Share

Bab. 3.

Bukan hanya Kiara yang terkejut, Satya pun merasakan hal yang sama, kenapa gadis yang dia tinggalkan 5 tahun silam berada di sini, apa hubungannya dengan Kezia calon istriku."

"Dia Mas Satya, Dek kamu lihat! Ganteng bukan calon suamiku?"

"Eh, Dek! Kamu kenapa? Kamu nangis?" tanya Kezia yang menoleh ke samping dan melihat Kiara yang sedang menyeka air matanya.

"Nggak Kak, aku hanya terharu! Akhirnya sebentar lagi kakakku akan menyandang status baru sebagai seorang istri. Selamat ya Kak."

"Oh, aku kira ada apa! Makasih ya Dek. Semoga kamu cepat menemukan calon Papah untuk Reza."

Kiara hanya tersenyum kecut mengingat papah Reza kini ada di hadapannya.

"Aku masuk dulu ya Kak, aku mau menyiapkan makanan untuk tamu undangan."

Padahal itu hanya alasan semata, perasaannya begitu sakit menusuk sampai ke ulu hati membayangkan betapa bejatnya laki-laki yang sekarang di panggil dengan sebutan Mas Satya, calon kakak iparnya yang dulu menanam benih cinta di rahim hingga kini tumbuh anak kecil bernama Reza.

Kiara lebih memilih masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dari dalam.

"Kamu jahat Mas! Kamu campakkan aku dan Reza lalu kamu menikah dengan Kakak kandungku sendiri! Lelucon apa ini Mas, mana mungkin aku bisa tinggal serumah dengan laki-laki tak bertanggung jawab sepertimu!"

Di dalam Kiara duduk di atas lantai sambil memeluk kakinya seolah sedang menguatkan dirinya, dia menangis sejadi-jadinya dengan perasaan berontak menerima nasib yang harus dia alami sekarang ini.

Suara lantang yang mengatakan Sah dari luar semakin menambah rasa sakit hatinya, dia berfikir mengapa Tuhan begitu tega mempermainkan perasaannya, di saat Kiara mulai melupakan sosok Pras yang menjadi masa lalunya, kini dia kembali dengan nama yang berbeda dan menjadi bagian dari keluarganya.

"Aku tidak boleh seperti ini! Aku harus kuat. Aku harus lupakan masa lalu itu. Ingat Kiara! Mas Satya itu bukan Mas Pras! Mas Pras sudah mati 5 tahun yang lalu," tekat Kiara dalam hati.

Dia kembali berbenah, merapikan dirinya yang sempat kacau berantakan tak karuan.

"Ehem!"

Kiara berusaha bersikap senormal mungkin agar keluarganya tak curiga, biarlah rahasia ini dia pendam sendiri dalam hati tanpa ada satu orang pun yang mengetahui.

"Eitsh! Dari mana aja kamu? Dari tadi Ibu cari taunya di kamar! Lihat kakakmu udah sah jadi istrinya Satya."

Sakit memang sakit, sesekali dia menoleh ke atas menahan air matanya agar tak jatuh kembali.

"Wah, iya kah Ibu? Aku ikut senang mendengarnya."

"Kalau gitu kamu ke sana, ucapkan selamat pada kakakmu Kezia."

Rasanya sangat malas untuk menghampiri kedua mempelai yang sedang bersanding di pelaminan, tapi kalau tidak dia lakukan tentu akan mengundang kecurigaan pada mereka terutama ibunya.

Dengan terpaksa Kiara menghampiri mereka namun belum sampai ke atas pelaminan Reza tiba-tiba datang dengan lincahnya menghampiri Kiara yang membuat Satya memicingkan matanya.

"Ibu mau kemana? Aku ikut."

Degh!

"Ibu?" gumam Satya dalam hati.

"Naik ke atas Sayang! Ayok ikut dengan Ibu, kita ucapkan selamat pada Budemu."

Ibu dan anak bergandengan naik ke atas disambut hangat oleh Kezia yang menunduk menunggu keponakannya itu bicara, saat itu juga tanpa sepengetahuan istrinya, Satya menoleh sekejap pada Kiara yang juga sempat memandangnya.

"Sayang bilang selamat pada Bude," pekik Kiara memerintah.

Dengan suara pelonya ana itu mengucapkan selamat pada Kezia yang sukses mendapat cubitan kecil di pipinya.

"Terima kasih Sayang, kamu memang anak yang baik."

"Selamat ya Kak, semoga rumah tangga kalian menjadi rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warahmah! Semoga juga kalian cepat di berikan momongan."

"Aamiin! Makasih ya Dek, semoga kamu cepat menemukan calon ayah untuk Reza."

Uhuk!

"Ya ampun kamu kenapa Mas?" tanya Kezia pada Satya yang tiba-tiba tersedak.

"Ah, nggak! Aku nggak apa-apa. Cuma itu tadi ada sedikit debu masuk ke dalam hidungku," ujar Satya memberi alasan.

"Oh, aku kira ada apa. Oh iya Mas, perkenalkan dia Kiara, adik kandungku. Kiara ini Mas Satya suami kakak. Sekarang kamu sudah tidak penasaran lagi bukan? Lihat! Tampan bukan suami Kakak ini?"

Jangankan untuk tertawa, tersenyum pun rasanya sangat susah tapi Kiara paksakan agar Kezia merasa senang. Sebagai seorang adik mana mungkin dia menggerutu di hari pernikahan kakaknya.

"Aku Kiara!" ujarnya singkat sambil mengulurkan tangannya sesaat.

"Aku Satya, senang berkenalan denganmu, Adik ipar!"

"Kalau begitu aku turun dulu Kak, sekali lagi selamat buat kalian. Ayok Sayang kita turun sekarang."

Anak kecil itu lepas dari genggaman tangan Kiara dan berlari menemui teman-temannya di tempat yang berbeda.

*****

Hari semakin sore dimana semua tamu undangan sudah pada pulang, kini tinggal keluarga mereka saja yang berkumpul, merasa bingung apa yang harus dilakukan sekarang maka Kiara memutuskan untuk ke dapur mengambilkan camilan untuk mereka sebagai teman mengobrol.

"Em, Sayang kamar mandi sebelah mana yah?" tanya Satya beralasan.

"Kamu masuk aja Mas, lalu belok ke kiri. Di sebelah dapur itu kamar mandi Mas."

Maka Satya bangun dari duduknya menuju kamar mandi tetapi langkahnya berhenti saat melihat Kiara yang berada di dapur.

Dia menoleh ke sana ke mari mencari aman memastikan kalau tidak ada yang melihat. Pelan-pelan dia menghampiri dan bersuara yang membuat Kiara terkejut.

"Jadi di sini rumahmu hah?" ujar Satya dari belakang.

"Astaga! Sedang apa kamu di sini?"

"Lalu siapa anak kecil itu? Kenapa dia memanggilmu dengan sebutan Ibu?"

"Bukan urusanmu!" jawab Kiara singkat sambil membawa penampan berisi minuman dan makanan ringan.

Dia segera pergi dari hadapan Satya karena khawatir ada orang yang melihatnya sekaligus mencegah laki-laki itu kembali bertanya.

Sikap Kiara yang cuek justru semakin membuat Satya penasaran apa yang di sembunyikan darinya. Tanda tanya besar masih seputar anak kecil yang memanggilnya dengan sebutan ibu itu.

"Kalau saja dia memang darah dagingku, berarti selama ini Kiara tidak menggugurkan kandungannya," gumam Satya dalam hati.

"Tara, lihat aku bawa apa untuk kalian."

"Ah, kamu memang pengertian Dek! Kamu tau kalau kakak lagi haus," pekik Kezia sambil menyambar minuman yang Kiara bawa.

"Oh iya, kamu tadi lihat Mas Satya nggak? Kakak takut dia nggak lihat kamar mandinya?"

Apa yang harus Kiara jawab, melihat dan laki-laki itu sempat menghampirinya, itu yang akan Kiara katakan, sepertinya tidak mungkin maka lebih baik dia memutuskan untuk mengatakan kalau.

"Tidak! Aku tidak melihatnya. Kebetulan tadi aku ke belakang mengambil camilan ini sisa tamu undangan."

"Oh," jawab Kezia singkat.

Kini Kiara dapat bernafas dengan lega karena kakaknya tak curiga.

BERSAMBUNG.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status