"Nggak gimana-gimana. Gue cuma ketemu sebentar, nggak sempat ngobrol."
Junior lanjut melangkah, dia duduk di sofa mengeluarkan ponselnya asyik bermain game. Beberapa menit kemudian Asih sudah selesai masak mie, dia bisa nikmati. Untungnya Yugo tidak mengusik ketenangannya kali ini.
Tadinya Asih mau langsung pergi, tapi Junior malah memintanya untuk duduk. Berhubung Asih sadar kalau dia cuma pembantu, tidak mungkin duduk di kursi. Makanya hanya menempelkan bokong di lantai.
Terpaksa Junior juga harus duduk di lantai supaya bisa lebih enak ngobrolnya.
"Den Junior ngapain ikut-ikutan duduk di bawah begini?"
"Ya habisnya kalau Bibi di bawah, Junior nunduk banget!" Junior menggunakan alasan tinggi badannya yang membuat dia tidak nyaman untuk bicara ketika Asih berada di bawah. Padahal, dia hanya bersikap lebih sopan pada pembantunya tersebut.
"Bi, cewek yang diangkat papa jadi anak itu emang orangnya diem kayak gitu, ya?"
"Den Junior ngapain tanya-tanya? Asih curiga. "Jangan iseng ya, Den."
"Ya ampun, Bi." Sembari menancapkan garpu ke mie goreng kesukaannya, Junior menyangkal tuduhan tersebut. "Aku cuma tanya aja udah dituduh mau isengin dia."
"Den Junior mencurigakan, soalnya."
"Habisnya, aku penasaran. Soalnya tadi pas ketemu aku udah ngomong panjang kali lebar, itu anak cuma bengang-bengong."
Asih tertawa kecil. "Wajar, Den. Kalau banyak diam. Ibunya baru meninggal, dia juga masih syok tinggal di sini, ketemu dengan Den Yugo yang kemarin diam sajadisapa,a terus ketemu lagi sama Den Junior yang kelakuannya aneh-aneh."
"Junior nggak aneh-aneh ya, Bi," protesnya dengan mulut penuh mie instan. "Memangnya, kemarin Bang Yugo diem aja ditanya sama dia?"
Asih tidak mau menjelaskan secara mendetail karena takut menjelek-jelekan majikan. Tapi, untuk urusan yang satu itu Junior juga sudah bisa menebak kalau Yugo paling anti dekat-dekat dengan orang yang tidak sekelas dengannya.
"Pokoknya, Bibi ingetin ya, jangan gangguin Non Mahes anaknya polos banget loh, dia juga masih pemalu."
"Tenang." Junior melingkar jari pertanda dia sudah berjanji tidak akan mengganggu Mahes.
"Ya sudah, makan dulu Den. Bibi masih banyak pekerjaan yang lain."
*
Sekian lama Mahes ada, keadaan di rumah mulai sedikit berbeda. Junior yang tadinya tidak betah pulang sama sekali sekarang paling tidak beberapa hari sekali dia sudah pulang hanya untuk mengobrol dengan gadis itu. Dia merasa keberadaan Mahes membuatnya sedikit selamat karena Amarta ibunya lagi sering menatap sinis pada gadis itu ketimbang dirinya.
Kolam renang yang biasanya tidak pernah ditengok sekarang ada orang yang bermain-main di dekatnya. Kucing anggora peliharaan Junior hadiah dari saudara sepupunya sekitar 1 tahun lalu yang tidak pernah diajak bermain, sekarang kucing itu kelihatan lebih segar dengan adanya Mahes.
Dia banyak mengubah suasana di rumah ini hingga terasa lebih menyenangkan.
Bukan cuma Junior yang merasa lebih nyaman berada di rumah dengan keberadaan Mahes. Gadis itu juga senang tinggal di sini karena Sudibja memperlakukan dia benar-benar seperti seorang anak.
Selain diberi tempat tinggal, makanan yang layak, pakaian yang bagus, Mahes juga disekolahkan di salah satu sekolah favorit di kota ini. Sudibja juga sudah mengurus berkas-berkas milik Mahes agar masuk sebagai anggota keluarga, sebagai anak bungsunya di rumah ini, dengan status anak angkat hingga teman-teman di sekolahnya yang notaben mahasiswa kaya raya tidak ada yang mengucilkan ataupun meremehkan Mahes.
Maheswari gadis kampung yang dulu kelihatan lugu dan polos sekarang mulai menampakan sisi cantik dalam dirinya. Kulitnya yang kuning langsat alami, juga parasnya ayu tanpa polesan membuat beberapa siswa tertarik padanya. Dalam satu minggu terakhir Mahes mendapatkan setidaknya dua kali pernyataan cinta dari teman sekolahnya.
"Ganteng nggak, Non, orang yang bilang cinta itu?" Asih menggoda Maheswari saat mereka sedang santai bersama membicarakan surat cinta yang diterima gadis itu. Tidak ada teman curhat. Makanya, Asih yang diajak bicara.
"Bi Asih kok, malah mikirin ganteng atau nggak?"
"Kalau ganteng, baik, anak orang terpandang ...." Asih terlalu banyak menyebutkan hal baik untuk satu orang pria, "nggak apa, Non. Siapa tahu jodoh, bisa mengubah hidup."
Mahes menggeleng. "Aku nggak mau berharap mengubah hidup dengan laki-laki, Bi. Mendiang Ibu bilang kalau aku harus manfaatkan keberuntungan ini untuk hidup yang baik. Aku mau sekolah yang benar, kerja, supaya nggak terus menyusahkan Pak Dibja."
"Pak Dibja itu malah senang ada Non Mahes di sini." Asih mengukir senyum. Jika saja Mahes tahu, dulu mereka kelihatan seperti hidup sendiri-sendiri. Yugo yang sibuk, Junior yang tidak pernah pulang, dan Amarta yang senang keluar dengan teman sosialitanya. Sekarang, meskipun dalam kondisi sering berdebat kecil, keberadaan Mahes malah bisa membuat mereka kumpul. Sudibja juga merasa senang saat waktunya makan malam ada orang yang menemaninya.
"Bibi mau kerja lagi, ya." Asih menyadari kalau dia sudah cukup lama duduk menobrol di kamar Mahes.
Merasa bosan, Mahes keluar dari kamar. Sepi. Selalu begini yang dia rasakan. Tidak ada yang mebuat nyaman di sini kecuali berada di kamarnya sendiri atau pergi ke kolam renang di rumah ini.
Gadis itu berjalan di pinggir kolam. Lama dia menikmati tempat ini, ada hasrat ingin menceburkan diri ke dalam kolam tersebut. Tapi, dia takut. Amarta mbisa marah karena pasti dia jijik airnya tercemar dengan tubuh Maheswari yang kotor. Belum lagi perkara dia malu karena ada Yugo dan Junior di rumah ini--sekalipun mereka jarang datang.
Mahes berjongkok, mencelupkan tangannya ke dalam air, menyibak dengan tatapan penuh kekaguman.
Junior yang diam-diam memperhatikan tahu kalau Mahes sebetulnya ingin berenang di kolam itu.
Harusnya dia coba saja, tidak perlu malu-malu. Lagi pula, tidak ada yang pernah pakai kolam itu di rumah ini. Sebuah fasilitas di dalam rumah di rumah yang disediakan hanya untuk disia-siakan karena semua sibuk di luar.
Amarta tidak akan mau memakainya kecuali kalau dia sedang mood, Yugo hanya pulang sesekali kalau ada perlu penting, sedangkan Junior jarang pmada di rumah. Mahes harusnya memakai saja. Dia bisa kok, pakai baju renang yang tertutup agar merasa lebih nyaman.
Mengendap-endap, Junior mendekati Mahes yang sepertinya entah terlalu asyik atau melamun sampai tidak menyadari keberadaannya.
"Masuk sana!" Dengan keisengannya Junior mendorong Mahes hingga tercebur ke kolam. Sudah waktunya kolam renang di rumah mereka kembali terpakai.
Mahes tercebur tangannya terangkat ke atas berusaha mencari pegangan. Dia tersedak air, matanya juga perih. Sementara Junior malah asyik menertawakan.
"Ya ampun, lo mau berenang sini aja malu-malu, nih gue pinjemin Lo bisa berenang sepuasnya!"
Junior masih berdiri di pinggir kolam, cekikikan melihat Mahes yang berusaha naik. Beberapa saat kemudian saat Mahes mulai kelihatan lemas, dia baru sadar kalau gadis itu tidak bisa berenang.
"Shit!" Junior menceburkan diri ke kolam menyelamatkan Mahes. Dia terkulai lemas ketika diangkat.
"Heh, bangun!" Junior mengguncang tubuh Mahes yang kelihatan tidak berdaya. "Jangan bikin gue masuk penjara, dong."
Junior takut kalau ada yang melihat ini dia dikira penganiayaan terhadap Mahes. Dalam keadaan panik Junior coba menyelamatkan dengan menekan dada untuk mengeluarkan air.
Mahes memuntahkan air, lalu batuk. Junior menariknya lalu memeluk dia. "Untung lo hidup. Sorry ya, gue nggak tahu kalau lo nggak bisa renang."
Mahes tertegun, dia masih linglung saat Junior memeluknya. Dan setelah tenaganya terkumpul gadis itu berang. Didorongnya Junior, lalu dia tampar wajahnya.
"Loh, kok gue ditabok?" Junior kaget. "Eh, gue baru selamatin hidup lo, ya!"
"Kamu jangan manfaatin aku untuk dilecehkan. Aku memang anak kampung, tapi nggak berarti bisa pegang dada aku sembarangan!"
"Pegang dada lo" Junior kaget. "Gue nggak sebejat itu, ya!"
Tadinya Junior mau marah soal kebodohan Mahes yang mengira kalau bantuan darinya adalah sebuah pelecehan. Tapi, saat melihat gadis itu berderai air mata dan juga wajahnya semakin pucat, laki-laki itu enggan untuk berdebat.
"Terserah deh mau dipikir kayak mana! Yang jelas gue tadi cuma mau nolong lo biar tetap hidup!"
Junior kemudian meninggalkannya, saat beberapa langkah menjauh dia berbalik untuk berteriak, "Ganti baju sana buruan, ntar lo masuk angin. Nanti gue suruh Bi Asih untuk buatin minuman hangat untuk lo."
Junior pergi. Dia juga sebenarnya kaget, kenapa tadi bisa berinisiatif seperti itu. Ini pertama kali dia merasakan pegang dada wanita. Niatnya sih, tadi cuma mau memberikan pertolongan. Tapi, gara-gara Mahes berpikir lain, Junior juga jadi oleng.
Apa iya, tadi dia pegang dadanya?
"Aduh, gila!" Dia memukul kepala sendiri. Biar bagaimanapun juga sekarang Mahes adalah adiknya. Mana mungkin dia berani macam-macam.
"Lupain, Jun! Lupain!"
Angela yakin bahwa rencananya akan berjalan dengan sempurna. Dia telah merancang skenario yang cermat untuk memecah belah Yugo dan Andara, berharap bisa menghancurkan hubungan mereka. Tapi, realitas yang pahit harus dia hadapi. Angela gagal. Setelah segala usaha dan taktiknya, Angela harus mengakui bahwa dia tidak berhasil membuat Siena membenci Andara. Sebaliknya, Siena yang polos dan berhati baik, tetap menerima Andara dengan tangan terbuka. Siena, dengan kepolosannya, melihat Andara bukan sebagai musuh, tapi sebagai calon ibunya. Dia melihat kebaikan hati Andara dan cinta yang tulus dari Andara kepada ayahnya. Angela, yang selalu berusaha menanamkan keraguan dan kebencian pada hati Siena, harus menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa mengubah pandangan Siena terhadap Andara. **** Hari itu, kantor tampak lebih sibuk dari biasanya. Telepon berdering tanpa henti, mesin fotokopi berbunyi keras, dan suara keyboard yang dipukul oleh jari-jari cepat menciptakan simfoni yang khas di r
Yugo mempersiapkan dirinya untuk menjemput Andara. Mobilnya, yang berkilauan bersih dan rapi, terasa seperti ekstensi dari dirinya sendiri, siap untuk mengambil peran penting dalam hari ini. Dia memeriksa jam tangan dan tersenyum puas. Tepat waktu.Dia memacu mobilnya melalui jalanan yang biasa dia lalui, tetapi kali ini dengan suasana hati yang berbeda. Dia menikmati setiap putaran, setiap lampu lalu lintas, dan setiap detik dalam perjalanan ini. Tiba di rumah Andara, dia melihat sosok yang sudah dinantikan berdiri di depan rumah, menunggu.Yugo memarkir mobilnya dengan hati-hati dan turun. Dia menutup pintu mobil dan berjalan menuju Andara. Dia menatapnya, membiarkan matanya meresap ke dalam kecantikan Andara yang mempesona. Sebuah pujian meluncur dari bibirnya, "Kamu cantik hari ini."Andara tersenyum, pipinya sedikit memerah. Dia berterima kasih dan membalas pujian Yugo, "Makasih, Mas Yugo. Kamu juga tampak tampan." Ada rona bahagia di wajahnya yang membuat Yugo merasa berharga.Y
Keramaian kantor dipenuhi oleh suara keyboard yang berdenting dan bisikan-bisikan dari rekan-rekan kerja yang saling berkomunikasi. Di tengah kebisingan itu, Andara mendengar suara lembut namanya dipanggil melalui sistem interkom. Yugo meminta Andara untuk datang ke ruangannya, ada hal penting yang ingin dibicarakannya.Andara berjalan menuju ruangan Yugo dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Mungkinkah ada tugas tambahan yang harus dikerjakan? Atau mungkin ada proyek baru yang perlu dibahas? Namun, ketika dia membuka pintu ruangan Yugo, suasana yang ia temui tidak sesuai dengan apa yang ia perkirakan. Yugo, dengan serius, malah membicarakan soal kehidupan pribadi mereka."Umh, Siena ingin mengajakmu makan malam di rumah," kata Yugo tiba-tiba, tanpa adanya pembukaan pembicaraan.Andara tampak tercengang, merasa kikuk. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran dan sedikit bingung yang terpampang di wajahnya. "Kamu mau ajak aku makan malam?" tanyanya, dengan suara yan
Andara menatap Yugo dengan rasa penasaran yang mendalam. Matanya menyapu kontur wajah Yugo, mencari-cari sesuatu yang berbeda. Dia merasa ada yang tidak biasa tentang Yugo hari ini."Kamu kenapa?" tanya Yugo, mencoba meraba-raba apa yang mungkin terjadi.Andara menatap balik Yugo, matanya bersinar dengan semacam ketidaknyamanan yang sulit diartikulasikan. "Nggak kenapa-napa," jawabnya, seringai paksa menghiasi wajahnya.Yugo merasa seperti ada sesuatu yang disembunyikan Andara."Apa tempat ini kurang nyaman buatmu?" tanya Yugo, mencoba mencari tahu apa yang membuat Andara merasa tidak nyaman.Andara menatap sekeliling, memperhatikan suasana sekitar mereka. "Nyaman, kok, Pak," jawabnya, mencoba menenangkan Yugo. Sayangnya, dia menggunakan panggilan yang salah untuk kekasihnya itu hingga membuat dia memberengut.Sadar akan kesalahannya, Andara segera meralat panggilannya. "Oh, oke, akj nggak panggil 'Pak'. Aku akan panggil kamu Mas. Oke?" ujar Andara dengan nada yang lebih ringan, menco
Yugo hari ini mengantarkan Siena ke rumah Angela. Selain karena memang hari ini jatahnya untuk bersama ibunya, dia juga ada acara dengan Andara. Tidak enak kalau Siena diajak. Ini pasti akan membuat tidak nyaman baik antara Siena ataupun Andara."Aku titip Siena."Angela mendengkus. Yugo ini sungguh bersikap tidak pantas dengan berkata seperti itu pada sosok wanita yang merupakan ibu kandungnya Siena."Aku ini ibunya, kamu nggak perlu cemas." Angela merangkul pundak Siena, menunjukkan keakraban di antara mereka.Yugo merotasi mata. Angela itu bukan ibu yang bisa dipercaya. Buktinya saja, saat acara ulang tahun Siena, dia malah memilih untuk buru-buru pergi."Papa akan jemput nanti malam," ujar Yugo kepada Siena."Iya, Pa," jawab Siena dengan senyum manisnya. Yugo pergi meninggalkan rumah besar tersebut. Mobil hitamnya menghilang di belokan jalan, meninggalkan debu putih yang berterbangan di udara.Sementara itu, Angela mengajak Siena masuk ke dalam rumah dan menuju taman belakang yan
Hari ini adalah hari yang cukup sibuk bagi Yugo. Dia memiliki urusan di luar kantor yang harus diselesaikan. Untungnya, sekretarisnya, Irena, telah menyiapkan segalanya dengan baik. Dari jadwal pertemuan hingga dokumen-dokumen yang diperlukan. Sehingga, semua berjalan lancar dan tidak ada masalah yang muncul.Tapi, meski segala sesuatunya tampak berjalan baik-baik saja, Irena merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ekspresi wajah Yugo tampak berbeda dari biasanya. Biasanya dia tampak tenang dan percaya diri tetapi hari ini ada kerutan di dahi dan matanya terlihat lelah seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang serius.Irena merasa curiga dan mulai bertanya-tanya dalam hati apakah dia telah melakukan kesalahan atau ada sesuatu yang belum ia selesaikan dengan baik sehingga membuat bosnya itu tampak gelisah. "Pak," tanyanya ketika mereka dalam perjalanan kembali ke kantor setelah menyelesaikan urusan di luar tadi. Suaranya dipenuhi kekhawatiran.Yugo menoleh padanya, tanpa menjawab langsung