Beranda / Romansa / Benih Rahasia CEO Dingin / Bab 7. Aria Tak Bisa Hidup Tenang

Share

Bab 7. Aria Tak Bisa Hidup Tenang

Penulis: SecretAK
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-24 19:23:16

Tepat pukul tujuh malam, Aria baru menapaki apartemen yang dia tinggali seorang diri. Aroma pengharum ruangan menyeruak keindra penciuman, memberikan ketenangan jiwa. Kamar yang selalu bersih, seakan memberikan terapi di dalam dirinya yang sedang kacau.

Ya, dia memang paling tak suka jika meninggalkan apartemen dalam keadaan berantakan. Meski selalu dilanda kesibukan, tetapi dia berupaya menjaga apartemennya untuk tetap selalu bersih—meski jujur ada momen di mana apertemennya berantakan, tapi itu tidak akan lama, karena dia benci ruangan yang tak rapi.

Aria menaruh tasnya sembarang di atas ranjang, dia beralih menuju kamar mandi untuk membasuh diri. Tubuh lelahnya tak sabar untuk menjamah ranjang empuk yang sudah dia tinggalkan dua minggu lamanya. Jika biasanya dia akan melepas penat dengan berendam di bath tub, kali ini, dia mengambil keputusan lain. Setelah menanggalkan pakaian kerjanya, dia masuk ke dalam kubikal shower.

Bermandikan rintik air dingin yang terasa menusuk tulang. Di bawah kucuran air, Aria mendesah pela, Setiap kali matanya terpejam, bayangan malam panasnya dengan Ethan Reynolds selalu muncul di pikirannya.

Bertemu kembali dengan pria yang menjadi one night stand-nya adalah hal yang tak dia sangka. Berawal menyewa gigolo, berakhir dengan malapetaka. Dia salah mengenali orang, dan ternyata orang itu adalah investor di perusahaannya.

Logika Aria seakan tak bisa berfungsi dengan baik. Dia merasa bahwa takdir sedang memepermainkan dirinya. Bagaimana bisa pria yang waktu itu menghabiskan malam dengannya adalah seorang pengusaha ternama?

Ya Tuhan! Aria menjerit di dalam hati seraya memejamkan mata lelah.

“Sial! Bagaimana aku bisa menahan diri untuk tidak memikirkannya jika aku harus terus terlibat dengan seorang Ethan Reynolds?” gumam Aria gelisah di bawah guyuran air.

Penat yang Aria rasakan, seharusnya pudar terguyur air shower dan bulir-bulir busa shampoo yang menutupi rambutnya. Namun nyatanya, dia malah makin tenggelam dalam perasaan tak nyaman.

Malam panas dengan Ethan adalah sebuah permulaan kekacauan di hidup Aria. “Aku rasa, aku menjadi semakin gila setelah diselingkuhi oleh Nolan. Dia membuatku mengambil keputusan-keputusan konyol yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Menyewa gigolo dan berakhir dengan tidur bersama pria asing yang sekarang jadi kolega bisnisku? Astaga, Aria! Dosa apa yang sudah kau perbuat di masa lalu sampai nasib mujur pun tak mau singgah?” ucapnya bermonolog dengan dirinya sendiri.

Aria mengetuk-ngetukkan dinding marmer di kubikal shower itu, cukup keras sampai sisi telapak tangannya memerah. Sialnya, bayangan wajah Ethan justru semakin gencar mengejek.

“Enyahlah dari pikiranku, Ethan! Wajahmu benar-benar menggangguku!”

Aria tidak sanggup menahan gejolak di dalam dirinya lagi. Niat awal bermaksud ingin menenangkan diri dengan mengguyur tubuh di bawah rintikan air dingin, justru memicu semakin dalamnya dia tenggelam pada semua hal tentang Ethan.

Kesal dengan dirinya sendiri, gegas Aria mematikan shower lalu meraih jubah mandi yang menggantung tak jauh dari pintu kaca. Wanita itu melangkah keluar dengan langkah kaki sengaja dihentakkan.

Aria kini berdiri di dekat jendela besar kamarnya mengenakan jubah mandi yang melilit ketat tubuhnya dalam kehangatan. “Ayolah, Aria. Kau harus melupakan malam itu. Ethan tidak menunjukkan gelagat kalau dia mengenalimu.  Sebaliknya, kau terlalu bodoh membuat kesepakatan gila itu dengannya!”

Namun, tunggu! Tiba-tiba saja Aria terdiam mengingat sesuatu. Ada hal aneh yang mengganjal di dalam dirinya. Sejak pertemuannya lagi dengan Ethan, tak pernah satu kali pun pria itu membahas tentang malam panas mereka. Meski di kelab malam, dia mabuk, tetapi dirinya sangat ingat betul bahwa pria itu sadar.

Aria terdiam lagi berpikir keras. Ethan tiba-tiba saja mengajaknya menjadi teman tidur, tanpa membahas malam panas mereka tempo hari. Apa pria itu tidak ingat? Atau pria itu memang sengaja melupakan? Apa yang sebenarnya dipikirkan pria itu sampai nekat mengajaknya menjadi teman tidur? Logika Aria mencoba berpikir keras, mencari sebuah kemungkinan yang ada.

Aria menatap lurus ke depan, mengingakan kembali percakapannya dengan Ethan di ruang kerja pria itu, sampai dirinya mendapatkan sambutan luar biasa dari bosnya. Percakapan yang dia tahu akan mengubah kehidupannya seratus delapan puluh derajat.

“Tuan Reynolds, saya bersedia menjadi teman tidurmu. Tapi ada syarat utama yang saya ingin Anda memenuhi itu,” kata Aria dengan nada lugas.

“Apa kau mengajukan uang?” Pandangan Ethan saat itu menelisik tepat di iris mata cokelat terang Aria.

“Aku bukan orang kaya, tapi aku rasa gajiku cukup untuk menghidupiku. Jadi, uang bukan persyaratan yang aku inginkan.”

“Lalu, apa yang kau inginkan? Tell me.”

Seulas senyum Aria berikan untuk Ethan. Senyum yang menyimpan sebuah rencana gila dan konyol tanpa sadar wanita itu cetuskan. “Tolong tanam benih Anda di rahim saya, Tuan.”

Ethan menyeringai mendengar permintaan Aria. “Ah, artinya kau ingin aku selalu membuang spermaku di dalam rahimmu. Am I right?”

Aria mengangguk tanpa ragu. “Ya, aku ingin kita melakukan hubungan seks tanpa mengaman. Aku jamin aku bersih. Aku tidak memiliki penyakit apa pun. Jadi, apa kau setuju dengan persayaratan yang aku tawarkan?”

Ethan kembali menyeringai akan permintaan itu. Lantas, dia mendekat pada Aria, mengikis jarak di antaranya dengan wanita itu. Dia menarik dagu, sambil berbisik serak, “Bagaimana kalau aku menolak?”

Aria mendongak, menatap manik mata cokelat gelap Ethan. “Aku rasa kau pebisnis yang pintar. Kau tahu mana yang menguntungkan dan tidak. Kau mendapatkan tubuhku, dan aku mendapatkan spermaku sebagai bayaran yang aku inginkan. Mudah saja. Lagi pula, jangan khawatir, aku tidak akan meminta pertanggung jawaban apa pun. Aku jamin itu. Jika kau tidak percaya, kau bisa membuat surat kontrak denganku, dan aku pastikan menandatangani kontrak tersebut tanpa ada keraguan.”

Ethan tersenyum penuh kemenangan mendengar kalimat berani terlontar di bibir ranum Aria. Pria tampan itu menelisik kata demi kata yang terucap, melihat jelas bahwa tidak ada tipuan di wajah cantik wanita di depannya itu.

“Deal. Kesepakatanmu aku setuju, Nona Scott,” bisik Ethan serak di depan bibir Aria.

Kilasan percakapan Aria bersama dengan Ethan waktu itu telah berhasil mengundang sensasi aneh di tengkuknya. Hawa dingin kamar itu mengingatkan Aria pada bagaimana dirinya dan Ethan saling bertukar nikmat. Dan setelah Ethan resmi menginvestasikan uang pada proyek ini, hubungan timbal balik antara dia dan Ethan resmi terjalin.

Kini Aria hanya perlu menunggu kapan Ethan akan menariknya ke dalam kungkungan hangat pria itu untuk kedua kalinya. “Tenanglah, Aria. Setidaknya saat ini kau nikmati dulu bonus liburanmu. Tenangkan diri sebelum kau berurusan lagi dengan pria sialan itu,” gumamnya mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Baru sejenak Aria merasa tenang, siapa sangka ucapan kerap kali bertolak belakang dengan realita. Dia merangkak di atas tempat tidurnya, dengan ponsel dalam genggaman untuk mengklaim voucher liburannya, tetapi di saat yang bersamaan, sebuah pesan masuk di ponselnya. Dari nomor yang tidak dikenal, mengirimkan sebuah foto di mana pria tampan terbaring di ranjang dengan bertelanjang dada, dan celana training panjang—berrsamaan dengan pesan menohok—yang berhasil membuatnya membatu akibat terkerkejutan.

{Ranjangku sangat sepi. Tapi, tidak lama lagi ranjangku akan hangat dengan tubuhmu. Aromamu tidak aku lupakan, Nona Scott.}

Sesuatu yang terasa pahit membuat tenggorokan Aria tercekat. Semakin lengkap penderitaannya saat membaca isi pesan berserta foto itu. Dia meremas ponselnya kuat-kuat, firasatnya kembali tak tenang. Malam panas itu telah berhasil membuat hidup Aria tidak lagi terasa sama.

Tidak ada ketenangan, tidak ada ambisi, yang ada hanyalah segudang masalah yang menjerumuskan Aria pada situasi terpojok bahkan menyudutkan. Dia ingin lari, tetapi dia sadar kesepakatan telah dibuat.

“Tamatlah riwayatmu, Aria!” gumam Aria sembari meremas kuat ponselnya.

***

Aria merentangkan kedua tangan, di kala pagi telah menyambut. Sinar matahari menerobos ke sela-sela jendela, membuat kilaunya menyentuh wajah cantik Aria yang polos. Meski tak memakai riasan, tapi setiap paginya wajah wanita itu selalu tampak cerah dan segar. Wajar saja, karena dia selalu menjaga kesehatan kulitnya dengan baik.

Aria menyibak selimut, lalu turun dari ranjang. Wanita itu menggosok gigi, dan mencuci wajahnya. Perut mulai berbunyi, membuat dirinya memutuskan untuk ke dapur tepat ketika dirinya sudah selesai menggosok gigi dan mencuci muka.

Namun, tiba-tiba saja bell apartemennya berbunyi. Kening Aria mengerut bingung. Ini adalah hari cuti. Siapa yang datang mengganggu? Dia yang hendak membuat sarapan itu langsung mengurungkan niatnya. Mungkin ada tamu penting yang datang.

Aria melangkah menuju ke pintu, dan membuka pintu—melihat ada sosok pria asing berpakaian formal berdiri di depannya. Pria asing itu memberikan senyuman sopan padanya—yang diam membeku dilanda kebingungan.

“Selamat pagi, Nona Scott. Saya Elwin Black, ditugaskan untuk menjemput Anda pagi ini. Apakah Anda sudah siap berangkat?” tanya pria bernama Elwin itu dengan nada sopan, dan ramah.

Kedua manik mata coklat teang Aria membola. Dia berbalik, melihat jam di dinding ruang tamu. Masih pukul tujuh pagi, terlalu dini untuk tamu datang. Dahinya berkerut bingung, mencoba mengingat apakah dia memiliki janji dengan seseorang hari ini.

Namun, begitu panjang ingatan Aria terulur, perasaannya yakin betul bahwa dia telah mengosongkan jadwal dari segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan. Jadi, tidak mungkin ada orang mendadak menemuinya di hari cuti seperti sekarang ini.

“Maaf, aku rasa, aku tidak memiliki janji dengan siapapun. Dan kau bilang apa tadi? Berangkat? Hari ini aku cuti dari pekerjaan, mungkin kau salah orang,” jawab Aria dengan nada tenang, dan sopan.

Wanita cantik itu bahkan masih mengenakan pakaian tidur motif polkadot, dan rambut yang berantakan. Hari cuti ingin dia isi dengan berdiam diri di dalam apartemen. Entah tidur, ataupun menonton film.

Elwin menggeleng, raut wajahnya menunjukkan keyakinan yang cukup besar. “Tidak, Nona. Anda Nona Aria Scott ‘kan? Saya tidak mungkin salah. Alamat yang saya dapatkan sudah jelas. Saya datang ke sini ditugaskan untuk menjemput Anda. Tapi, melihat Anda yang belum bersiap, bagaimana dengan waktu tiga puluh menit? Apakah cukup untuk menyiapkan diri dan bertemu dengan Tuan kami?”

“Tunggu, siapa tuanmu?” tanya Aria meminta menjelasan.

Elwin tersenyum sopan. “Tuan Ethan Reynolds. Beliau sudah menunggu Anda, Nona. Saya mohon kerja sama Anda untuk segera bersiap. Karena saya khawatir Tuan Reynolds akan marah besar kalau sampai menunggu terlalu lama.”

Tubuh Aria membeku, mendengar ucapan pria di depannya itu. Otaknya menjadi blank seketika. Bagaimana mungkin Ethan menyuruh orang untuk menjemputnya? Dan apa sebenarnya maksud dari Ethan? Ah! Aria benar-benar sudah merasa tak waras berhadapan dengan Ethan Reynolds.

“T–tapi ini hari cutiku,” kata Aria lagi.

Elwin tersenyum sopan. “Benar. Ini adalah hari cuti Anda di Sinatra Group. Tapi, Anda memiliki jadwal bersama dengan Tuan Reynolds. Saya mohon untuk Anda bekerja sama. Saya akan terkena masalah, kalau sampai Anda tidak segera bersiap-siap, Nona.”

Aria mengembuskan napas kesal, merasa disudutkan. Waktu yang diberikan untuknya bersiap-siap bahkan hanya tiga puluh menit. Sementara dirinya selalu menghabiskan waktu paling tidak satu jam untuk berias.

“Aku tidak bisa bersiap-siap dalam waktu tiga puluh menit saja. Aku bahkan belum mandi dan masih memakai pakaian tidurku.” Aria menjawab dengan lugas. “Katakan pada bosmu, aku tidak akan pergi ke mana pun dan aku tidak ingin hari cutiku diganggu,” lanjutnya tegas.

Sejujurnya, dia tidak ingin menaikkan nada bicaranya satu oktaf lebih tinggi pada pria asing ini. Namun, sikap Elwin yang terlalu memaksa membuat Aria harus menunjukkan sisi lainnya dengan terpaksa. Bertindak tegas pada siapapun yang mengusik kenyamanannya.

“Kau tahu, kan resikonya jika salah satu dari kita melanggar perjanjian kemarin, Nona Scott?” ucap suara berat, muncul secara tiba-tiba, dan kini dia sudah berdiri menjulang di hadapan Aria bersama dua ajudan di belakangnya.

Mata Aria membola terkejut melihat Ethan muncul. Wanita cantik itu sama sekali tak menyangka Ethan akan datang menemuinya di hari cutinya sekarang ini. Dia kini menghirup aroma musk dari tubuh kekar Ethan. Aroma yang membuat otaknya menjadi tak waras.

“K–kau—” Lidah Aria tiba-tiba mendadak menjadi kelu. Entah, dia tak mengerti kenapa bisa Ethan Reynolds tahu alamatnya. Namun, jika dipikir lagi, pria sehebat itu pasti dengan mudah melacak keberadaannya.

“Aku sudah memberimu voucher liburan. Kau tidak lupa, kan?” bisik Ethan lagi, dengan seringai di wajahnya.

Aria menjadi pucat panik bercampur dengan kegelisahan. Dia tak bisa berkutik sama sekali. Pun detik itu dia merasakan pandangannya menggelap. Bayangan wajah Ethan mulai memudar dan kakinya terasa lemas seperti jelly.

Tidak, jangan bilang voucher itu …, batin Aria kacau. Bibirnya pucat pasi, membayangkan mimpi buruknya akan terulang kembali.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Benih Rahasia CEO Dingin   Bab 9. Pergulatan Panas Kembali Terulang

    Gurat langit malam dihiasi taburan bintang di luar jendela, menjadi lukisan paling apik malam ini. Setelah puas membeli banyak barang, ini waktunya Aria kembali ke dalam sangkar emasnya—unit penthouse milik Ethan. Hingar bingar lampu perkotaan di bawah kaki gedung yang memiliki jumlah lantai 63 itu, kontras dengan sunyi yang menemani Aria yang berdiri di depan cermin di kamar mandi seluas kamar apartemennya.Sudah sepuluh menit Aria berdiri di sana, menatap lingerie malam warna merah marun dengan hiasan renda dan belahan rendah di bagian dada, mengekspos sepasang payudaranya terlihat menantang.Lingerie itu adalah satu dari sekian banyak lingerie yang dipilih Ethan untuk dia kenakan. Jangan tanya berapa banyak yang Aria beli. Seperti yang dijanjikan Ethan, Aria diizinkan membeli apa pun termasuk semua kostum dinas malam yang jumlah puluhan.Terdengar sangat gila. Ini kesepakatan yang ada. Aria telah terjebak dengan kesepakatan yang sudah dia setujui. Namun, dia kembali mengingat bahwa

  • Benih Rahasia CEO Dingin   Bab 8. Pemaksaan yang Tak Bisa mengelak

    Hamparan gedung-gedung pencakar langit di depannya tak henti membuat Aria menatap kagum akan pemandangan luar biasa itu. Angin berembus menerpa, menyentuh kulit mulusnya. Udara menyejukan di musim semi seakan memberikan kedamaian. Namun, fakta yang ada adalah dirinya sudah lama tak lagi merasakan sebuah kedamaian.Aria berdiri di balkon sebuah penthouse mewah. Jelas, ini bukan miliknya. Dia tak memiliki banyak uang untuk membeli sebuah penthouse mewah. Meski memiliki jabatan baik di perusahaan, tetapi tak mungkin membuat dirinya memiliki hunian mewah ini.Saat memasuki penthouse, hal yang pertama kali dipikirkan Aria adalah sempurna. Siapa pun yang tinggal di hunian mewah ini pasti akan selalu merasakan kenyamanan luar biasa. Apalagi dekorasi yang mendukung—membuatnya benar-benar merasakan sensasi hangat serta ketenangan.Wanita cantik itu tak menampik bahwa ini pertama kali dia menginjakkan kaki di sebuah hunian mewah ini. Lift dibangun khusus untuk langsung menuju penthouse. Sangat

  • Benih Rahasia CEO Dingin   Bab 7. Aria Tak Bisa Hidup Tenang

    Tepat pukul tujuh malam, Aria baru menapaki apartemen yang dia tinggali seorang diri. Aroma pengharum ruangan menyeruak keindra penciuman, memberikan ketenangan jiwa. Kamar yang selalu bersih, seakan memberikan terapi di dalam dirinya yang sedang kacau.Ya, dia memang paling tak suka jika meninggalkan apartemen dalam keadaan berantakan. Meski selalu dilanda kesibukan, tetapi dia berupaya menjaga apartemennya untuk tetap selalu bersih—meski jujur ada momen di mana apertemennya berantakan, tapi itu tidak akan lama, karena dia benci ruangan yang tak rapi.Aria menaruh tasnya sembarang di atas ranjang, dia beralih menuju kamar mandi untuk membasuh diri. Tubuh lelahnya tak sabar untuk menjamah ranjang empuk yang sudah dia tinggalkan dua minggu lamanya. Jika biasanya dia akan melepas penat dengan berendam di bath tub, kali ini, dia mengambil keputusan lain. Setelah menanggalkan pakaian kerjanya, dia masuk ke dalam kubikal shower.Bermandikan rintik air dingin yang terasa menusuk tulang. Di

  • Benih Rahasia CEO Dingin   Bab 6. Mencari Keuntungan Satu Sama Lain

    Keheningan membentang, ruang kerja megah itu berubah mencekam. Aura intimidasi begitu terlihat jelas. Belum ada suara yang terucap, akibat ketegangan dari sebuah permintaan Ethan Reynolds. Embusan napas gelisah samar-samar mulai terdengar, tetapi tetap tak ada lidah yang menyusun kata.Aria berdiri mematung seraya menelan ludahnya berat, dan beberapa kali wanita cantik itu mengerjapkan matanya beberapa kali, demi mengumpulkan kesadaran setelah sekian lama pikirannya mengawang jauh. Ya, dia masih belum bisa berkata apa pun, mencoba mencerna dengan baik kata demi kata yang telah diucapkan oleh Ethan Reynolds. “M–maaf, apa maksud Anda, Tuan?” tanya Aria pelan, tetap mencoba tenang guna menjaga kewarasan otak.“Aku rasa apa yang aku katakan tadi sudah jelas, Nona Scott,” jawab Ethan mendominasi, seraya menatap dalam mata Aria.Aria mencoba mencari kewarasan di dalam dirinya. Kali ini dia tertawa canggung, seakan apa yang dia dengar barusan adalah sebuah lelucon. “Tuan, saya tidak menyang

  • Benih Rahasia CEO Dingin   Bab 5. Bagaikan di Ujung Tanduk

    Lidah Aria tiba-tiba saja mendadak menjadi kelu. Otaknya benar-benar tak berfungsi dengan baik. Dia sampai memejamkan mata beberapa kali, guna memastikan apa yang dia lihat ini adalah mimpi. Tidak hanya sekadar memejamkan mata saja, tetapi dia juga sampai mencubit jemarinya agar yakin bahwa dirinya sekarang berada di dunia mimpi.Namun, hasilnya Aria merasakan sakit merasakan cubitan yang dia ciptakan. Itu yang membuat dirinya merasa benar-benar seperti tertimpa tangga. Sosok di hadapannya adalah sosok yang dia harap tak dia temui lagi, tetapi apa-apan ini? Kenapa malah dirinya kembali bertemu dengan pria itu lagi? Takdir mengajaknya bercanda.Bagaimana mungkin? Astaga! Pria ini? Dia yang tidur denganku malam itu! batin Aria, dengan raut wajah menunjukkan rasa kesal.Aria memandangi ekspresi wajah yang kontras dengan terakhir kali dia pandangi waktu itu. Bibir bervolume dengan alis tebal menukik, membingkai sepasang mata tajam dan penuh ketegasan begitu tampak sempurna. Oh! Dia baru me

  • Benih Rahasia CEO Dingin   Bab 4. Dia Ethan Reynolds

    Dua pekan setelah keputusan telak telah dicetuskan oleh sang CEO, Aria disibukkan dengan berbagai pekerjaan yang menumpuk. Bosnya itu menuntut kesempurnaan dalam hal apa pun, termasuk ekspektasinya terhadap keberhasilan presentasi yang akan dia akukan di hadapan sang investor. Selama itu juga tidur Aria tak nyenyak, karena banyak sekali kekhawatiran yang melanda dirinya. Hal yang terus berputar di kepalanya hanya tentang keberhasilan tugas ini dan kestabilan karier yang dia dambakan. Tentu, tak menampik rasa takut itu menggerogoti dirinya.Perkataan Frank seakan-akan mutlak tidak bisa dibantah sedikit pun. Ingin rasanya Aria complaint, tetapi dia sangat sadar akan posisinya. Meski memiliki jabatan cukup baik, tetap saja dia hanya seorang karyawan.“Susah payah aku berada di posisi ini. Jangan sampai hanya karena satu kesalahan, aku keluar dari tempat yang aku perjuangkan!” Aria bergumam seraya menatap cermin. Kantung mata sebesar bola golf Aria tutupi dengan riasan wajah yang sediki

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status