Entah lah, tanpa mengusik ketenangan mu membuat ada yang kurang dalam daftar aktivitas harian ku.
"Sekali lagi saya bertanya siapa yang nyuruh kalian untuk pulang tanpa arahan dari sekolah?" Ucap pak Kepala sekolah yang kini sudah tak bisa menahan rasa kesal nya pada murid yang tidak bertanggungjawab.
Kini satu sekolah sedang berdiri di lapangan mendengar ocehan dari kepala sekolah yang sedang mencari pelaku. Sudah hampir satu jam mereka di jemur di lapangan karena belum ada yang mengakui kesalahannya.
"Baiklah, jika kalian tidak ada yang mau mengaku maka hari ini kalian semuanya saya jemur sampai jam sekolah berakhir dan tidak ada yang boleh keluar dari barisan." Ucap kepala sekolah kemudian dengan rasa kesal nya karena sampai satu jam berlalu belum ada yang mau mengaku.
Terdengar suara keluhan dari para siswa dan siswi dari semua kelas. Termasuk kelas XII IPA 1. Fano masih asik bermain game di ponsel nya sedari tadi tanpa mendengar ucapan dari Kepala sekolah.
"Yah .. ah sial pakai mati segala lagi hp gue, padahal dikit lagi juga!!" Maki Fano pada ponselnya yang sudah mati.
Ia menyapu sekeliling mendapati semua siswa masih berdiri seperti tadi sebelum ia mulai memain kan game. Fano tersenyum karena tau ini akan terjadi karena perbuatannya semalam yang membuat satu sekolah pulang saat guru rapat.
Fano celingak-celinguk mencari seseorang. Mata nya berhenti pada sosok yang sedang berdiri dengan banyak nya keringat yang keluar akibat kena sinar matahari. Tiba-tiba sebuah ide terlintas dari otak nya.
"Naya." Panggil Fano saat sudah berada di samping barisan Naya.
"Apa?" Jawab Naya ketus
"Ya elah, santai aja kali Nay sama mantan. Nggak usah galak-galak ntar lo nggak jadi mantan idaman."
"Berisik ya Fan." Ketus Naya
"Naya Lo panas nggak?"
"Nggak!! sekarang kan lagi hujan versi matahari. Lo nggak ngerasa ya?" Jawab nya dengan ekspresi datar.
Fano menggeleng kan kepala mendengar jawaban Naya. Fano melihat kiri dan kanan sambil tangannya ia taruh di bahu Naya membuat si empunya membulatkan mata kearah Fano.
"Lepa...."
"Pura-pura pingsan Nay dalam hitungan ke tiga atau gue cium Lo depan satu sekolah." Potong Fano cepat tepat di telinga Naya.
Naya membulat kan matanya tak percaya dengan ucapan Fano tadi. Ide gila apa yang sedang direncanakan oleh Fano saat ini.
Fano menarik Naya lebih dekat lagi membuat Naya membenturkan kepalanya di dada bidang Fano. "Tiga."
"Eh buset, kapan Lo ngitung satu dan dua nya? Tiba-tiba udah tiga aja." Tanya Naya dengan suara pelan yang masih di dengar oleh Fano.
Fano mengabaikan pertanyaan Naya barusan dan ia langsung memasang muka panik nya untuk melancarkan aksi gila nya itu. "Eh, astaga Nay. Pak ada yang pingsan." Teriak Fano membuat seluruh siswa memandang kearah nya yang kelihatan sedang panik.
Entah apa yang membuat si Naya mengikuti permainan gila Fano itu. Kini Naya sedang berbaring dengan beralas paha Fano seperti orang yang benaran pingsan.
Bu Vika langsung menghampiri kelas XII IPA 1 untuk melihat siapa yang pingsan.
"Ya udah Fano kamu bawa Naya ke UKS sekarang juga dan tunggu ibu disana." Titah Bu Vika. "Jangan ngapa-ngapain kamu." Peringat Bu Vika selanjutnya.
Fano langsung mengendong Naya menuju ke ruang UKS sesuai yang di perintahkan oleh Bu Vika. Sementara Bu Vika langsung pergi menemui kepala sekolah. Terlihat Bu Vika berbicara serius dengan kepala sekolah sebentar sebelum ia pergi meninggalkan lapangan.
Ditempat lain, tubuh Fano sudah hilang dari pandangan semua orang karena memang jarak lapangan dan UKS sangat jauh tempat Nya. UKS terletak di sebrang Labor kimia.
Setelah merasa tak ada yang bisa melihat mereka Fano menghela nafas gusar. "Buruan turun, capek tau nggak gue gendong Lo mana berat lagi badan Lo!! Berapa kilo sih Lo makan dalam satu hari sampai bisa berat gini?"
Naya yang menutup matanya sedari tadi langsung membuka matanya mendengar ucapan Fano yang menurutnya tak ada lembut-lembut nya itu. Naya langsung turun dari gendongan sesuai yang di suruh Fano.
"Bibir Lo mau gue ulek buat jadi campuran sambal terasi?" Ucap Naya sambil berlalu menuju ruang UKS yang di seberang.
Fano tersenyum, "Kalau di cium sama Lo mau dong Nay."
Kaki Naya yang sudah selangkah masuk ke ruang UKS langsung berhenti. Naya memutar badannya. "Nggak Sudi!!" Ucap Naya dengan penuh penekanan disetiap kata dan langsung melanjutkan langkah nya untuk istirahat di dalam ruang UKS sesuai yang di perintahkan tadi biar nggak keliatan bohong nya.
"Ntar juga Sudi kalau udah coba dan merasakan nikmatnya, pasti nagih deh Lo Nay." Ucap Fano sambil mengedipkan mata nya dengan genit.
Naya yang sudah berbaring di atas tempat tidur itu memilih menutup matanya untuk tidur dari pada ia melayani kegilaan dan keintiman Fano.
"Buset dah, dasar kebo Lo Nay masih bisa-bisa nya ya Lo mengabaikan cowok tampan kayak gue ini yang lucunya sampai ke anak cucu nanti."
"Tapi makasih ya Nay, berkat bantuan Lo, kita nggak harus panas-panas berjemur di lapangan kayak ikan asin yang nggak ada harga." Membayangkan nya saja Fano tak sanggup.
Naya hanya diam pura-pura tidur sambil terus mendengarkan ocehan receh dari Fano yang kadang-kadang membuat Naya ingin tertawa sendiri.
**
"Fano pulang." Teriak Fano langsung menaiki anak tangga menuju kamar nya.
"Cepatan turun ya Fan kita makan. Ibu udah nyiapin makanan ni ntar kalau kelamaan jadi dingin." Balas Tyas ibu nya Fano.
Tak ada sahutan dari Fano yang secepat kilat sudah hilang saja. Ibu Fano sibuk menghidangkan makanan di meja makan sambil menunggu Fano turun.
Tok..tok..tokk
"Masuk aja pintu nya nggak di kunci."
"Tebak dong siapa?"
"Nggak usah sok-sok mau ditebak, Tante udah tau. Cepatan masuk!!"
"Nggak mau, bukain dong Tante." Teriak seseorang di balik pintu
"Jangan manja Riko."
Riko yang mendengar nama nya di panggil pun langsung masuk dengan muka kusut nya. "Ih, sebal deh sama Tante, pura-pura deh nggak tau gitu siapa yang datang biar aku nya senang Tan."
Ibu Fano hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum. Riko itu sama saja dengan Fano sifat nya. Dan ia harus punya banyak kesabaran menghadapi dua anak idiot yang cukup menguras emosi.
"Ya elah Lo, kayak pengemis langganan aja nggak pernah absen datang kerumah gue." Ucap Fano yang entah sejak kapan sudah duduk di meja makan.
Riko nyengir menunjukkan deretan gigi dengan muka tak berdosa. "Eh babang Fano."
"Apa Lo?" Jawab Fano ketus
"Fano!! Udah ah nggak boleh gitu sama Riko. Kan Riko juga anak ibu."
"Sejak kapan ibu ngelahirin anak yang bego nya nggak ketolongan kayak dia?"
"Sejak negara api menyerang dan pada akhirnya masakan buatan Tante jadi enak." Ucap Riko yang sudah makan dengan nasi dan Lauk kini bersusun rapi di atas piring.
"Udah dimakan dulu Fan makanan nya."
Tak ada jawaban lagi, Fano langsung menghabisi makanan yang ada di piring nya.
"Tante, boleh nambah nggak?" Ucap Riko tiba-tiba membuat suasana hening di meja makan menjadi berisik kembali.
"Buset dah Lo, doyan apa lapar sih makan kayak orang ke serupan."
"Bodo."
"Nambah aja lagi Riko, masih banyak kok di dapur, kebetulan hari ini Tante masak banyak."
"Lama-lama Lo sama kayak si Naya, makan berkilo-kilo beras nambah berat aja."
"Cieee, yang langsung ingat mantan." Ejek Riko
"Naya siapa?" Tanya ibu Fano merasa ada yang janggal saat Riko menyebutkan kalimat mantan di akhir ucapannya.
Fano langsung menajamkan mata nya kearah Riko.
"Iya Tan, Fano sekarang udah gede udah pinter pacaran. Buktinya aja dia macarin anak orang dengan paksa Tan. Terus ya..."
"Lo diam atau Lo nggak dapat jatah makan lagi besok !!" Ucap Fano yang kini sudah hilang kesabarannya menghadapi sahabat tak tahu diri disampingnya itu.
"Ampun bg." Ucap Riko yang langsung kecut mendengar ucapan Fano. Kemana ia akan makan lagi besok kalau benar-benar terjadi. Membayangkan nya saja sudah membuat Riko bergidik ngeri.
"Fan." Panggil Tyas dengan lembut
Merasa mengerti dengan ucapan ibu nya, Fano pun menghela napas gusar. "Iya deh iya, cuma mantan kok Bu. Ntar Fano kenalin deh ke ibu calon ibu dari anak-anak Fano biar ibu nggak bawel nanyain mantan Mulu."
"Yakin benaran mantan Fan?" Tanya Riko dengan kedua alis yang sengaja ia naik turun kan.
"Diam Lo lidi kayu. Ntar gue kasi makan nasi satu biji harus tahan buat seminggu mau Lo?"
"Galak bener dah. Nggak boleh senggol dikit. Senggol dikit bacot!! Udah kaya cewek lagi PMS aja sih lo!"
Fano tertawa mendengar ucapan Riko yang menurut nya lucu. "Tuan rumah mah bebas, Lo yang tamu bisa apa?"
Begitulah perdebatan-perdebatan kecil antara Fano dan Riko di meja makan. Emang selalu begitu tapi setelah itu mereka akan kembali baik-baik saja seperti biasanya.
Tyas yang melihat anak nya itu hanya bisa geleng-geleng kan kepala merasa tak percaya anak yang dulu ia gendong dalam pelukan kini sudah pandai mengenal lawan jenis nya. " Tapi tunggu? Cewek bodoh mana sih yang mau sama Fano yang idiot seperti autis ini?" Gumam Tyas pelan.
Ibu Fano hanya berharap cewek yang kini sudah menjadi mantan Fano itu masih waras dan tidak ketularan autis nya Fano. Kalau sempat ketularan kan kasian cewek nya. Ah membayangkan nya saja membuat ibu Fano Merinding sendiri.
"Kalian." Gumam Fano."Ih seriusan ini Fano Loh." Ucap Tania yang mulai mendekati Fano diikuti dengan Aldi dan juga Riko dibelakangnya.Mereka bertiga benar-benar terkejut saat melihat sosok Fano yang sudah sangat lama tak pernah terlihat sama sekali sejak hari itu."Apa kabar Fan?" Tanya Riko, terasa sedikit canggung namun tetap ia sapa sosok yang dulu selalu ia susahkan itu."Baik, kalian apa kabar?" Tanya Fano dengan sangat hati-hati sekali.Ia takut jika ia masih seperti dulu lagi maka teman-teman nya itu akan berpikir aneh. Toh mereka sudah lulus begitu lama dan juga ia yakin bahwa saat ini mereka semua sudah bergelut pada dunia kerja yang menuntut keseriusan.Tania menulis nama mereka bertiga di daftar tamu yang hadir dan kemudian langsung menyerahkan undangan biru muda itu kepada petugas."Woi, ayo masuk. Ngapain sih lama bnget dis
Fano sampai pada parkiran mobil, di hadapannya saat ini berdiri sebuah bangunan dimana ia pernah menimba ilmu dulunya.Ia masih bingung antara masuk atau tidak, entahlah terasa begitu gugup sekali saat ini.Pikirannya saat ini hanya satu saja, bagaimana ia akan menjawab pertanyaan demi pertanyaan semua orang nantinya.Jika nnati orang bertanya tentang Syasa, apa yang harus ia jawab?Sudahkah dirinya ini siap untuk masuk dan bertemu dengan banyak orang dari masa lalu nya itu?Beberapa pertanyaan terus memenuhi isi kepalanya saat ini hingga membuat ia tak tahu harus bagaimana.Apakah ia harus pulang saja? Jika iya, maka kedatangan nya kesini itu untuk apa? Hanya untuk melihat bangunan yang pernah ia tempati dulu yang mempunyai banyak sekali kenangan antara dirinya dan juga Naya?Lama sekali Fano terdiam di dalam mobil, matanya terus saja me
Gerbang yang menjulang tinggi itu dihiasi lampu warna-warni disana. Tak lupa juga balon warna warni juga ikut turut serta meramaikan keindahan dekorasi yang dibuat oleh sekolah melalui anak-anak OSIS yang bergerak sesuai bidangnya.Sekolah sudah begitu ramai sekali yang datang, reunian kali ini benar-benar terasa begitu berbeda dari reunian yang dilakukan setiap tahunnya.Jika tiap-tiap tahun yang datang mengisi acara hanya sedikit maka kali ini para alumni yang datang benar-benar di luar dugaan sehingga bagian konsumsi harus bergerak cepat untuk menambah makanan dan jamuan untuk para hadirin yang datang.Benar-benar merupakan reunian yang paling berbeda dari biasanya. Seluruh anak OSIS kesana sini menyiapkan banyak kekurangan itu. Tak Mereka sangka bahwa alumni yang hadir akan benar-benar ramai melewati batas target mereka."Buset dah, tumben banget reunian kali ini Ramai. Biasanya tiap tahun sepi,
Beberapa hal datang tanpa kita tahu maksud sebenarnya tapi kita tahu ada sesuatu yang harus kita temukan dari semua itu.Fano berada dalam ruangannya, sejak tadi ia mencoba untuk fokus pada kerjaannya itu melupakan semuanya, namun entah kenapa bayangan wajah Naina terus saja menghantui nya.Anak nya itu seperti sedang melakukan pemberontak dengan cara sangat halus sekali.Tapi ia juga tidak tahu apa sebabnya, seingatnya ia dan Naina tidak terlibat dalam perdebatan apapun itu. Jika pun mereka terlibat perdebatan, Naina akan mengunci diri di dalam kamar dan tak akan bicara apapun padanya.Tapi tadi, Naina masih memanggil nya dengan panggilan papa dan masih menggenggam tangan Fano dengan begitu erat. Tak ada tanda-tanda Naina marah padanya tapi kenapa rasanya itu ada yang berbeda dengan anak yang sudah ia besarkan bertahun-tahun lamanya?Fano mengingat apa saja kegiatan yang telah m
Dari banyak hal, membenci mu setelah menoreh luka adalah hal yang tak bisa gue lakukan sampai saat ini.Naina terdiam menatap sarapan yang ada di atas meja. Kata-kata yang diucapkan oleh nenek nya tadi malam begitu memukul dirinya sampai ke dasar hati yang paling terdalam.Rasanya ia sungguh ingin tertawa saja sekarang, menertawakan kebodohan nya selama ini."Sayang kamu kenapa? Sakit ya?" Ucap Fano yang langsung membawa Naina kembali pada kesadaran nya semula.Naina menatap papanya di hadapannya itu, ia juga tidak tahu harus menunjukkan ekspresi dan bersikap seperti apa di hadapan papa nya saat ini.Tak mendapat kan jawaban apapun dari Naina, Fano bergerak menghampiri Naina yang duduk tak jauh
"Kemari sayang," ucap ibu Fano pada Naina sambil menepuk kasur empuk disampingnya itu.Naina melangkah untuk mendekat ke arah nenek nya dengan perasaan yang bercampur aduk. Mimik wajah dari sang nenek yang terasa beda dari biasanya membuat Naina merasa bingung. Sebenarnya apa yang sedang terjadi dan tak ia ketahui sama sekali.Senyum wanita yang sudah tua itu begitu manis. Jarang sekali ia melihat neneknya bisa tersenyum seperti saat ini. Bukan jarang malah lebih tepatnya tidak pernah. Namun saat hanya dengan menyebut nama wanita itu, sisi lain nenek nya dan sang papa yang tak pernah ia ketahui muncul begitu saja."Berapa umurmu sekarang sayang?" Tanya ibu Fano saat Naina sudah duduk disampingnya."Hampir delapan tahun nek." Jawab Naina.Kembali wanita itu mengembang senyumnya hingga menampakkan bentuk keriput di matanya."Kau sudah sangat besar ternyata, tap