Share

Angkasa Reyan

Angkasa sudah bertemu dengan banyak orang dan dengan banyak sifat, tapi ini kali pertama ia bertemu dengan orang yang sifatnya seperti ini.

Sebelumnya ia tidak pernah bertemu seseorang yang seperti Kaila. Seseorang yang menolak bantuan, seseorang yang enggan menjawab pertanyaan darinya, seseorang yang bahkan tidak ingin akrab dengannya. Ini pertama kalinya bagi Angkasa.

Bertanya tentang keadaan saja tidak boleh? Pikir Angkasa.

Ia masih duduk di meja dan memandang Kaila yang sedang membelakanginya dan sedang memasak mie untuk dirinya sendiri. Angkasa teringat akan sesuatu ketika gadis itu sedang pergi ke luar.

“Lo kuliah di kampus sini juga ya?” tanya Angkasa.

“Iya,” jawab Kaila tanpa menoleh.

Angkasa ingin marah tapi setidaknya ia menjawab pertanyaannya kali ini dan tidak menjawab ‘jangan sok akrab’.

“Lo gak tau gue siapa?” tanyanya lagi.

Kaila menghela napasnya. “Gak,” balasnya.

“Lo semester berapa dan jurusan apa?”

Kaila berbalik. “Lo denger gak kata gue barusan?” tanya Kaila dengan ekspresi jengkel miliknya. “Jangan sok akrab. Gue gak suka ditanya-tanyain, dan gue juga gak berniat buat akrab ataupun berbagi informasi tentang diri gue.”

Angkasa tertegun di tempatnya. Ia tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Ia ingin membalas ucapan Kaila karena merasa diremehkan, tapi bagian diri lainnya juga merasa ini sedikit lucu, jadi ia hanya duduk di sana dengan mata yang masih menatap lawan bicaranya barusan.

Kaila berbalik dan mematikan kompornya. Ia kembali melakukan kegiatannya sedangkan Angkasa sedikit terkekeh.

“Oke, kalo itu mau lo. No more question from now on.”

---

Rencananya Kaila akan pergi ke bar malam ini, tapi entah kenapa ia sedikit malas.

Ia juga masih merasakan telapak tangannya berdenyut ketika ia mencoba menggenggam tangannya atau ketika ia memegang sesuatu dan tidak sengaja benda itu menyentuh tepat bagian lukanya.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan ia juga merasa lelah karena setelah makan mie jam dua siang tadi, yang ia lakukan hanyalah beres-beres kamarnya. Ia menata beberapa hal, dan menyusun baju, serta memasang sprei yang baru saja ia beli siang tadi.

Kaila melirik ke foto yang ada di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. Sebuah foto yang menampilkan dirinya, dan ketiga orang yang ia cintai sebelumnya, namun sekarang meninggalkan dirinya sendirian di dunia ini.

Ya, itu adalah foto keluarganya. Mama, Papa, dan Kakaknya. Kaila terlihat sangat kecil di sana karena ia masih berumur tujuh tahun ketika foto itu diambil. Foto terakhir yang mereka ambil sebelum semuanya berantakan. Sebelum Papanya ketahuan selingkuh, sebelum Kakaknya diambil oleh Papanya, dan sebelum dunia Kaila dan Mamanya hancur.

Kaila menggelengkan kepalanya kecil. Dia tidak tahu kalau foto itu sebelumnya memang ada di kopernya, ia tidak berniat membawanya sama sekali. Ia bahkan kaget ketika melihat foto itu ada di kopernya.

Tangannya terulur dan ia menutup foto itu. Membalikkannya hingga ia tidak bisa melihatnya lagi. Kaila tidak bisa melihatnya. Ia tidak ingin.

“Makanya kalo gue suruh simpen tuh ya lo harus simpen anjir, Tar.”

Lamunan Kaila terbuyar ketika mendengar suara Angkasa dari luar. Suaranya meninggi.

“Kalo kayak gini gimana? Udah capek-capek bikin proposal eh malah ilang.” Suara pemuda itu kembali terdengar.

Kaila tidak berniat untuk menguping tapi suara Angkasa memang besar, jadi mau tak mau ia memang bisa mendengarnya. Kaila juga mendengar suara grasak grusuk kertas dari luar kamarnya.

“Bikin baru? Mana keburu! Kita butuh itu besok, Altar.” Angkasa kembali berujar, Kaila bisa merasakan ada nada jengkel dan marah dalam kalimatnya tapi berusaha ia  tekan.

Kaila tidak mendengar suara Angkasa lagi setelah itu, ia hanya bisa mendengar suara langkah kaki yang ke sana sini dan juga suara pintu kamar yang ditutup dan dibuka, suara kertas yang jatuh, dan suara dering ponsel yang terus berbunyi.

“Gak ada?” tanya Angkasa pada seseorang di seberang sana. “Hadeh fix bikin ulang sih ini. Gue udah nyari-nyari contoh proposal minggu kemarin tapi gak ketemu, filenya juga ada sama si Henni, gue males mintanya.”

Terdengar suara kursi bergeser. Dari dalam kamar, Kaila hanya mengira-ngira apa yang sedang pemuda itu lakukan di luar sana.

“Ya udah lo aja yang minta ke dia, tar gue urus sisanya,” ujarnya kemudian dan setelah itu Kaila bisa mendengar suara celetekan kompor.

“Lapar abis marah-marah, huh?” bisik Kaila pada dirinya sendiri.

Gadis itu tidak keluar kamarnya sama sekali. Ia hendak tidur ketika ponselnya berdering. Satu buah pesan masuk.

           

Kak Eric: Pulang. Kasian Mama sendirian. Jangan egois, Dek.

Kaila tidak percaya dengan apa yang baru saja ia baca. Egois? Selama ini yang selalu egois itu mereka bertiga. Selama ini Kaila yang selalu menahan egonya demi mereka bertiga.

Satu buah pesan kembali masuk.

Kak Eric: Kalo lo gak pulang, Mama bakalan jodohin lo ke om-om.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status