyenyak.
Ia menarik bibirnya membentuk senyum ketika bayangan masa lalu mereka tiba-tiba melintas. Tak ingin tertangkap basah karena menatap Fano secara diam-diam, Naya kembali mengalihkan pandangannya ke jendela melanjutkan aktivitasnya tadi.
Memang benar bahwa hujan selalu mengingat kan kita pada kenangan.
"Hujan turun aja di liatin, ya elah Nay sejak kapan Lo jadi alay?" Ucap seseorang yang ntah sejak kapan sudah berada disamping nya dengan kedua tangan nya dilipat didada.
Naya memutar matanya malas, "Berisik deh Fan."
Fano tersenyum jahil ke arah Naya. "Apa Lo sedang mengenang tentang kita ya Nay?"
"Menurut Lo?"
Fano terdiam cukup lama, "Apa Lo sedang mikirin gue yang ntah mengapa bisa seganteng ini ya Nay?" Fano menutup mulutnya dengan ekspresi yang susah untuk di jelaskan, "gue mencium bau-bau penyesalan nih." Ucap nya sambil mengendus
Naya menarik nafas nya dalam-dalam, Fano selalu bisa membangun kan singa tidur di dalam dirinya. "Gue juga mencium bau-bau minta di gampar nih!!"
Fano langsung nyengir kuda menampakkan deretan gigi putih nya. "Slow Nay, sesama mantan itu kita harus damai biar tercipta hubungan yang harmonis di masa yang akan datang."
"Serah deh Fan, malas gue sama Lo!!"
Naya langsung melangkah kan kaki meninggalkan Fano. Tapi baru beberapa langkah Naya memundurkan langkahnya kembali hingga berada di posisi semula.
Fano menaikan satu alis nya tanda tak mengerti mengapa Naya tiba-tiba kembali lagi. Naya menyentuh pelan lengan Fano dengan jari telunjuknya. "Fano, pulang nebeng ya." Ucap nya dengan tersenyum manis
"Serah deh Nay, malas gue sama Lo." Fano mengulang kata-kata Naya tadi dan berlalu meninggalkan Naya yang masih saja mengekor nya di belakang menunggu jawaban iya.
**
Saat ini Fano sedang mengantar pulang Naya. Iya, bagaimana pun jawaban tidak dari Fano akan menjadi jawaban iya buat Naya. seperti saat ini, walaupun Fano bilang nggak mau pulang bareng tapi Naya tetap aja ngekor dari belakang.
"Nay, ada hal yang masih jadi misteri buat gue sampai saat ini." Ucap Fano yang masih fokus mengendarai motor nya
"Apa emang?" Tanya nanya yang berada di belakang
"Kok bisa ya Nay ayam berubah jadi kucing tetangga?" Jawab Fano dengan muka serius.
Naya merasa jengah langsung memukul tubuh Fano. "Ini nih akibat IQ melebihi rata-rata jadinya kelewatan pintar kayak sekarang."
"Sakit tau Nay. Lo jadi cewek nggak ada lembut-lembut nya ya."
"Bodo ah gue nggak dengar."
"Tapi beneran dah Nay, gue penasaran.."
"Males ah gue Fan, melayani Lo sama aja gue melayani orang gila."
"Gini nih, ciri-ciri mantan yang nggak dewasa."
"Ya elah ribet Lo kayak mak-mak lagi milih sayuran di pasar."
"Eh sedot WC, mulut Lo itu yang dari tadi ngerocos Mulu kayak ember bocor."
Naya menutup kedua telinganya dengan tangan. "Nggak dengar gue. Lalalalalalala, dududuh, oh yey!!"
Fano yang melihat aksi Naya melalui spion hanya bisa tersenyum. "Kalian harus tau betapa senangnya punya mantan rasa pacar dengan ditambah sedikit bumbu pertemanan."
Fano menghentikan motornya pada sebuah rumah berwarna hijau muda. Naya segera turun dari motor dan melepaskan helm dari kepala. "Makasih."
"Sore Lo sibuk?" Tanya Fano sambil mengambil helm dari tangan Naya.
Terlihat muka Naya yang berfikir sebentar. "Gaya Lo Nay sok ngatris tau nggak!! Lo mana ada acara ntar sore."
Iya, Fano selalu tau kegiatan Naya apa pun itu.
Naya tersenyum, "Biar keliatan jual mahal dikit gitu Fan."
"Sok jual mahal, jual murah aja belum tentu ada yang mau beli."
Naya langsung membulat kan mata nya mendengar ucapan Fano. "Fan, dapat salam dari sepatu gue katanya rindu. Udah lama nggak ngerasa nyangkut di kepala Lo."
"Gue pulang ya Nay, jam 4 gue jemput. Kalau Lo nggak ada bedak bayi ntar sekalian gue beliin tepung buat Lo." Ucap Fano sambil berlalu meninggalkan Naya. Ia tak ingin berlama-lama lagi kalau Naya udah ngomong seperti itu.
"Lo pikir muka gue adonan kue apa?" Gumam Naya langsung masuk ke dalam rumah karena perut sudah keroncong dan cacing juga sudah demo mintak makan.
"Diantara mantan lagi?" Tanya Maya bunda Naya
Naya yang baru masuk kaget tiba-tiba di kasi pertanyaan seperti itu. "Apa sih bunda."
"Awas kamu baper lagi, terus balikan lagi loh sayang." Ucap bunda nya sambil tersenyum
"Buset dah, berat banget sih bahasan bunda buat perut Naya laper."
Naya langsung meninggalkan bunda nya untuk membersihkan diri dan makan dengan segera karena di dalam perut seperti nya cacing sudah bakar-bakar ban karena terlalu kelaparan dan di demo tak di tanggapi.
**
"Sini Nay duduk." Ucap Fano sambil menepuk-nepuk tempat di sebelah nya.
Naya mengikuti saja suruhan Fano. Ia sungguh kesal karena di ajak Fano memancing hal yang sangat ia benci.
"Santuy aja kali elah Lo nggak usah kusut gitu muka Lo, udah jelek makin jelek Lo ntar. gue itu ngajakin Lo kesini biar Lo tau gimana rasa nya menunggu."
"Please ya Fan nggak ada sangkut pautnya sama gue. Kalau Lo mau tau rasanya nggak usah ajak-ajak gue karena gue nggak suka. Capek, mendingan tidur."
Fano tak menanggapi ucapan Naya, ia tengah fokus dengan pancingan nya. Sedangkan Naya sedang fokus menghabiskan cemilan yang di bawa oleh Fano tadi.
Satu jam lebih tapi belum ada tanda-tanda pancingan milik Fano bergoyang membuat si Naya makin kesal.
"Fan, mana sih ikan nya?" Tanya Naya
"Bentar lagi paling Nay ikan nya muncul karena habis pulang pesta." Jawab Fano seadanya
"Pesta apaan sih? Umpan Lo itu kali Fan yang nggak bermutu dan udah habis masa tenggang nya."
"Eh anak TK nggak usah berisik ya dek, abang lagi konsen mencari tau kenapa nggak ada ikan yang muncul." Ucap nya sambil memejamkan mata nya
"Ya elah pancang kayu, bahasa Lo ya. Dulu pertama kali kita ke sini Lo bilang ikan nya pulang kampung, bulan lalu Lo bilang ikan nya sedang hijrah ke tetangga sebelah sekarang Lo mau bilang apa lagi ha?" Ucap Naya sambil mengingat kejadian yang sama seperti ini dulu
Fano hanya tersenyum mendengar ucapan Naya. Emang benar wanita mampu mengingat kejadian yang lalu dengan sangat terperinci.
"Itu Nay, emmm.. Lo capek kan Nay. Ayo gue antarin pulang biar Lo bisa istirahat kan Lo bilang Lo capek." Ucap Fano mengalihkan pembicaraan
"Tuh kan ujung-ujungnya gini kan. Muka polos lagi Lo pasang sama gue udah nggak mempan Fan, udah makanan gue. Kalau nggak jago nggak usah sok-sokan mancing."
"Iya Nay iya, ini kali terakhir kok nggak kesini lagi deh janji."
"Ya udah ayo pulang, dari tadi kek."
" Eh Mulut Lo lagi bocor ya Nay kok dari tadi ngomong terus nggak capek apa mulut Lo itu?"
Naya memandang Fano dengan tatapan tajam. Sungguh mantan nya yang satu ini sangat menguji kesabaran nya. Sedangkan Fano hanya tersenyum dengan mengangkat jari telunjuk dan jari tengah nya.
"Terus kali ini Lo mau bilang apa lagi Fan? Ikan nya udah habis?" Tanya Naya kemudian
"Nggak Nay, ikan nya lagi tidur karena kekenyangan makan tadi." Fano tersenyum kearah Naya dengan muka tak berdosa.
Naya harus punya cukup kesabaran karena memiliki mantan seperti Fano ini.
"Nay." Panggil Fano setelah cukup lama di diam kan oleh Naya
Naya menoleh ke sumber suara tanpa menjawab menunggu kata selanjutnya yang ingin disampaikan oleh Fano.
"Lo ingat nggak dulu waktu kita masih pacaran?"
Naya menarik alis nya tak mengerti dengan pembahasan Fano kali ini.
"Gue masih bingung Nay dan ini masih jadi misteri yang belum sempat di pecah kan?"
Naya yang sedang serius menunggu ucapan Fano langsung memutar matanya malas. Ia sungguh menyesal karena sudah mendengar kan omongan Fano dengan serius tadi.
Naya selalu berpikir kapan Fano akan seperti cowok-cowok lain yang waras dan romantis. Tapi sia-sia saja pemikiran nya seperti itu, Fano udah dari lahir nggak waras nya dan mungkin memiliki IQ di atas rata-rata karena Tuhan sedang berbaik hati saat itu dengan nya.
"Misteri apa lagi ha? Tentang ayam yang tiba-tiba berubah jadi kucing tetangga?" Ketus Naya
"Nggak Nay, eh tapi itu juga sih masih jadi misteri buat gue." Fano tampak berpikir sebentar, "Misteri kali ini berhubungan sama Lo Nay."
"Sama gue?" Naya menunjuk diri nya sendiri, "kenapa gue?"
"Karena gue penasaran kenapa Lo kok kecil banget ya kayak anak TK. Kapan besar nya dek?" Fano langsung tertawa terbahak-bahak setelah mengucapkan kata-kata itu.
Naya yang sudah naik pitam itu langsung meninggalkan Fano yang masih tertawa. Jika membunuh itu tidak dosa, mungkin Fano adalah orang pertama yang ingin ia bunuh agar tak ada lagi yang membuat ia kesal setiap hari.
Fano yang menyadari kepergian Naya langsung menghentikan tawa nya dengan cepat ia mengejar Naya yang sudah jauh di depan.
"Mau kemana sih Nay?" Tanya Fano saat sudah mensejajarkan langkah nya dengan Naya
"Pulang."
"Kalau mau pulang bilang dong nggak usah sok-sokan ngambek gitu deh jadi makin gemes."
"Bodoh."
"Canda doang kali Nay nggak usah di anggap serius ah, kayak baru kenal gue aja."
"Karena gue kenal Lo udah lama makanya gue sesabar ini ngadapin gila Lo yang udah level akut ini."
Fano menahan tangan Naya membuat langkah mereka terhenti. Fano mengenggam tangan Naya. "Terimakasih udah selalu sabar saat sama gue." Ucap nya sambil tersenyum
"Kalian." Gumam Fano."Ih seriusan ini Fano Loh." Ucap Tania yang mulai mendekati Fano diikuti dengan Aldi dan juga Riko dibelakangnya.Mereka bertiga benar-benar terkejut saat melihat sosok Fano yang sudah sangat lama tak pernah terlihat sama sekali sejak hari itu."Apa kabar Fan?" Tanya Riko, terasa sedikit canggung namun tetap ia sapa sosok yang dulu selalu ia susahkan itu."Baik, kalian apa kabar?" Tanya Fano dengan sangat hati-hati sekali.Ia takut jika ia masih seperti dulu lagi maka teman-teman nya itu akan berpikir aneh. Toh mereka sudah lulus begitu lama dan juga ia yakin bahwa saat ini mereka semua sudah bergelut pada dunia kerja yang menuntut keseriusan.Tania menulis nama mereka bertiga di daftar tamu yang hadir dan kemudian langsung menyerahkan undangan biru muda itu kepada petugas."Woi, ayo masuk. Ngapain sih lama bnget dis
Fano sampai pada parkiran mobil, di hadapannya saat ini berdiri sebuah bangunan dimana ia pernah menimba ilmu dulunya.Ia masih bingung antara masuk atau tidak, entahlah terasa begitu gugup sekali saat ini.Pikirannya saat ini hanya satu saja, bagaimana ia akan menjawab pertanyaan demi pertanyaan semua orang nantinya.Jika nnati orang bertanya tentang Syasa, apa yang harus ia jawab?Sudahkah dirinya ini siap untuk masuk dan bertemu dengan banyak orang dari masa lalu nya itu?Beberapa pertanyaan terus memenuhi isi kepalanya saat ini hingga membuat ia tak tahu harus bagaimana.Apakah ia harus pulang saja? Jika iya, maka kedatangan nya kesini itu untuk apa? Hanya untuk melihat bangunan yang pernah ia tempati dulu yang mempunyai banyak sekali kenangan antara dirinya dan juga Naya?Lama sekali Fano terdiam di dalam mobil, matanya terus saja me
Gerbang yang menjulang tinggi itu dihiasi lampu warna-warni disana. Tak lupa juga balon warna warni juga ikut turut serta meramaikan keindahan dekorasi yang dibuat oleh sekolah melalui anak-anak OSIS yang bergerak sesuai bidangnya.Sekolah sudah begitu ramai sekali yang datang, reunian kali ini benar-benar terasa begitu berbeda dari reunian yang dilakukan setiap tahunnya.Jika tiap-tiap tahun yang datang mengisi acara hanya sedikit maka kali ini para alumni yang datang benar-benar di luar dugaan sehingga bagian konsumsi harus bergerak cepat untuk menambah makanan dan jamuan untuk para hadirin yang datang.Benar-benar merupakan reunian yang paling berbeda dari biasanya. Seluruh anak OSIS kesana sini menyiapkan banyak kekurangan itu. Tak Mereka sangka bahwa alumni yang hadir akan benar-benar ramai melewati batas target mereka."Buset dah, tumben banget reunian kali ini Ramai. Biasanya tiap tahun sepi,
Beberapa hal datang tanpa kita tahu maksud sebenarnya tapi kita tahu ada sesuatu yang harus kita temukan dari semua itu.Fano berada dalam ruangannya, sejak tadi ia mencoba untuk fokus pada kerjaannya itu melupakan semuanya, namun entah kenapa bayangan wajah Naina terus saja menghantui nya.Anak nya itu seperti sedang melakukan pemberontak dengan cara sangat halus sekali.Tapi ia juga tidak tahu apa sebabnya, seingatnya ia dan Naina tidak terlibat dalam perdebatan apapun itu. Jika pun mereka terlibat perdebatan, Naina akan mengunci diri di dalam kamar dan tak akan bicara apapun padanya.Tapi tadi, Naina masih memanggil nya dengan panggilan papa dan masih menggenggam tangan Fano dengan begitu erat. Tak ada tanda-tanda Naina marah padanya tapi kenapa rasanya itu ada yang berbeda dengan anak yang sudah ia besarkan bertahun-tahun lamanya?Fano mengingat apa saja kegiatan yang telah m
Dari banyak hal, membenci mu setelah menoreh luka adalah hal yang tak bisa gue lakukan sampai saat ini.Naina terdiam menatap sarapan yang ada di atas meja. Kata-kata yang diucapkan oleh nenek nya tadi malam begitu memukul dirinya sampai ke dasar hati yang paling terdalam.Rasanya ia sungguh ingin tertawa saja sekarang, menertawakan kebodohan nya selama ini."Sayang kamu kenapa? Sakit ya?" Ucap Fano yang langsung membawa Naina kembali pada kesadaran nya semula.Naina menatap papanya di hadapannya itu, ia juga tidak tahu harus menunjukkan ekspresi dan bersikap seperti apa di hadapan papa nya saat ini.Tak mendapat kan jawaban apapun dari Naina, Fano bergerak menghampiri Naina yang duduk tak jauh
"Kemari sayang," ucap ibu Fano pada Naina sambil menepuk kasur empuk disampingnya itu.Naina melangkah untuk mendekat ke arah nenek nya dengan perasaan yang bercampur aduk. Mimik wajah dari sang nenek yang terasa beda dari biasanya membuat Naina merasa bingung. Sebenarnya apa yang sedang terjadi dan tak ia ketahui sama sekali.Senyum wanita yang sudah tua itu begitu manis. Jarang sekali ia melihat neneknya bisa tersenyum seperti saat ini. Bukan jarang malah lebih tepatnya tidak pernah. Namun saat hanya dengan menyebut nama wanita itu, sisi lain nenek nya dan sang papa yang tak pernah ia ketahui muncul begitu saja."Berapa umurmu sekarang sayang?" Tanya ibu Fano saat Naina sudah duduk disampingnya."Hampir delapan tahun nek." Jawab Naina.Kembali wanita itu mengembang senyumnya hingga menampakkan bentuk keriput di matanya."Kau sudah sangat besar ternyata, tap