Share

Di Lift

Author: Miss Secret
last update Last Updated: 2025-08-30 14:41:51

Aku spontan menoleh, meskipun ada rasa tegang menyergap.

“Kita sudah sampai.”

Aku buru-buru mengalihkan pandangan ke luar jendela. Benar saja, mobil sudah berhenti di lokasi rapat yang disebutkan Pak Andra tadi.

“Oh ....”

Aku berusaha terdengar biasa, walau suaraku sedikit serak. “Baik.”

Aku segera meraih tas, membuka pintu mobil. Seketika, angin luar menerpa wajahku, membawa sedikit kelegaan.

Devan keluar lebih dulu, memberi isyarat singkat pada staf yang sudah menunggu, lalu berjalan mendahuluiku menuju pintu gedung.

Aku menarik napas panjang, mengumpulkan ketenangan.

"Profesional, Cleo. Ingat, kamu ada di sini untuk bekerja," batinku dalam hati

Aku pun mengikuti di belakangnya, bersiap menghadapi rapat, dan juga menghadapi diriku sendiri.

Begitu memasuki gedung, kami diarahkan ke lift untuk menuju ruang rapat di lantai atas. Aku melangkah masuk bersama Devan, hanya berdua kali ini, karena staf yang mengantar, harus menjemput rekan bisnis yang lain.

Awalnya semua berjalan normal. Aku mencoba fokus menatap lantai bawah. Namun, tiba-tiba ....

Brak!

Lift berguncang keras dan berhenti mendadak. Tubuhku hampir terhuyung, refleks aku berpegangan pada dinding.

“Ya Tuhan ...!” pekikku dengan suara tercekat.

Beberapa detik kemudian lampu di dalam lift jug padam. Gelap pekat menyelimuti, hanya menyisakan bunyi dengung samar dari mesin yang terhenti.

Aku pun berteriak panik, karena aku takut kegelapan. Napasku memburu diiringi detak jantung yang kian tak beraturan.

“Li–lift ini kenapa?”

Suaraku terdengar bergetar. Dalam gelap, aku mendengar suaranya, tenang seperti biasanya. “Tenang. Jangan panik, Cleo.”

Tanganku meraba-raba dinding lift, mencari tombol darurat, tapi jari-jariku gemetar. Lalu aku merasakan sesuatu yang hangat menyentuh jemariku.

Devan, dia menyingkirkan tanganku perlahan, lalu menekan tombol darurat sendiri.

“Dengar. Kita tidak akan lama di sini. Teknisi pasti segera datang. Tarik napas dalam-dalam.”

Aku terdiam. Gelap membuat segalanya terasa lebih menegangkan. Yang terdengar hanya suara napasku yang tak beraturan, dan suara Devan yang begitu dekat.

Di tengah keheningan, tiba-tiba suara keras kembali terdengar dari atas.

Brakk

Disertai hentakan kecil yang membuat seluruh lift bergetar.

“Aaa ...!”

Aku berteriak spontan, tubuhku gemetar hebat. Detik berikutnya, aku merasakan sesuatu yang hangat, menahan tubuhku agar tidak goyah.

Devan.

Refleks dia menarikku ke arahnya, hingga aku terjerat dalam pelukannya. Kedua lengannya melingkup tubuhku erat, seolah menjadi tembok pelindung di ruang gelap sempit itu.

“Tenang, aku di sini,” bisiknya, tepat di telingaku.

Aku memejamkan mata, tubuhku bergetar tak terkendali. Aku tahu seharusnya menjauh, menolak, bersikap profesional.

Akan tetapi saat itu, rasa takutku terlalu besar. Aku hanya bisa membiarkan diriku tenggelam dalam pelukannya, mencari sedikit rasa aman di tengah kegelapan.

“Tarik napas pelan, Cleo,” ucapnya lagi, kali ini lebih lembut.

Aku berusaha menuruti, meski suaraku lirih gemetar, “Aku … takut .…”

Ada jeda sejenak. Lalu kudengar desah napasnya. “Aku tahu, tapi aku nggak akan biarkan apa pun terjadi sama kamu.”

Kata-kata itu terasa menohok ke dada, menenangkan, tapi juga memberikan ketakutan tersendiri. Karena di balik kata-kata, dan pelukan itu, aku merasakan sesuatu yang berusaha kutolak keras-keras, sesuatu yang terlalu familiar.

Jujur saja, pelukan itu, membuatku seolah dilempar kembali ke beberapa tahun lalu. Aku memejamkan mata, dan dalam sekejap ingatan itu menyeruak.

Malam di mana, tanpa sadar, jarak kami begitu dekat hingga aku bisa melihat jelas wajahnya, matanya, bahkan bibirnya. Sekarang, di ruang lift yang gelap ini, semuanya terasa seperti de Javu.

Aku menelan ludah, berusaha menyingkirkan pikiran itu. Namun, tubuhku tetap terpaku di dadanya, dan ketika akhirnya aku berani membuka mata.

Cahaya redup dari senter ponselnya menerpa wajah Devan. Ternyata bibir itu hanya berjarak beberapa senti dariku.

Aku terdiam, jantungku semakin tak terkendali. Rasanya seperti ditarik mundur ke masa lalu, ke saat aku belum menikah.

Hatiku berkata, tidak Cleo, ini tidak boleh. Statusmu sudah berbeda. Namun tubuhku seakan mengkhianati logika. Aku masih terpaku dalam pelukannya.

Aku bisa merasakan napasku tercekat ketika Devan sedikit menunduk. Wajahnya semakin dekat, begitu dekat hingga aku bisa merasakan hangat napasnya menyapu kulit wajahku.

Jarak di antara kami kian dekat. Mataku membelalak, tapi tubuhku membeku. Jantungku bahkan seakan ingin meloncat keluar. Rasanya seperti ditarik oleh pusaran masa lalu, malam itu ketika kami hampir ....

“Devan .…”

Suaraku lirih, hampir tak terdengar. Aku ingin menghentikan, tapi suaraku rapuh, seolah tak punya tenaga. Bibirnya semakin dekat.

Aku bisa melihat jelas lekuk bibirnya, bisa merasakan getarannya saat dia berbisik pelan, “Cleo …!”

Detik itu, waktu seperti berhenti.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Di Lift

    Aku spontan menoleh, meskipun ada rasa tegang menyergap.“Kita sudah sampai.”Aku buru-buru mengalihkan pandangan ke luar jendela. Benar saja, mobil sudah berhenti di lokasi rapat yang disebutkan Pak Andra tadi.“Oh ....” Aku berusaha terdengar biasa, walau suaraku sedikit serak. “Baik.”Aku segera meraih tas, membuka pintu mobil. Seketika, angin luar menerpa wajahku, membawa sedikit kelegaan.Devan keluar lebih dulu, memberi isyarat singkat pada staf yang sudah menunggu, lalu berjalan mendahuluiku menuju pintu gedung.Aku menarik napas panjang, mengumpulkan ketenangan. "Profesional, Cleo. Ingat, kamu ada di sini untuk bekerja," batinku dalam hati Aku pun mengikuti di belakangnya, bersiap menghadapi rapat, dan juga menghadapi diriku sendiri.Begitu memasuki gedung, kami diarahkan ke lift untuk menuju ruang rapat di lantai atas. Aku melangkah masuk bersama Devan, hanya berdua kali ini, karena staf yang mengantar, harus menjemput rekan bisnis yang lain. Awalnya semua berjalan normal

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Meeting di Luar

    Pagi ini, aku duduk di depan meja rias cukup lama. Bedak tipis, dan lipstik samar sudah kupulas, tapi wajahku masih saja terlihat sendu. Semalaman aku hampir tak tidur, bukan hanya karena pikiranku sendiri yang kalut, tapi juga karena Mas Ethan. Dia sangat gelisah, berulang kali bangun, dan aku langsung memeluknya, mengusap punggungnya, sambil berusaha menenangkan. Aku paham bagaimana kondisi mentalnya yang cukup tertekan, dan juga amarah yang masih menggeloraAku menarik napas panjang, lalu bangkit dari meja rias, dan meraih tas kerja. Mas Ethan masih tertidur, wajahnya pun tampak letih. Sebelum pergi, aku sempat menatapnya lama dari ambang pintu kamar, ingin membangunkannya hanya untuk berkata aku berangkat dulu, tapi kuurungkan. Aku tak mau mengganggunya. Biarlah, dia butuh istirahat untuk menenangkan tubuh, dan jiwanya. Perjalanan menuju kantor pagi ini, terasa lebih lama dari biasanya. Mungkin, sebenarnya sama seperti hari-hari kemarin. Hanya saja, otak dan hatiku terasa penu

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Map Cokelat

    Langit terlihat berwarna jingga keemasan, saat aku tiba di rumah. Bagiku, hari ini adalah hari terburuk yang pernah kualami.Sepintas aku menoleh ke arah garasi, dan tak melihat mobil suamiku terparkir di sana. Ini artinya, Mas Ethan belum pulang.Aku pun bergegas melangkah masuk ke rumah. Begitu pintu rumah tertutup rapat, aku langsung menjatuhkan tubuhku ke sofa, lalu menangis.Tangisan yang mati-matian kutahan sejak berada di rumah sakit, dan di kantor.Sungguh rasanya begitu berat. Bekerja di tengah campur aduknya perasaan membuatku tak fokus. Namun, sebagai seorang budak corporate, aku bisa apa? Selain berusaha meredam gejolak emosional yang bergelayut di dada.Dengan tangan gemetar, aku meraih tas, menarik map cokelat. Map yang sejak siang tadi terasa seperti bom waktu di hidupku.Perlahan kubuka amplop itu kembali, meski aku tahu apa yang kulihat, hasilnya tak akan berubah.Mataku menelusuri tulisan dokter—hitam, tegas, dan kejam.“Azoospermia. Jumlah sperma: 0. Kualitas sperma

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Hasil Tes

    Pagi ini, saat berangkat ke kantor, aku berusaha sebisa mungkin terlihat biasa. Ketika berpamitan dengan Mas Ethan, wajah kubuat seceria mungkin, seperti tak ada beban. Meskipun sebenarnya dalam hati, aku berusaha menekan dalam-dalam semua gejolak yang masih tersisa sejak kemarin. Lebih tepatnya sejak Devan menemuiku di basement.Aku berharap dia sudah lupa jika kami pernah dekat, dan menganggap aku hanyalah sebatas kenangan tak berharga di masa lalu. Namun, harapan itu sepertinya berbanding terbalik dengan kenyataan. Dia masih mengingat semua itu, dan sepertinya ingin membahas kenangan yang ingin kukubur dalam-dalam. Sesampainya di kantor, aku berjalan cepat menuju kubikel. Menata meja, membuka laptop, serta menyiapkan dokumen yang harus kukerjakan.Namun, saat aku baru saja duduk, suasana yang tadinya penuh perbincangan ringan di antara karyawan sebelum bekerja, mendadak sedikit heningBeberapa karyawan mulai membetulkan postur tubuh, sebagian lagi sengaja menunduk dengan pura-p

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Masa Lalu

    Perlahan aku menoleh, dan benar saja, di antara deretan mobil yang terparkir di basement, sosok tinggi dengan jas yang kini sudah dilepas dan dasi yang longgar berdiri menatapku.Dialah Devan.Dia berjalan mendekat, langkahnya tenang, dengan sorot mata tajam yang tak pernah berubah sejak dulu."Cleo, apa kabar? Kamu masih inget aku, 'kan?" Aku menelan ludah, mencoba meredam degup jantungku yang kian kencang."Iya, aku ingat. Kamu keliatan berbeda."Senyum tipis pun tersungging di bibir Devan. Laki-laki yang usianya jauh lebih muda di bawahku itu, kini berjalan mendekat. “Cleo, saat itu sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan, tapi ....”Dadaku serasa diremas. Meskipun aku tak tahu apa yang akan dia katakan, tapi mungkin aku tahu ke mana arahnya."Saat itu kamu tiba-tiba pergi ....” Aku langsung memotong pembicaraannya, seolah tak ingin memberi kesempatan untuk membahas masa lalu. Ada jeda hening yang panjang. Kudengar hembusan napasnya berat. "Iya, saat itu aku yang udah janji, ta

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Aku mengenalnya

    Beberapa saat kemudian, kasak-kusuk di antara karyawan kian kencang ketika sebuah mobil mewah berwarna hitam perlahan berhenti tepat di depan lobby gedung.Ketika pintu terbuka, serentak semua mata karyawan tertuju pada sosok yang keluar dari mobil tersebut. Aku pun ingin melihatnya. Namun, karena jarak yang masih cukup jauh, aku belum bisa melihat dengan jelas.“Itu bos baru kita?” bisik seseorang di sampingku."Iya, itu Pak Adrian Devan Pratama."Mendengar nama itu disebut kembali, otakku seketika berpikir keras, sembari mengingat lembar demi lembar masa lalu yang pernah kulewati. Entah mengapa nama itu, sepertinya tak asing. Namun, pernah terpatri di sudut ingatan. Seiring berjalannya sosok Adrian menuju gedung, akhirnya dari balik kerumunan, aku bisa melihat sosok tersebut.Akan tetapi, saat melihat sosok itu, seketika mataku terbuka lebar, diiringi tanda tanya yang menyeruak di dalam dada. Rasanya, aku tak percaya, siapa laki-laki yang menjadi bosku.Namun, mataku tak mungkin sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status