Share

03. Bertemu Kembali

Penulis: myma.
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-25 13:18:58

Kau yang begitu dekat namun terasa jauh meski ada di depan mataku.

“MARY!”

Hanya sebuah nama, namun mampu membuat kepala Jung Soo langsung berputar ke segala arah. Matanya dengan tergesa- gesa berusaha memindai setiap wajah yang bisa dilihatnya.

Dimana wajah pemilik nama itu? Seru Jung Soo dalam hati dengan tidak sabar.

Saat matanya selesai memindai dan tidak menemukan sosok yang sangat dicarinya, Jung Soo memilih menyerah.

Ada jutaan orang bernama Mary di negara ini, kemungkinan yang sangat kecil nama Mary yang didengarnya tadi adalah milik gadis yang sangat ingin ia temui.

Jung Soo menghembuskan nafas berat, merelakan ekspektasinya yang terlalu tinggi itu tertiup angin. Namun, tepat di depannya saat ia baru saja melangkah, seorang gadis berhenti mendaki dengan terengah- engah.

Tidak salah lagi. Ini adalah gadis yang dicarinya.

Jung Soo berusaha untuk membuka mulutnya, memanggil nama yang sama dengan ia dengar. Nama gadis itu.

“Cepatlah!” Balas teriak gadis berjaket windbreaker kuning itu pada seorang pemuda yang tertinggal di belakangnya.

Pemuda itu mencoba berlari menaiki bukit yang menanjak dengan sekuat tenaga untuk menghampiri gadis itu.

“Kenapa kita harus buru-buru? Matahari masih belum terbenam.” Seru pemuda yang masih berjuang mendaki bukit.

Tanpa menimpali pemuda di bawah sana, gadis itu berbalik dan mulai kembali mendaki.

“Ma.. Mary?” Panggil Jung Soo pada akhirnya.

Wajah gadis yang masih terengah- engah itu mendongak, segera menoleh ke arah Jung Soo. Kedua mata mereka langsung bertemu.

Jung Soo mendapati wajah gadis yang sangat ia kenali. Semuanya masih sama seperti yang ia ingat.

Rambut hitam legamnya masih panjang sedada, ujung rambutnya ikal alami. Alisnya tebal, menaungi kedua mata besar dengan ujung lancip yang cantik.

Bola matanya jernih berwarna cokelat muda. Hidung mancung dan bibir merah muda yang berisi.

Pipinya tidak setembam sebelumnya, mungkin dia sedang mengurangi berat badannya. Kesimpulannya gadis ini masih sangat cantik.

Hanya saja di depannya, gadis itu mengerutkan dahinya dengan raut wajah penuh pertanyaan.

Apa mungkin gadis itu sudah melupakannya?

“Terima kasih sudah menungguku.” Seru pemuda yang akhirnya semakin dekat dengan mereka.

“Kau kenapa diam saja?” Tanyanya dengan nafas berat saat mendapati gadis itu tidak menggubrisnya.

Arah pandangnya mengikuti arah pandang gadis itu.

“Ah, Hyung?” Panggil pemuda yang menyipitkan matanya itu. “Hyung!!”

Jung Soo segera mengalihkan pandangannya pada pemuda yang berjalan tergopoh- gopoh ke tempatnya.

“Joon!” Senyum Jung Soo mengembang saat ia mengenali wajah pemuda itu.

“Ah, Hyung!” Seru pemuda bernama Joon itu. Joon mempercepat langkahnya dan segera memeluk Jung Soo.

“Senang bertemu denganmu, Joon!” Jung Soo menepuk punggung sepupunya yang masih bernafas dengan terengah- engah itu.

Jung Soo juga sedikit melirik Mary yang masih terdiam di tempatnya dengan raut wajah yang masih kebingungan.

“Aku tak menyangka akan bertemu denganmu di sini! Ini sungguh gila!!” Joon terdengar sangat senang dan takjub karena pertemuan tidak disengaja ini.

“Apa yang kau lakukan di sini?” Tanyanya saat Jung Soo melepaskan pelukan mereka.

“Mencari udara segar.” Jawab Jung Soo pendek, ia masih berharap Mary segera menyapanya.

“Mengapa kau tidak mengabariku akan datang ke Birmingham? Kau jahat sekali.” Protes Joon yang berbalik kemudian berjalan mendekati Mary.

Pemuda itu sedikit berbisik pada Mary yang masih memperhatikan Jung Soo dari kejauhan.

Jung Soo tak menampik adanya kecanggungan di antara dirinya dan Mary.

Tubuh Mary yang sebelumnya terlihat tegang seketika menjadi lebih santai. Tapi tidak dengan raut wajahnya.

Entah apa yang dibisikan sepupunya itu namun Jung Soo merasa lebih siap untuk melangkah.

Jung Soo berjalan mendekati Mary sembari memasukan kedua tangannya ke dalam saku jaketnya, ia menahan diri untuk tidak memeluk gadis itu. “Bagaimana kabarmu?”

Gadis bernama Mary Evelyn Wijaya itu akhirnya bersuara. “Kurasa cukup baik.” Jawabnya dengan nada tak yakin. “Bagaimana denganmu?”

Jung Soo tersenyum, senang bisa mendengar suara lembut yang sangat familiar ini lagi setelah dua tahun lamanya. “Cukup baik.”

Jung Soo akui ia tidak bisa menghindari kecanggungan diantara keduanya dan ia benar- benar tidak tahu harus bagaimana.

Semakin keras Jung Soo menahan dirinya untuk tidak memeluk Mary, semakin keras juga kepalan tangan Jung Soo di dalam saku jaketnya. “Senang bertemu denganmu lagi.”

Mary hanya tersenyum dan mengangguk.

“Hmm, apa kau sudah lama di sini?” Joon memecah keheningan diantara mereka bertiga.

“Ya, cukup lama.” Jung Soo melirik Mary sekilas dan gadis itu hanya tersenyum dengan pandangan jatuh pada ujung kakinya.

Mary adalah adik dari Justin Alexander Wijaya, sahabat Jung Soo sejak mereka masuk ke Le Cordon Bleu London.

Jung Soo sendiri mengenal Mary sejak gadis itu masih remaja dan ia sudah melihat Mary tumbuh sejak saat itu.

Kedekatannya dengan Mary seperti kakak beradik. Mary jauh lebih terbuka dan bebas saat bersama Jung Soo, sementara selalu kaku dan dingin dengan Justin.

Mary juga bersahabat dengan Joon, sepupu Jung Soo.

Joon pernah tinggal di Birmingham sebelumnya sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama. Mereka berada di kelas yang sama.

Sebagai murid pindahan dari Korea, Joon tidak punya teman. Mary adalah teman pertamanya dan yang paling sabar karena pada saat itu Joon belum bisa berbahasa inggris dengan baik.

Sejak saat itu Joon menempel pada Mary. Bahkan pada saat keluarga Joon kembali ke Korea saat SMA, Joon memilih kembali ke Birmingham untuk kuliah bersama dengan Mary.

“Kau datang sendiri?” Joon melihat ke sekeliling dan hanya mendapati mereka bertiga dan pendaki lainnya yang tidak dikenalnya.

“Ya, aku datang sendiri.” Jawab Jung Soo pendek dan tegas. Ia tak ingin membahas lebih lanjut soal kedatangannya. “Kalian datang untuk bekerja?”

“Ya, Matahari terbenam menjadi tugas terakhir kami sebelum kembali ke Birmingham.” Kali ini masih Joon yang menjawab. Kedua sahabat itu memang bekerja di perusahaan yang sama.

Dalam hati, Jung Soo tak bisa menyangkal perasaan kecewanya. Mary seperti menghindarinya, namun jika memang benar gadis itu sedang menghindarinya maka itu sangatlah wajar.

“Sebelumnya kami menyusuri Sungai Dove hingga ke Ilam lalu kembali lagi ke sini, kau sudah mau pergi?” Lanjut Joon, mencoba mengisi keheningan yang dikelilingi suasana canggung.

Jung Soo mengangguk. “Aku harus segara bertemu Justin, aku pergi ke sini tanpa menyapanya.”

“Baiklah, kami juga mungkin akan langsung kembali. Kurasa kita bisa makan malam di sana bersama- sama, bagaimana menurutmu?” Joon memberikan ide yang tak terpikirkan oleh Jung Soo.

Jung Soo melirik Mary lagi, berharap Mary juga mengajaknya. Namun gadis itu masih menutup rapat mulutnya. “Bagaimana menurutmu, Mary?”

Sontak pertanyaan Jung Soo mengejutkan Mary yang sedari tadi menghindari kontak mata dengan Jung Soo.

Senyuman kecil dan dipaksakan terukir di bibir merah muda Mary. “Entahlah, matahari diperkirakan akan terbenam pukul 8, kita akan terlalu terlambat untuk makan malam.”

“Ah benar juga.” Sesal Joon. “Kalau begitu, sampai bertemu di apartemen, hyung!” Joon dan Mary kemudian pamit dan kembali mendaki.

Jung Soo memandang kedua sahabat itu berjalan menjauhinya. Joon sesekali berbalik dan melambai padanya sementara Mary tetap mendaki tanpa berbalik sedikitpun.

Gadis itu benar- benar menghindarinya. Jung Soo harus menelan rasa kecewa yang pantas didapatkannya.

# # #

Diam. Hanya itu yang bisa aku lakukan.

Setelah sampai pada titik tertinggi, Mary menghentikan langkahnya. Ia mengedarkan pandangannya pada luasnya pemandangan di depan matanya.

Sejauh matanya memandang, ia dapat melihat seluruh area pedesaan Staffordshire dan Derbyshire.

Puas dengan pemandangan lembah di Derbyshire, Mary berbalik menikmati pemandangan perbukitan di Staffordshire yang memanjang seperti tidak berujung.

Staffordshire dan Derbyshire dipisahkan oleh Sungai Dove yang mereka susuri tadi siang. Saat kedua mata Mary ikut menyusuri aliran air Sungai Dove, saat itulah matanya menangkap sosok yang menarik perhatiannya.

Bohong. Mungkin lebih tepatnya Mary menemukan sosok yang ia cari.

Lelaki berjaket cokelat itu berjalan dengan santai dengan kameranya yang disampirkan di bahu kirinya. Kedua tangannya dimasukan ke dalam saku celananya. Berjalan lurus mengikuti jalanan setapak menuju tempat parkir mobil.

Tangan Mary terangkat dan mendarat di dada kirinya. Jantungnya berdetak cukup kencang.

Entah karena pendakian kecilnya atau karena lelaki yang baru saja ia temui tadi.

Diamnya tadi bukan karena Mary tidak ingin berbicara dengan lelaki itu. Ia tidak tahu harus berkata apa.

Kepalanya terlalu sibuk meyakinkan dirinya bahwa ini nyata, bukan mimpi. Sebuah kebetulan yang tidak pernah terlintas sekalipun di kepalanya.

“Park.. Jung Soo..” Bisiknya lirih, seolah memanggil lelaki yang semakin hilang dari pandangannya.

Dalam hatinya, batin terus gelisah. Apakah tadi ia melewatkan kesempatannya?

Kesempatan untuk berbicara dengan sosok lelaki yang selama ini cukup membuatnya penasaran?

Apakah nanti akan kesempatan lain untuk berbincang dengannya? Mengapa ia harus begitu bodoh?

Sentuhan ringan di bahu Mary, membawanya kembali ke kenyataan.

“Ada apa dengamu?” Tanya Joon yang sudah selesai memasang tripod dan kamera untuk merekam momen terbenamnya matahari dari puncak paling selatan di Peak District ini.

Senyuman kecil menjadi jawaban Mary untuk pertanyaan Joon.

“Kau sudah selesai? Ayo kita duduk sembari menunggu matahari terbenam!” Ia menarik sahabatnya itu untuk duduk bersamanya di atas bukit berbatu itu.

“Masih sekitar dua jam sampai matahari terbenam." Seru Joon Hee dnegan pasrah.

Mary mengeluarkan catatannya dan melanjutkan tulisannya tentang perjalanannya hari ini. Walaupun ia fokus menulis namun pikirannya masih belum bisa lepas dari Park Jung Soo.

Dari sudut matanya ia tahu Joon mengawasinya, pasti sahabatnya itu sudah dapat merasakan kegelisahannya.

Beruntung Joon bukan tipe orang yang akan memberondongnya dengan berbagai pertanyaan.

Joon tahu betul kapan waktu yang paling tepat untuk mengajukan sebuah pertanyaan. Joon juga tahu kapan Mary akan menjawabnya.

Untuk saat ini, Mary tidak ingin membicarakan apapun tentang pertemuan mereka dan Park Jung Soo tadi.

# # #

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Beneath the Midlands Sky   19. Not Okay

    “Hidupnya seperti jejak di atas pasir yang menghilang saat angin bertiup kencang. Tersesat tanpa arah.”Kedua tangan Mary dan Joon otomatis terangkat saat Joon Hee membunyikan klaksonnya saat akan keluar dari area parkir restoran. Joon merangkul Mary kembali masuk ke dalam restoran.Setelah menyadari apa yang terjadi saat obrolan setelah makan siang mereka tadi, Mary cenderung banyak diam. Joon berusaha sebaik mungkin mengontrol suasana agar Joon Hee tidak bertanya lebih lanjut mengenai perubahan suasana hati Mary.“Kau yakin tidak ingin pergi ke suatu tempat yang bisa membuat suasana hatimu lebih baik?” Joon masih merasa cukup khawatir, mengingat ini adalah pertama kalinya Mary mulai mengingat satu potongan memorinya sejak kecelakaan itu terjadi.“Aku baik-baik saja,” jawab Mary pada akhirnya lalu memaksakan sebuah senyuman kecil terbingkai di wajah lesunya.“Apa sebaiknya aku panggil kakakmu? Ah tidak, bagaimana dengan Park Jung Soo?” kali ini Joon berusaha membuat nada bicaranya te

  • Beneath the Midlands Sky   18. Teman #2

    “Tidak ada yang tidak mungkin, begitulah hidup berjalan.”“Baiklah, aku akan berhenti menggoda kalian,” Joon Hee meneguk segelas airnya. “Jadi, kau berencana pergi kemana saja, hyung?” tanya Joon.Kedua bahu Joon Hee terangkat. “Setelah dari pernikahan Joanna, aku dan teman- teman yang lain berencana ke Snowdonia. Kalian punya rekomendasi tempat yang harus aku kunjungi?”“CORNWALL!” seru Mary dan Joon bersamaan. Keduanya saling menatap kemudian melakukan tos.“Bagaimana kalau kita pergi bersama?” saran Joon Hee. “Minggu depan?”“Hmm, minggu depan kami sepertinya masih di Lundy,” jawab Mary.“Lundy? Dimana itu?” tanya Joon Hee.“Di tengah Selat Bristol. Lundy adalah pulau terpencil tanpa akses komunikasi dan transportasi,” jelas Joon.Seorang pelayan menghampiri mereka dan mengangkat piring- piring kotor mereka.“Wah, sangat menarik! Berapa lama kalian akan tinggal di sana?” Joon Hee menyender pada kursinya dan menggosok dagunya dengan jari telunjuknya.“Sekitar empat hari tiga malam.

  • Beneath the Midlands Sky   17. Teman #1

    “Sepertinya kau harus berhenti membuatku menahan ujung- ujung bibirku.”Siang ini Joon mengajak Mary dan Joon Hee makan siang bersama di Tapestry Table, sebagai permohonan maafnya karena tidak menemani Mary berdiskusi dengan Joana dan mengabaikan pesan- pesan Joon Hee. Mary baru saja menutup pintu rumahnya saat mobil SUV hitam masuk ke pekarangan rumahnya. Ia sama sekali tidak mengenali mobil itu hingga jendela supir terbuka dan..“Hai, sudah lama menunggu nona?” seru Joon Hee saat membuka kaca mata hitamnya dengan senyum manis yang menunjukan kedua lesung pipinya. Lelaki dengan kemeja putih gading berbahan linen dengan motif salur dan celana dengan warna senada itu keluar dari mobilnya.Dahi Mary berkerut saat menyadari bagaimana warna spaghetti strap dress berbahan katun yang melapisi kaos hitamnya itu senada dengan kemeja Joon Hee. “Wah, apa ini takdir?”“Kau tau apa yang lebih mengejutkan?” Joon Hee berdiri dengan satu tangan masuk ke saku celananya. Lelaki itu membuka pintu mobil

  • Beneath the Midlands Sky   16. Senyumannya

    “Tidak ada yang lebih menyenangkan dari melihatmu mulai tersenyum.”Matahari mulai merangkak naik di ufuk timur dimana angin pagi berhembus menyejukan setiap paru- paru. Justin menunggu Mary di Cannon Hill Park setelah ia pergi ke pasar bersama Jung Soo untuk memesan bahan- bahan segar kemudian dikirimkan ke restoran. Tak lama ia dapat melihat adiknya yang berlari kecil menuju tempatnya menunggu. Sejujurnya, Justin masih agak khawatir melihat adiknya berjalan pagi sendirian seperti ini tetapi dia juga senang karena Mary sudah semakin percaya diri untuk menjalani hidupnya kembali.Ingatan pada saat Mary terbangun dari komanya dan terlihat sangat kebingungan masih terproyeksi dengan sangat jelas di kepala Justin. Sorot mata penuh ketakutan dan berhati- hati terlihat jelas, bahkan saat Justin sudah menjelaskan bahwa ia adalah kakaknya.“Apa ada sesuatu yang ingin kau makan?” tanya Justin pada Mary terus memandang keluar jendela rumah sakit.Mary tak menjawab.Hubungan Mary dan Justin me

  • Beneath the Midlands Sky   15. Berbicara Denganmu Lagi

    “Jauh di dalam sana, aku berharap kau bisa mempercayaiku lagi.”“Kukira malam ini kau datang untuk membantuku.” Keluh Justin saat menghampiri Jung Soo yang sedang menghias hidangan penutup untuk Mary.Jung Soo masih fokus pada panna cotta stoberinya. “Ini pukul 9 malam, kurasa kau bisa menanganinya sendiri.” Timpal Jung Soo yang kemudian segera membawa panna cotta-nya keluar dari dapur. “Bawakan panna cotta lainnya untuk Annalynne, okay?!”Jung Soo menemukan Mary masih duduk di paviliun, ia menghentikan langkahnya. Jung Soo memperhatikan Mary sesaat, gadis itu sedang fokus bekerja dengan laptopnya. Secara fisik tidak ada yang berubah dari Mary yang terakhir ia temui dua tahun yang lalu. Gadis itu masih mempertahankan rambut hitamnya yang lurus melebihi bahu dengan bagian bawahnya yang sedikit ikal, kulitnya putih langsat layaknya kebanyakan orang Asia dengan mata besar yang bulat bersudut berwarna coklat, alis matanya tebal, lekuk bibir bagian atasnya terbentuk sempurna berwarna mera

  • Beneath the Midlands Sky   14. Mary Si Bodoh

    “Aku hanya ingin memastikan bahwa ini nyata, bukan mimpi.”“Selamat malam nona Mary...” David menyapa Mary yang masih fokus dengan pekerjaannya. “Aku mengantarkan makan malam istimewamu.”Mendengar kalimat terakhir David membuat Mary menghentikan jemarinya yang sedari tadi sibuk menari di atas keyboard laptopnya. “Makan malam istimewa?” Tanyanya kebingungan. “Apa yang membuat makan malamku ini istimewa?”“Ini adalah makanan yang tidak akan kau temukan dalam menu Tapestry Table dan dibuat langsung oleh executive chef kami.” Jelas David.Mary masih belum puas dengan jawaban David. “Aku bahkan makan makanan yang dimasak oleh executive chef-mu di rumahku.”David menggeleng. “Ini adalah pasta kerang dengan kimchi dan gochujang. Kau yakin ini adalah masakan kakakmu?” Salah satu alis David terangkat. “Baiklah, aku akan meninggalkanmu karena para pelanggan sudah datang. Jika kau mau menyampaikan pujian untuk masakan ini, kau bisa datang langsung ke dapur.” David pamit dengan sopan sesuai deng

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status