Lima tahun berlalu...
"Duh yang besok mau menikah! Aku nggak sabar pengin lihat gimana sih calon kakak iparku! Pasti dia jelek. Atau dia pincang, atau dia seperti ini," ujar Kiara sambil memperagakan gaya orang yang sangat jelek spontan mengundang tawa semua orang.
"Ih, apaan sih kamu Dek! Mana mau aku menikah dengan laki-laki seperti itu! Kamu lihat aja nanti, Mas Satyaku orang yang sangat tampan! Kamu pasti akan mengacungkan jempol saat melihatnya nanti," gerutu Kezia kesal.
Situasi rumah sudah di penuhi dengan dekorasi bernuansa putih dengan motif bunga warna-warni tinggal menunggu hari esok di mana pernikahan Kezia dengan pria pilihan hatinya akan di resmikan.
Banyak orang berlalu lalang turut serta membantu mempersiapkan segala sesuatunya, terlihat seorang anak kecil berusia kurang lebih 4 tahun berlarian riang dengan anak sebayanya.
Merasa haus Reza lalu menghampiri ibunya yang tengah mengobrol dengan bude serta beberapa orang lainnya.
"Ibu, bisa tolong ambilkan aku air minum! Aku sangat haus sekali," ucapnya sambil meloncat-loncat tak sabar.
"Ya Tuhan, anakku kehausan! Tunggu sebentar, Ibu ambilkan minuman untuk kamu, Nak."
Kiara kembali membawa segelas air putih untuk putranya, hanya dengan sekali tegukan Reza meminum air itu sampai habis tanpa sisa dan membaur kembali bersama teman-temannya, berlari, bercanda begitu lincahnya membuat gemas siapa saja yang melihat.
Dan saat itu juga Kezia teringat sesuatu yang belum sempat dia beli, padahal barang tersebut sangatlah penting untuk acara di pernikahannya besok pagi.
"Astaga Dek! Aku lupa membeli kutek, padahal acara tinggal besok saja! Apa kakak bisa minta tolong kamu untuk membelikan kutek itu di toko?"
"Ya ampun Kak, Kakak ini ada-ada saja! Ya sudah sini biarkan aku beli kutek itu."
Satu lembar uang ratusan ribu Kezia berikan pada Kiara untuk membeli kutek tersebut. Dengan pelan Kiara mengayuh sepeda mininya sampai ke toko.
"Berapa harganya Pak?" tanya dia yang di jawab oleh si penjual.
Sebotol kutek berwarna merah cabai berhasil Kiara beli tetapi pada saat dia membalikan badan tiba-tiba saja seseorang melintas di depan dan tak sengaja menabrak yang mengakibatkan kutek itu jatuh pecah ke atas lantai.
"Eh, aduh! Astaga, hei kalau jalan pakai mata dong. Apa kamu nggak lihat orang segede ini? Main tabrak aja! Lihat! Kutek kakakku jadi pecah berantakan!"
Tetapi Aland tak mau ambil pusing dengan ocehan wanita itu, dia justru pergi begitu saja tanpa mengucapkan kata maaf sekali pun yang membuat Kiara semakin kesal.
"Hei tunggu! Kamu harus tanggung jawab! Gimana dengan kutek kakakku? Hei! Dasar laki-laki nggak bertanggung jawab! Nggak punya hati!" gerutu Kiara kesal.
Mau tidak mau terpaksa Kiara kembali membeli kutek yang sama. Sudah bisa di pastikan saat pulang nanti Kezia akan marah karena menunggu cukup lama Kiara pergi.
Dan benar saja sesampainya dia di rumah, wanita itu berdiri sambil berkacak tangan dengan tatapan sangat menakutkan.
Pelan-pelan Kiara masuk sambil menggaruk tengkuk lehernya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali.
"Dari mana saja kamu? Kamu pasti habis ketemuan sama pacar kamu di luaran sana kan? Ayok ngaku!"
"Eh, nggak Kak! Mana ada. Aku cuma tadi itu ...em, udah ah, ini kutek punya Kakak! Aku mau mandi dulu! Badan aku bau sekali."
Kiara berfikir menceritakan kejadian tadi pada kakaknya pun rasanya percuma, hanya akan membuat dia semakin penasaran dan menanyakan beberapa pertanyaan lagi kepadanya, maka Kiara lebih memilih untuk melupakan kejadian itu tetapi.
Merasa belum puas dengan jawaban Kiara, Kezia kembali mengejarnya sembari menanyakan hal yang membuat Kiara tercengang.
"Eh, tunggu Dek! Kamu pasti habis ketemuan sama Pras kan? Ayok jujur?"
Kiara spontan menghentikan langkahnya saat Kezia kembali memanggil sambil mengejarnya
"Mas Pras? Nggak Kak! Kenapa tiba-tiba Kakak menanyakan soal dia? Bagi aku Mas Pras sudah mati 5 tahun yang lalu."
Pertanyaan Kezia seketika membuat Kiara kesal, susah payah dia berusaha melupakan laki-laki yang tidak bertanggung jawab dan meninggalkan benih yang kini menjadi anak kecil bernama Reza tapi sekarang Kezia malah membahasnya kembali.
Ingin rasanya dia memaki kakaknya tetapi rasanya tak pantas, apalagi di hari yang begitu special mana mungkin Kiara membuat mood kakaknya hilang.
"Tadi cuma ada orang yang sengaja menabrak aku dan kutek Kakak pecah, terpaksa aku kembali membelinya."
"Apa? Jadi kutek Kakak pecah?"
"Tapi kan udah aku belikan lagi Kak! Udah ah, aku mau mandi."
Pusing sudah kepala Kiara mendengar ocehan dari kakaknya yang serba salah, bicara jujur pun salah, apalagi bohong tentu membuat dia semakin marah.
Pagi harinya Kezia terlihat begitu cantik dengan balutan kebaya berwarna putih lengkap dengan rok batik span dengan hiasan perak menempel di kepalanya.
Semua tamu undangan sudah datang untuk menyaksikan jalannya pernikahan itu, hanya tinggal menunggu rombongan dari pihak mempelai laki-laki yang kini masih di jalan.
Kezia terlihat begitu cemas sampai memainkan jari-jari tangannya sendiri.
"Duh yang sebentar lagi mau nikah! udah nggak sabar, senyum dong, sebentar lagi calon suami Kakak juga sampai," ucap Kiara tiba-tiba dari belakang yang membuat Kezia terperanjat kaget.
"Astaga! Kamu apaan sih. Bikin kaget Kakak aja! Kamu jangan bikin Kakak makin cemas dong Dek!"
Kiara hanya mengerucutkan bibirnya mendengar omongan dari kakaknya.
"Hem, sebenarnya seperti apa sih calon Kakak iparku, kira-kira ganteng mana sama Ayah?"
"Hem, ya jelas ganteng Mas Satya dong! Kamu lihat aja nanti, jangan sampai kamu ikut jatuh hati padanya."
Beberapa menit kemudian...
"Lihat, rombongan dari mempelai pria sudah datang!" ucap salah satu tamu undangan sambil menunjuk ke arah depan.
Kedua wanita itu spontan bangun dari duduknya dan menoleh pada arah yang dia tunjuk, terlihat beberapa mobil mulai memasuki halaman rumah di mana satu mobil tampak sebuah bunga di atas kapnya.
Satu persatu dari mereka turun kini hanya tinggal seseorang terlihat sedang bersiap diri untuk tampil memukau yang membuat jantung Kezia berdegup begitu kencang.
Semua pasang mata tak sabar menunggu sampai si mempelai pria turun karena penasaran.
Tak berapa lama kemudian mempelai pria mulai menurunkan kakinya terlihat dia memakai sepatu limited edition yang menandakan kalau laki-laki ini dari kalangan orang kaya raya.
Mata Kiara membulat sempurna saat melihat kalau ternyata calon suami kakaknya adalah orang yang sangat dia kenal. Orang yang sempat begitu dekat dengannya sebelum dia pergi keluar Negeri.
Bulir bening turun seketika tanpa harus dia suruh membasahi pipi mulusnya, tangan Kiara mengepal sempurna dengan dada bergemuruh seraya bicara dalam hati.
"Ya Tuhan! Ternyata calon suami Kak Kezia...
BERSAMBUNG
Bukan hanya Kiara yang terkejut, Satya pun merasakan hal yang sama, kenapa gadis yang dia tinggalkan 5 tahun silam berada di sini, apa hubungannya dengan Kezia calon istriku.""Dia Mas Satya, Dek kamu lihat! Ganteng bukan calon suamiku?" "Eh, Dek! Kamu kenapa? Kamu nangis?" tanya Kezia yang menoleh ke samping dan melihat Kiara yang sedang menyeka air matanya. "Nggak Kak, aku hanya terharu! Akhirnya sebentar lagi kakakku akan menyandang status baru sebagai seorang istri. Selamat ya Kak." "Oh, aku kira ada apa! Makasih ya Dek. Semoga kamu cepat menemukan calon Papah untuk Reza." Kiara hanya tersenyum kecut mengingat papah Reza kini ada di hadapannya. "Aku masuk dulu ya Kak, aku mau menyiapkan makanan untuk tamu undangan." Padahal itu hanya alasan semata, perasaannya begitu sakit menusuk sampai ke ulu hati membayangkan betapa bejatnya laki-laki yang sekarang di panggil dengan sebutan Mas Satya, calon kakak iparnya yang dulu menanam benih cinta di rahim hingga kini tumbuh anak kecil
"Aku nggak boleh terus begini! Aku nggak boleh tergantung dengan keluarga untuk membesarkan Reza. Aku harus mencari pekerjaan, aku yakin aku mampu untuk menghidupi anakku." gumam Kiara sambil membelai rambut putranya saat tertidur. Selama ini dia hanya mengandalkan belas kasih dari ayah, ibu dan Kezia tepi sekarang kakaknya itu sudah mempunyai kehidupan baru, mana mungkin Kiara terus membebankan kebutuhan putranya pada dia. "Iya besok pagi aku harus melamar pekerjaan apapun itu yang penting aku bisa mencukupi kebutuhan Reza." Kiara menghayal mendapatkan pekerjaan yang enak di kantoran sebagai staf atas sebagai sekertaris bos-nya nanti sampai matanya lelah dan akhirnya tertidur sampai pagi. "Selamat pagi semua, Sayang bilang selamat pagi semua." Reza memang selalu menuruti apa yang ibunya perintahkan, dia yang sudah terlihat tampan itu keluar dengan ibunya menghampiri keluarga yang sudah di depan meja makan. "Pagi Sayang! Loh Ra, kamu mau kemana? Kok kelihatannya rapi amat?" "Kam
"Semangat! Semoga hari ini aku di terima kerja."Merasa yakin kalau hari ini bakal di terima kerja Kiara kembali ke kantor yang kemaren lagi. Kantor dimana dia bertemu dengan laki-laki tak bertanggung jawab yang hampir saja menabraknya.Banyak calon staf yang datang lebih dulu untuk interview, bahkan Kiara datang di jam paling akhir 5 menit dari waktu yang sudah di tentukan.Satu persatu para calon staf mulai pak Bandi sang Manager panggil namanya, masuk ke dalam ruangan CEO sampai pada yang paling akhir Kiara Rosmalina. "Saya Pak!" ujarnya sambil mengacungkan jari telunjuknya."Silahkan Nona ikut dengan saya."Merasa namanya di panggil, dengan perasaan cemas Kiara bangun dari duduknya dan mengikuti instruksi dari pak Bandi seperti yang lainnya."Silahkan masuk Nona Kiara! Di dalam sana Pak Aland akan melakukan interview pada anda.""Terima kasih Pak.""Permisi Pak Aland, ini calon staf yang terakhir namanya Nona Kiara!" ucap pak Bandi mengenalkan Kiara pada atasannya."Em, permisi P
"Kamu mau pulang? Pulang denganku sekarang!""Nggak! Aku bisa pulang sendiri."Tetapi Satya sigap menarik tangan Kiara saat dia bergegas untuk pergi hingga tubuhnya spontan menabrak dengan dada bidangnya.Penolakan adik iparnya itu semakin membuat dia kesal, awalnya dia hanya ingin mengajak pulang dengan cara baik-baik tetapi Kiara justru menghindar.Merasa ada yang perlu dia tanyakan, maka Satya menyuruh Kiara masuk ke dalam mobilnya dengan sedikit kasar walau tentu ada penolakan darinya."Lepaskan aku! Sudah kubilang kalau aku bisa pulang sendiri!""Masuk ke mobil! Aku bilang masuk!""Sebenarnya apa sih maunya kamu? Aku nggak mengerti, kenapa kamu masih saja begini sama aku! Aku ini Adik iparmu!""Justru kamu Aduk iparku makanya aku menyuruhmu masuk baik-baik! Jadi sekarang masuk dan nurut dengan perintahku!"Dari pada berdebat di jalan raya seperti ini yang membuat semua pengguna jalan menoleh ke arahnya karena berisik maka Kiara menurut untuk masuk ke dalam mobil.Satya segera men
Anggukan kecil dari Kiara mewakili rasa sayangnya pada anak semata wayang dia, diraihlah tubuh mungil itu kedalam pelukannya dan di cium habis pucuk kepalanya.Sedang Kezia hanya tersenyum mengagumi betapa pintarnya anak itu, tak jarang dia mencubit pipinya yang sangat menggemaskan."Ya kamu tinggal bilang aja kalau kamu cuma punya Papah Satya, betul kan Mas?"Satya hanya mengangguk tanpa senyum sedikit pun serasa bingung untuk menjawab apa, dia tidak mengiyakan juga tidak menolaknya."Nggak! Udah bilang aja kalau Ayah kamu udah meninggal!" sarkas Kiara kesal."Kamu ini kenapa sih Dek? Jadi kamu nggak setuju dengan saran Kakak?"Saran dari Kezia ternyata membuat perdebatan antara dia dan Kiara, semula dia hanya ingin membuat keponakannya bersemangat saja ternyata ucapan itu salah dimata adiknya.Reza yang semula sudah mulai menegakkan tubuhnya bersemangat mendadak kembali menunduk mendengar pernyataan ibunya."Kak, aku cuma nggak mau Reza berharap banyak! Dia harus terima apa adanya, h
"Em, Sayang kamu baik-baik sama Oma dan Opa yah! Hari ini hari pertama Ibu kerja dan sepertinya Ibu sudah terlambat."Bahkan Kiara tidak sempat untuk sarapan lebih dulu, dia hanya menyambar susu putih yang sudah tersaji di atas meja dan segera pergi sambil menenteng tas kerjanya.Wanita yang kini memakai rok pendek selutut dengan atasan blush berjalan begitu cepat menyetop sebuah taksi yang lewat dan meminta si sopir agar mempercepat laju kendaraannya."Cepat Pak, saya sudah terlambat hari ini.""Baik Non."Taksi yang dia tumpangi malaju begitu kencang di atas rata-rata kecepatan sampai daun-daun kering bertebaran terkena hembusan anginnya.Hanya butuh waktu sekitar 10 menit taksi itu sampai dan Kiara segera turun, bahkan dia lupa untuk membayar kalau saja si sopir tak memanggilnya."Eh, Non Non! Bil-nya belum bayar Non!""Oh, iya maaf ini Pak, maaf saya buru-buru.""Eh, Non, Non!"Dia kembali memanggil tetapi Kiara tak memperdulikan panggilan itu, padahal si sopir berniat untuk memba
Prot!"Astaga! Kopi apa yang kamu buatkan ini! Kamu sengaja ingin mempermainkan aku hah?""Eh, nggak Pak, memangnya kenapa dengan kopinya Pak?"Se seruput kopi yang sudah masuk ke dalam mulut Aland semprotkan dengan sangat keras sampai membasahi meja kerjanya.Banyak barang yang terletak di atas meja ikut basah dan menjadi corak hitam setelah terkena semprotan itu.Salah satunya file penting yang akan di gunakan untuk meeting siang ini dengan pengusaha dari perusahaan lain.Perasaan Kiara semakin tak karuan melihat apa yang sudah terjadi, dia sadar kalau tindakan atasannya itu murni atas kesalahannya."Kenapa kamu masih tanya? Coba kamu minum dan rasakan sendiri bagaimana rasanya kopi itu. Minum cepat minum!"Tangan Kiara spontan meraih cangkir yang masih berdiri di atas meja saat suara Aland sudah mulai meninggi dengan tatapan yang sangat menakutkan.Sama seperti apa yang di lakukan oleh Aland, Kiara pun menyemprotkan kopi dari dalam mulutnya setelah mencicip dan merasakan sendiri ra
"Tunggu!"Semua orang spontan menoleh pada orang yang bersuara, terutama dengan Aland yang merasa heran karena tiba-tiba saja sekretarisnya ada datang ke tempat ini.Kedatangan Kiara sangat tepat waktu, kalau kurang dari satu menit saja, sudah bisa di pastikan Pak Firman sudah pasti menggagalkan kerja samanya.Aland memicingkan matanya sambil bertanya-tanya, dari mana sekretarisnya ini, kenapa di saat dia mencarinya di kantor Kiara tidak ada dan sekarang wanita ini ada di hadapannya.Bak seorang malaikat yang Tuhan turunkan untuk menolong dia di saat situasi sulit seperti ini."Tinggu Pak Firman tolong jangan batalkan dulu kerja sama ini, lihat saya sudah membawa proposal yang anda inginkan."Tindakan Kiara benar-benar suatu kejutan untuk Aland, di saat kliennya ini murai meragukan kemampuannya, dia datang membawa apa yang Aland butuhkan, akan tetapi itu tidak lantas membuat Aland menjadi puas dan mulai bersikap baik pada wanita itu.Rasa sakit hatinya kini masih melekat dan susah un