MasukWaktu sudah hampir malam, dan Cathy baru saja bangun dari tidurnya, saat akan beranjak menuju kamarnya, tiba-tiba bi Sani datang menghampirinya.
"Non Cathy!" Panggil bi Sani. "Eh, ada apa bi?" Tanya Cathy sembari mengucek matanya. "Itu non... Bibi udah masakin makan malam, kali aja si Aden mau makan. Dari kemarin belum makan dan nggak tidur sama sekali gara-gara nungguin non pulang." Ujar bi Sani membuat Cathy langsung terdiam membisu, masak sih suaminya itu sampai melakukan hal itu hanya untuk menunggui dirinya. "Masa sih bi? Mana mungkin?" Tanya Cathy tak percaya. "Beneran non masa bibi bohong. Aden khawatir banget sama non, waktu mau nyari Enon keluar di cegah sama mang Diman soalnya takut Aden kenapa-kenapa di jalan, nanti Nyonya bisa marah besar lagi. Bibi aja cemas dari tadi karena belum lihat Aden makan, takut maagnya kambuh, apalagi dari tadi belum keluar juga dari kamar." Jelas bi Sani membuat Cathy semakin merasa cemas dan bersalah. Jika suaminya sampai jatuh sakit, semua itu pasti karena salahnya. "Ya udah Bi biar saya cek dulu di kamar." "Iya non. Oh ya non itu kaki non kenapa? Non abis jatuh atau gimana?" Tanya bi Sani dengan tatapan prihatin. "Oh, ini cuma luka kecil aja kok bi, ketumpahan kopi panas makanya jadi begini. Tapi saya udah nggak apa-apa kok. Saya ke kamar dulu ya bi!" Pamit Cathy. "Iya non." Angguk bi Sani. *** Sedangkan di kamar, sejak tadi Devan terus meringkuk diatas ranjang, perutnya benar-benar sakit, rasanya sangat penuh, melilit dan juga mual. Keringat dingin bahkan sejak tadi terus bercucuran membasahi tubuhnya. "Akh!" Pria tampan itu merintih tertahan, mengusap dan terus menekan perutnya untuk mengurangi rasa sakit meskipun hasilnya nihil. Semua yang istrinya katakan tadi memang benar, ia memang suami yang tak tahu di untung, jika sakit seperti ini, memang siapa lagi yang ia harapkan selain mamanya? Yang Devan harapkan hanyalah istrinya, istrinya yang selalu sigap bahkan melebihi suster ketika merawatnya. Devan merasa bersalah karena kemarin sudah mengatakan kata-kata yang tak sesuai dengan isi hatinya, ia hanya terlalu gengsi, ia tak ingin mengakui jika hatinya kini sudah mulai jatuh untuk Cathy. "Sayang!" Seru suara wanita yang sejak tadi Devan harap-harapkan itu. Itu adalah suara istrinya, istrinya yang sudah kembali memanggilnya dengan sebutan sayang, apakah itu artinya Cathy sudah tidak marah lagi padanya? "Sayang kamu baik-baik aja kan?" Tanya Cathy yang mulai mendekat kearah suaminya, gadis cantik itupun semakin khawatir karena melihat suaminya yang tengah meringkuk kesakitan. "Ya ampun Dev! Kenapa bisa begini sih?" Tanya Cathy dengan nada panik, kedua matanya bahkan sudah berkaca-kaca karena melihat suaminya benar-benar mengenaskan. Biasanya suaminya itu tidak akan sampai seperti ini jika penyakitnya sedang kambuh. Ini bahkan tidak seperti biasanya. Cathy langsung meraba tubuh Devan, mengelap wajahnya yang banjir keringat dingin, lalu menarik kausnya hingga perutnya terlihat. "Saya nggak apa-apa. Kamu lebih baik mandi terus makan, nanti saya nyusul." Bahkan untuk berbicara saja cowok itu sampai tersengal-sengal, Cathy sampai merasa heran dan kesal mendapati respon sang suami, tak biasanya Devan seperti ini. "Maag kamu pasti kambuh, aku bilang juga apa kan? Kamu tuh jangan suka telat makan, telat dikit aja kamu biasanya langsung kumat, ini malah dari kemarin belum makan apapun. Pantesan kondisi kamu langsung drop gini. Aku telfonin mas Regan ya!" "Nggak usah! Jangan ganggu dia, dia pasti sibuk, istrinya baru aja lahiran." Tolak Devan. "Tapi yang... Cuma mas Regan dokter yang rumahnya paling deket sama kita. Dia kan akrab sama kamu, atau kita ke rumah sakit aja sekarang yuk!" Ajak Cathy sambil menarik tangan suaminya, namun Devan langsung menolaknya. "Nggak perlu. Obat aja cukup." Pinta Devan. "Tapi... Aku takut kamu sakit yang lainnya, badan kamu kayaknya udah nggak sehat sejak kemarin-kemarin. Apalagi kata bi Sani kamu nggak tidur sama sekali dari semalem. Tau gitu aku nggak bakalan kabur ninggalin kamu, kalau lihat kamu sakit kayak gini, mendingan aku buang jauh-jauh ego aku." Ujar Cathy dengan wajah sedih, ia turut mengusap-usap perut suaminya, berharap bisa mengurangi rasa sakitnya, sedangkan tangan yang lainnya ia gunakan untuk membelai rambut Devan. "Sekarang udah kejadian, jadi mau gimana. Ssshh..." Devan kembali mendesis karena menahan rasa sakit. "Maka dari itu kita ke rumah sakit aja ya Dev! Aku ben-" "Enggak Cath!" Devan menggeleng keras. "Kamu biasanya tau apa yang harus kamu lakuin kalau saya kayak gini." "Tapi sekarang kan beda... Kondisi kamu kayaknya nggak seperti biasanya kalau maag kamu lagi kumat." "Saya bilang enggak ya enggak." Devan tetap saja ngeyel membuat Cathy mau tak mau akhirnya harus mengalah. "Hhh... Ya udah aku ngalah, aku akan rawat kamu kayak biasanya, tapi kalau kondisi kamu nanti tetap sama aja setelah aku urusin, aku bakalan bawa kamu ke rumah sakit pokoknya titik." Tegas Cathy tanpa mau diganggu gugat lagi. "Hm." Dan Devan pun hanya bisa mengangguk pasrah menuruti semua kemauan istrinya. "Aku ganti baju bentar ya sayang! Kamu tahan bentar ya nggak apa-apa kan?" Tanya Cathy dengan tatapan cemas seraya mengusap-usap bahu sang suami. "Iya, I am fine." Balas Devan dengan senyuman lemah. Kondisinya yang tak berdaya seperti ini benar-benar membuat Cathy merasa bersalah sekaligus tak tega. Apalagi setelah pertengkaran mereka kemarin, suaminya kini semakin banyak bicara padanya, biasanya saja irit sekali mengeluarkan kata-kata. "Jangan pingsan ya! Ya ampun aku bener-bener cemas, takut kamu kenapa-kenapa yang..." Ungkap Cathy dengan mata berkaca-kaca, membuat Devan merasa tersentuh sekaligus merasa terharu karena sang istri selalu seperti ini ketika dirinya sakit, mirip sekali dengan sang mama. "Jangan cemas, saya cuma kena maag bukan lagi sekarat." Ujar Devan. "Amit-amit deh jangan sampe, kamu tuh malah ngomong yang enggak-enggak kan aku jadi takut. Baik-baik ya! Aku ganti baju bentar sama buatin kamu bubur. Tapi... Tunggu! Baju kamu juga harus diganti Dev, bentar!" Cathypun segera mengambil piyama miliki suaminya, lalu segera mengganti seluruh baju Devan tanpa canggung sama sekali, yah... Meskipun harus meneguk ludah berkali-kali karena melihat betapa indahnya tubuh sang suami yang bak malaikat ini. "Untung aku sempat beli kompresan karena kepikiran sama kamu kalau lagi sakit, dan sekarang kayaknya berfungsi banget." Ujar Cathy seraya membawa sekantong kompres berisi air hangat, lalu ia taruh alat pengompres perut tersebut diatas perut suaminya. "Buat apa?" Tanya Devan. "Perut kamu kembung, jadi harus aku kompres. Ini juga bisa ngilangin rasa sakit, abis ini pasti bakalan jauh lebih baik. Jangan dilepas ya! Aku tinggal bentar dulu!" "Hm!" Devan hanya mengangguk lemah membuat Cathy merasa iba, kalau nggak lagi sakit aja sadisnya minta ampun, tapi kalau lagi sakit begini bawaannya pengen meluk terus, Cathy tak tega melihatnya. Cup "Tunggu bentar ya!" Setelah mencuri ciuman dibibir Devan, Cathy pun segera melenggang pergi begitu saja. Sedangkan kini Devan tengah meraba bibirnya, merasakan sensasi hangat yang menyelimuti hatinya karena ciuman istrinya barusan. Bibir Cathy begitu lembut dan manis, dan bodohnya Devan karena ia baru menyadarinya sekarang.Devan menatap wajah kampusnya dengan penuh bangga, meski tak kuliah di luar negeri, namun ia cukup puas bisa kuliah di dalam negeri sendiri karena kualitas pendidikannya tak kalah bersaing dengan pendidikan luar negeri.Cowok itu hari ini sedang merayakan kelulusannya, ia menyelesaikan seluruh mata kuliahnya hanya dalam waktu tiga tahun dan akhirnya bisa lulus dengan predikat cumlaude. Banyak yang kagum dan bangga atas apa yang Devan raih saat ini, menjadi CEO di usia muda dan lulus kuliah lebih cepat karena otaknya yang jenius. Tak hanya keluarga, teman-temannya juga dibuat kagum atas prestasi yang ia torehkan di usianya yang masih menginjak dua puluh satu tahun."Sayang ayo!" Seru Cathy yang sudah menunggu di mobil sejak tadi. Kandungan cewek itu sudah hampir memasuki bulan ke sembilan, awalnya Devan melarangnya ikut ke kampus, namun karena ini adalah momen istimewa dan Cathy harus wajib datang untuk mendampingi suaminya. Perut Cathy semakin besar, jalannya juga sudah susah, apala
Cathy sudah keluar dari rumah sakit karena kondisinya sudah membaik, ketika mengetahui jika adiknya baru saja mengalami kecelakaan, Andreas buru-buru datang ke rumah sakit bersama dengan istrinya, dan kini ia juga turut untuk mengantarkan Cathy pulang ke rumah Devan.Setibanya di rumah, Cathy dibuat terkejut dan bahagia tak terkira karena disana ada kedua orangtuanya dan juga Anne yang tengah berkumpul untuk menyambut kepulangannya.Cewek itu bahkan sampai menangis haru karena terlalu bahagia melihat orang-orang yang ia rindukan tengah berkumpul di rumahnya."Mama khawatir banget sama kamu makanya mama sama papa langsung pulang ke Indonesia." Ujar Melany pada sang putri sembari memeluk tubuh Cathy dengan erat."Cucu papa baik-baik aja kan?" Tanya papa Cathy sembari mengusap perut sang putri."Baik pa, kita berdua baik-baik aja. Devan selalu jagain Cathy sama baby." Jelas Cathy membuat papanya langsung tersenyum lega dan menatap Devan dengan penuh terimakasih. Tak sia-sia ia menjodohka
Devan saat ini sudah sampai di rumah sakit, rasa cemas dan takut sudah menjadi satu sejak ia mendapatkan kabar buruk tentang istrinya tadi, cowok itu terus berlari menuju IGD hingga akhirnya sampai dan bertemu dengan Fany serta Delon disana."Cathy! Cathy gimana?" Tanya Devan dengan nada panik."Masih ditangani sama dokter, dia pendarahan hebat." Jawab Fany dengan nada bergetar, Devan pun semakin panik dibuatnya, demi Tuhan ia ingin sekali segera menemui istrinya."Gue bakalan selidikin orang yang udah nabrak bini Lo." Ujar Delon."Nabrak?" Tanya Devan tak mengerti."Iya, gue saksinya, itu bukan murni kecelakaan tapi itu disengaja, ada orang yang sengaja nabrak Cathy dan gue tadi sempet ngafalin nomor plat mobilnya." Jelas Fany.Wajah Devan pun langsung mengeras, aura hitam seketika langsung berkumpul disekelilingnya. Cowok itu langsung mengepalkan kedua tangannya, jika benar istrinya sengaja ditabrak oleh seseorang, maka ia bersumpah tak akan pernah memaafkan dan mengampuni orang itu
Kecewa, tentu saja, cewek mana yang tidak kecewa ketika ia tiba-tiba diabaikan seperti ini saat tengah menanyakan tentang perasaan kepada suaminya sendiri, bukannya langsung menjawab namun Devan malah langsung mematikan sambungan teleponnya begitu saja. Tentu saja Cathy merasa sangat sedih sekali, apalagi hormon kehamilannya selalu saja membuat ia menjadi cewek mellow yang sangat cengeng, sungguh bukan Cathy sekali. "Kamu denger sendiri bapak kamu kayak gimana? Bahkan dia nggak mau peduli sama perasaan mommy, dia cuma bertindak sesuai keinginannya aja, dia cuma sayang sama kamu. Dia perhatian selama ini cuma karena kamu doang, bukan karena mommy, puas kan kamu sekarang?" Cathy rasanya ingin sekali memukuli perutnya namun ia benar-benar tak sanggup melakukannya. Cewek itu sudah mulai sayang dengan calon bayinya, tapi juga terkadang merasa kesal jika Devan memperlakukannya seperti ini, akibatnya ia malah melampiaskannya pada calon bayi tak berdosa itu. "Mending ke salon aja ngajak Caro
Beberapa hari kemudian, Cathy akhirnya masuk kampus meskipun harus berdebat terlebih dahulu dengan Devan, entah kenapa, cowok itu merasakan firasat yang buruk tentang istrinya, akhir-akhir ini ia sering mimpi buruk, Devan sering bermimpi kehilangan calon buah hatinya karena terjadi sesuatu dengan istrinya, dan hal itu benar-benar membuatnya sangat gelisah."Baik-baik di kampus, kalau meeting ini nggak begitu penting sa-""Sayaaang... Kan kamu udah janji mau aku kamu, kamu tuh formal banget tauk orangnya, kayak kaku gitu... Padahal sama istri sendiri juga." Ujar Cathy dengan nada manja sambil mengalungkan kedua tangannya dileher sang suami, banyak para mahasiswa yang melihat adegan mereka berdua dan itu semua benar-benar membuat mereka iri."Iya... Maaf aku lupa." Devan mengusap kepala Cathy dengan gemas, lalu mencium kening istrinya itu dengan sayang. Cowok itu sudah tak malu lagi mengumbar kemesraan didepan umum, ia ingin menunjukkan pada semua orang jika Cathy adalah miliknya. "Aku
Setelah kepulangan para sahabatnya, Cathy terlihat begitu lesu. Setelah Delon menjelaskan segalanya tentang Alan kepadanya, cewek itu tampak terlihat murung dan merasa bersalah. Cathy masih tak percaya, Alan yang menurutnya baik dan perhatian bisa berbuat picik seperti itu padanya. Suaminya pasti sekarang sedang kesal padanya karena terus membela Alan, buktinya sampai sekarang Devan belum juga datang menghampirinya, padahal waktu sudah hampir menunjukkan pukul sebelas malam."Bapak kamu tuh kemana sih? Demen banget kalau cemburu kayak gitu, tapi anehnya sampai sekarang belum bilang cinta juga sama mommy, hmmhhh..." Cathy pun berjalan gontai menuju kamarnya untuk mencari sang suami, kali aja Devan ada disana, tapi sayangnya dugaannya salah, suaminya tak ada disana. Cathy pun akhirnya mulai mencari, mencari di ruang kerja tidak ada, di dapur tidak ada, di kolam renang juga tidak ada, akhirnya iapun mencari suaminya di rooftop. Cathy bahkan sampai berhenti sejenak ketika menaiki tangga







