Share

Membutuhkanmu

Author: roxxi94
last update Last Updated: 2024-09-05 23:12:01

Waktu sudah hampir malam, dan Cathy baru saja bangun dari tidurnya, saat akan beranjak menuju kamarnya, tiba-tiba bi Sani datang menghampirinya.

"Non Cathy!" Panggil bi Sani.

"Eh, ada apa bi?" Tanya Cathy sembari mengucek matanya.

"Itu non... Bibi udah masakin makan malam, kali aja si Aden mau makan. Dari kemarin belum makan dan nggak tidur sama sekali gara-gara nungguin non pulang." Ujar bi Sani membuat Cathy langsung terdiam membisu, masak sih suaminya itu sampai melakukan hal itu hanya untuk menunggui dirinya.

"Masa sih bi? Mana mungkin?" Tanya Cathy tak percaya.

"Beneran non masa bibi bohong. Aden khawatir banget sama non, waktu mau nyari Enon keluar di cegah sama mang Diman soalnya takut Aden kenapa-kenapa di jalan, nanti Nyonya bisa marah besar lagi. Bibi aja cemas dari tadi karena belum lihat Aden makan, takut maagnya kambuh, apalagi dari tadi belum keluar juga dari kamar." Jelas bi Sani membuat Cathy semakin merasa cemas dan bersalah. Jika suaminya sampai jatuh sakit, semua itu pasti karena salahnya.

"Ya udah Bi biar saya cek dulu di kamar."

"Iya non. Oh ya non itu kaki non kenapa? Non abis jatuh atau gimana?" Tanya bi Sani dengan tatapan prihatin.

"Oh, ini cuma luka kecil aja kok bi, ketumpahan kopi panas makanya jadi begini. Tapi saya udah nggak apa-apa kok. Saya ke kamar dulu ya bi!" Pamit Cathy.

"Iya non." Angguk bi Sani.

***

Sedangkan di kamar, sejak tadi Devan terus meringkuk diatas ranjang, perutnya benar-benar sakit, rasanya sangat penuh, melilit dan juga mual. Keringat dingin bahkan sejak tadi terus bercucuran membasahi tubuhnya.

"Akh!" Pria tampan itu merintih tertahan, mengusap dan terus menekan perutnya untuk mengurangi rasa sakit meskipun hasilnya nihil. Semua yang istrinya katakan tadi memang benar, ia memang suami yang tak tahu di untung, jika sakit seperti ini, memang siapa lagi yang ia harapkan selain mamanya? Yang Devan harapkan hanyalah istrinya, istrinya yang selalu sigap bahkan melebihi suster ketika merawatnya. Devan merasa bersalah karena kemarin sudah mengatakan kata-kata yang tak sesuai dengan isi hatinya, ia hanya terlalu gengsi, ia tak ingin mengakui jika hatinya kini sudah mulai jatuh untuk Cathy.

"Sayang!" Seru suara wanita yang sejak tadi Devan harap-harapkan itu. Itu adalah suara istrinya, istrinya yang sudah kembali memanggilnya dengan sebutan sayang, apakah itu artinya Cathy sudah tidak marah lagi padanya?

"Sayang kamu baik-baik aja kan?" Tanya Cathy yang mulai mendekat kearah suaminya, gadis cantik itupun semakin khawatir karena melihat suaminya yang tengah meringkuk kesakitan. "Ya ampun Dev! Kenapa bisa begini sih?" Tanya Cathy dengan nada panik, kedua matanya bahkan sudah berkaca-kaca karena melihat suaminya benar-benar mengenaskan.

Biasanya suaminya itu tidak akan sampai seperti ini jika penyakitnya sedang kambuh. Ini bahkan tidak seperti biasanya. Cathy langsung meraba tubuh Devan, mengelap wajahnya yang banjir keringat dingin, lalu menarik kausnya hingga perutnya terlihat.

"Saya nggak apa-apa. Kamu lebih baik mandi terus makan, nanti saya nyusul." Bahkan untuk berbicara saja cowok itu sampai tersengal-sengal, Cathy sampai merasa heran dan kesal mendapati respon sang suami, tak biasanya Devan seperti ini.

"Maag kamu pasti kambuh, aku bilang juga apa kan? Kamu tuh jangan suka telat makan, telat dikit aja kamu biasanya langsung kumat, ini malah dari kemarin belum makan apapun. Pantesan kondisi kamu langsung drop gini. Aku telfonin mas Regan ya!"

"Nggak usah! Jangan ganggu dia, dia pasti sibuk, istrinya baru aja lahiran." Tolak Devan.

"Tapi yang... Cuma mas Regan dokter yang rumahnya paling deket sama kita. Dia kan akrab sama kamu, atau kita ke rumah sakit aja sekarang yuk!" Ajak Cathy sambil menarik tangan suaminya, namun Devan langsung menolaknya.

"Nggak perlu. Obat aja cukup." Pinta Devan.

"Tapi... Aku takut kamu sakit yang lainnya, badan kamu kayaknya udah nggak sehat sejak kemarin-kemarin. Apalagi kata bi Sani kamu nggak tidur sama sekali dari semalem. Tau gitu aku nggak bakalan kabur ninggalin kamu, kalau lihat kamu sakit kayak gini, mendingan aku buang jauh-jauh ego aku." Ujar Cathy dengan wajah sedih, ia turut mengusap-usap perut suaminya, berharap bisa mengurangi rasa sakitnya, sedangkan tangan yang lainnya ia gunakan untuk membelai rambut Devan.

"Sekarang udah kejadian, jadi mau gimana. Ssshh..." Devan kembali mendesis karena menahan rasa sakit.

"Maka dari itu kita ke rumah sakit aja ya Dev! Aku ben-"

"Enggak Cath!" Devan menggeleng keras. "Kamu biasanya tau apa yang harus kamu lakuin kalau saya kayak gini."

"Tapi sekarang kan beda... Kondisi kamu kayaknya nggak seperti biasanya kalau maag kamu lagi kumat."

"Saya bilang enggak ya enggak." Devan tetap saja ngeyel membuat Cathy mau tak mau akhirnya harus mengalah.

"Hhh... Ya udah aku ngalah, aku akan rawat kamu kayak biasanya, tapi kalau kondisi kamu nanti tetap sama aja setelah aku urusin, aku bakalan bawa kamu ke rumah sakit pokoknya titik." Tegas Cathy tanpa mau diganggu gugat lagi.

"Hm." Dan Devan pun hanya bisa mengangguk pasrah menuruti semua kemauan istrinya.

"Aku ganti baju bentar ya sayang! Kamu tahan bentar ya nggak apa-apa kan?" Tanya Cathy dengan tatapan cemas seraya mengusap-usap bahu sang suami.

"Iya, I am fine." Balas Devan dengan senyuman lemah. Kondisinya yang tak berdaya seperti ini benar-benar membuat Cathy merasa bersalah sekaligus tak tega. Apalagi setelah pertengkaran mereka kemarin, suaminya kini semakin banyak bicara padanya, biasanya saja irit sekali mengeluarkan kata-kata.

"Jangan pingsan ya! Ya ampun aku bener-bener cemas, takut kamu kenapa-kenapa yang..." Ungkap Cathy dengan mata berkaca-kaca, membuat Devan merasa tersentuh sekaligus merasa terharu karena sang istri selalu seperti ini ketika dirinya sakit, mirip sekali dengan sang mama.

"Jangan cemas, saya cuma kena maag bukan lagi sekarat." Ujar Devan.

"Amit-amit deh jangan sampe, kamu tuh malah ngomong yang enggak-enggak kan aku jadi takut. Baik-baik ya! Aku ganti baju bentar sama buatin kamu bubur. Tapi... Tunggu! Baju kamu juga harus diganti Dev, bentar!" Cathypun segera mengambil piyama miliki suaminya, lalu segera mengganti seluruh baju Devan tanpa canggung sama sekali, yah... Meskipun harus meneguk ludah berkali-kali karena melihat betapa indahnya tubuh sang suami yang bak malaikat ini. "Untung aku sempat beli kompresan karena kepikiran sama kamu kalau lagi sakit, dan sekarang kayaknya berfungsi banget." Ujar Cathy seraya membawa sekantong kompres berisi air hangat, lalu ia taruh alat pengompres perut tersebut diatas perut suaminya.

"Buat apa?" Tanya Devan.

"Perut kamu kembung, jadi harus aku kompres. Ini juga bisa ngilangin rasa sakit, abis ini pasti bakalan jauh lebih baik. Jangan dilepas ya! Aku tinggal bentar dulu!"

"Hm!" Devan hanya mengangguk lemah membuat Cathy merasa iba, kalau nggak lagi sakit aja sadisnya minta ampun, tapi kalau lagi sakit begini bawaannya pengen meluk terus, Cathy tak tega melihatnya.

Cup

"Tunggu bentar ya!" Setelah mencuri ciuman dibibir Devan, Cathy pun segera melenggang pergi begitu saja. Sedangkan kini Devan tengah meraba bibirnya, merasakan sensasi hangat yang menyelimuti hatinya karena ciuman istrinya barusan. Bibir Cathy begitu lembut dan manis, dan bodohnya Devan karena ia baru menyadarinya sekarang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Benih Sang CEO Muda   Amarah dan Kebencian

    Hampir siang hari, Cathy baru saja sadar dari pingsannya, cewek itu langsung terkejut dengan posisinya saat ini. Ini bukan rumahnya, ini adalah rumah sakit. Cathy pun langsung berusaha untuk mengingat kejadian sebelum ia tak sadarkan diri, dan setelah ia mengingatnya, cewek itu malah celingukan mencari-cari seseorang, kira-kira siapa yang sudah membawanya kesini, apakah suaminya? Atau siapa?"Duh Gusti... Syukur deh non udah sadar." Seru bi Sani yang baru saja keluar dari toilet."Bi!" Panggil Cathy. "Bibi kok...""Iya, tadi non Cathy pingsan, terus Aden langsung bawa non ke sini." Jelas bi Sani."Devan? Terus dia dimana sekarang?" Tanya Cathy."Lagi ngurus administrasi non dari tadi tapi kok belum balik-balik." Ujar bi Sani dengan nada cemas.Beberapa saat kemudian, Devan akhirnya kembali dengan membawa paper bag, cowok itupun langsung menatap Cathy dengan perasaan lega.Cathy sendiri turut menatap wajah suaminya, ada gurat lelah dan pucat yang menghiasi wajah tampannya, membuat Cath

  • Benih Sang CEO Muda   Hamil

    Sekitar pukul empat subuh, Devan kembali dibuat panik dengan kondisi istrinya yang semakin mengkhawatirkan, bagaimana tidak, ketika ia tengah tidur, tiba-tiba saja Devan terbangun karena mendengar suara muntahan sang istri dari dalam toilet, sontak cowok itupun segera berlari menuju toilet untuk melihat kondisi istrinya. Dan disana Cathy bahkan sudah hampir tak sadarkan diri, tubuhnya sangat lemas dan bibirnya juga sangatlah pucat. Tanpa menunggu lama lagi, Devan pun segera membawa istrinya ke rumah sakit, cowok itu langsung berteriak-teriak memanggil bi Sani dan mang Diman supaya mengantarkannya ke rumah sakit."Ya ampun den... Non Cathy kenapa lagi? Kok jadi makin parah begini?" Tanya bi Sani dengan nada panik."Saya juga nggak ngerti bi. Mang Diman siapin mobil ke rumah sakit, Bi Sani tolong ikut saya!" Titah Devan pada kedua pembantunya."Baik den!" Jawab mereka kompak.Merekapun segera membawa Cathy ke rumah sakit, dan sesampainya disana, Devan segera membawa istrinya ke IGD. Sa

  • Benih Sang CEO Muda   Minta Maaf

    Devan terus merenungkan semua ucapan Cathy, cowok itu terus berusaha bertanya kepada hatinya tentang apa yang sebenarnya ia inginkan. Selama sebulan ini bahkan ia begitu merasa berat menjalani kehidupan tanpa perhatian istrinya, lantas bagaimana nanti jika Cathy benar-benar pergi meninggalkannya? Sanggupkah Devan menjalani hari-hari tanpa sang istri? Bisakah Devan melewatinya setelah hampir setahun ini ia hidup bersama dengan cewek yang ia anggap manja itu. Padahal jika dipikir-pikir, anggapannya itu salah besar.Devanpun segera beranjak menuju kamar sang istri, tanpa harus menunggu lama lagi cowok itu benar-benar harus segera menyelesaikan masalahnya dengan Cathy."Cathy! Tolong buka pintunya!" Devan terus menggedor-gedor pintu kamar istrinya berharap istrinya segera membukakan pintu untuknya. "Saya mau bicara sama kamu! Cathy!" Devan terus berusaha membujuk istrinya keluar namun kenapa tak ada sahutan sama sekali, apa Cathy benar-benar marah dan sudah tak peduli lagi padanya? Apa is

  • Benih Sang CEO Muda   Bercerai?

    Musim basket league sudah hampir dekat, kira-kira kurang sebulan lagi tim basket Devan akan melakukan pertandingan basket antar kampus yang diselenggarakan setiap setahun sekali itu. Jadwal latihan Devan pun semakin padat, dan cowok tampan itu harus pandai-pandai untuk membagi waktu antara kantor dan juga kampus. Selama hampir sebulan ini, cowok itu terus bertahan hidup tanpa perhatian sang istri yang sampai saat ini masih betah untuk melakukan gencatan senjata dengannya. Devan terus berusaha untuk bertahan dengan segala keegoisannya meskipun rasanya sangat-sangat berat ia lakukan, cowok itu terlalu banyak gengsi, terlalu sok konsisten dengan pendiriannya padahal hatinya terus meronta dan menyebutkan nama Cathy. Devan mungkin bisa terus menyangkal, namun sekuat apapun ia melakukannya, tetap saja Devan tak akan pernah bisa untuk membohongi perasaannya.Ia selalu merasa sesak, merasa hampa, merasa sakit yang teramat sangat ketika melihat istrinya lebih akrab bersama cowok lain selain

  • Benih Sang CEO Muda   Gengsi

    Cathy mencoba bertahan selama seminggu ini untuk bisa hidup tanpa sang suami, apalagi suaminya juga tampak tak peduli bahkan semakin dingin memperlakukannya membuat Cathy semakin benci dan kecewa dengan sikap Devan. Apalagi selama di kampus, Cathy malah sering melihat sang suami bersama dengan Tasya, membuat Cathy semakin cemburu, semakin sakit hati dan kesal dengan ulah Devan. Cewek cantik itu sudah lelah menangisi suaminya yang sering sekali menyakiti hatinya."Ini nasi goreng seafoodnya silahkan menikmati." Alan meletakkan sepiring nasi goreng seafood di depan Cathy yang tampak tersenyum padanya. Alanpun membalas senyuman itu dengan manis dan penuh makna namun meski begitu, tak ada niatan terselubung sedikitpun dibalik senyum manisnya karena meski ia menyukai Cathy, tapi ia masih tau batasannya, ia tahu jika Cathy sudah menikah, dan ia tak mau merebut istri dari seorang Devan. Cukup menyukai dalam diam saja dan hal itu tak masalah sekali bagi Alan."Makasih ya! Aku mau susu coklat

  • Benih Sang CEO Muda   Kacau Balau

    Cathy pulang ke rumah dengan perasaan hancur, bagaimana tidak hancur, selama ini sang suami tak pernah banyak bicara namun sekalinya bicara kata-kata nya sungguh menyakitkan dan tak bisa ia maafkan. Cathy rasanya sudah lelah dengan pernikahan semunya ini, memang mau dibawa kemana rumah tangganya jika hanya dirinya saja yang menginginkan pernikahan ini sedangkan suaminya tidak sama sekali.Cathy harusnya tak terlena dan terbawa perasaan, Devan baik kemarin-kemarin memang hanya untuk membalas dendam dan ada maunya saja bukan karena mencintainya. Lagi pula mana mungkin suaminya itu bisa mencintai dirinya, selama ini bahkan Devan begitu sangat membenci dirinya."Ya ampun non! Non kenapa kacau begini? Ayo masuk non! Bibi buatin minuman segar buat non." Ajak bi Sani pada sang majikan, Cathy hanya menurut saja karena dirinya terlalu sedih dan benar-benar sangat kacau.Cathypun langsung membasuh mukanya di wastafel, lalu segera duduk di kursi makan, dan setelah itu bi Sani datang membawakann

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status