Kaila terbangun.
Tenggorokannya terasa sangat kering dan ia tidak punya air di dalam kamarnya. Dengan gerakan yang malas, ia berusaha untuk bangkit dan keluar kamar menuju dispenser yang ada di dapur.
Ia membuka kamarnya dan berjalan dengan mata yang masih setengah terpejam. Tidak menyadari kalau Angkasa ada di sofa depan televisi, pemuda itu menatap Kaila dari belakang dan melihat gadis itu yang berjalan dengan pelan menuju dispenser mereka.
Angkasa tidak mengatakan apa-apa, ia kembali berkutat dengan laptop dan proposal yang harus ia selesaikan hari ini. Ya, hari ini, karena sekarang sudah jam tiga pagi.
Kaila berbalik dan meminum airnya tapi tiba-tiba ia terkejut dan menjerit, gelas yang ada di tangannya terlepas menghantam lantai dan pecah. Serpihan kaca mengenai kakinya dan berdarah.
“Kenapa?” tanya Angkasa yang entah sejak kapan sudah ada di dekat Kaila. Raut wajahnya terlihat terkejut juga dengan teriakan gadis itu.
Kaila memegang dadanya. “Gue kaget anjir. Gue kira lo hantu,” ujarnya dengan napas tersengal seakan ia benar-benar melihat hantu.
“Lagian lo gak liat apa gue dari tadi di sana?”
“Ya mana bisa gue liat, orang lo aja duduk di sana yang notabennya pasti gue belakangin kalo gue ke dapur.”
“Ya ya,” balas Angkasa. “Sini, hati-hati tar keinjek serpihan gelasnya.”
Kaila bergerak perlahan dari sana dan berdiri tepat di samping Angakasa. Mereka berdua menatap serpihak gelas yang ada di lantai. Keduanya sama-sama menghela napas. Yang satu ingin tidur, yang satu ingin menyelesaikan proposal, bukan malah mengurusi serpihan gelas.
“Mau ke mana?” tanya Angkasa ketika Kaila hendak pergi dari sampingnya.
“Ambil sapu,” jawab Kaila.
“Gue aja,” balas Angkasa. “Lo obatin luka lo aja,” lanjutnya dan melirik kaki Kaila yang terkena serpihan gelas, darah segar masih keluar dari sana.
Kaila menunduk dan benar-benar baru menyadari kalau dirinya terluka. Lukanya tidak besar, hanya sekitar satu sentimeter dan juga tidak pedih sama sekali.
“Biar—”
“Lo obatin luka lo aja.” Angkasa memotong ucapan Kaila. Ia tahu kalau gadis itu hendak mengatakan kalau biar dia saja yang melakukan dua-duanya. Hah, Angkasa baru satu hari tinggal bersamanya, tapi ia sudah sedikit paham dengan sifatnya yang satu itu.
Kaila hendak protes lagi tapi Angkasa menariknya dan menyuruhnya untuk duduk di sofa. Ia juga mengambil kotak P3K dan memberikannya pada Kaila. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, ia mengambil sapu dan mulai membersihkan serpihan gelas yang berserakan di lantai apartemennya.
Sementara Angkasa sibuk dengan pecahan gelas, Kaila kembali sibuk dengan kotak P3K. Dia tidak percaya kalau hari ini dia akan menyentuh kotak ini lagi. Dalam sehari ia dua kali terluka? Kaila tertawa pelan, menertawakan kehidupan yang benar-benar sedang bermain-main dengannya.
Semesta sedang mencoba untuk mengujinya.
“Apa mereka tidak pernah puas selalu nguji gue?” lirih Kaila pelan.
Tanpa sadar, air matanya menetes dan mengenai kertas milik Angkasa.
“Sakit?” suara Angkasa membuat Kaila terkejut. Gadis itu langsung mendongak dan mata mereka bertemu.
“Lukanya sakit banget sampe lo nangis?” tanya Angkasa lagi karena sebelumnya ia memang sudah melihat Kaila meneteskan air matanya.
“Ah..” Kaila sedikit bingung untuk sesaat tapi ia mengangguk dengan kaku. “Ya, lumayan,” balasnya.
Angkasa tidak mengatakan apa-apa lagi setelah itu. Ia duduk di samping Kaila dan kembali mengetik di laptopnya seakan ia tidak tertarik untuk bertanya lebih lanjut atau sekadar menenangkan Kaila.
“Sorry kertas lo basah,” ujar Kaila dan menunjuk kertas yang terkena air matanya barusan.
“It’s okay, asal bukan ingus lo aja tadi yang jatuh,” balas Angkasa tanpa menoleh sedikit pun, sedangkan Kaila menatap pemuda itu dengan jengah.
Suasana kembali hening, hanya terdengar suara ketikan yang ditimbulkan oleh Angkasa. Kaila juga masih berkutat dengan lukanya dan juga pikirannya yang kembali berkecamuk. Ia kembali teringat dengan pesan yang dikirim oleh Kakaknya sebelum ia tidur.
Menjodohkannya dengan om-om? Oh yang benar saja!
Kaila tidak akan pernah setuju dengan hal itu, lagipula memangnya om-om itu mau dengan orang yang keluarganya hancur lebur seperti Kaila? Om itu mau mendapat mertua yang tukang selingkuh dan selingkuhan?
Tanpa sadar Kaila terkekeh ketika memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan ia hadapi di masa yang akan datang.
Angkasa menoleh. “Kenapa lo?” tanyanya.
Kaila membalutkan plaster ke tempat lukanya. Tanpa menoleh, ia berujar. “Ngetawain hidup gue,” jawabnya.
Alis Angkasa terangkat. “Punya banyak masalah lo?”
Kaila mengangkat bahunya. Ia memasukkan kembali obat-obatan ke dalam kotaknya tapi dia masih belum berangkat dari duduknya. Angkasa juga masih belum melanjutkan ketikannya. Mereka berdua diam dengan pikiran masing-masing.
“Btw lo ikut organisasi ya?” tanya Kaila kemudian, ia tiba-tiba penasaran karena melihat proposal Angkasa.
“Lo beneran gak tau gue siapa?” tanya Angkasa balik.
Kaila mengerutkan dahinya. “Emang gue harus tau lo?”
Angkasa menggeleng. Namun ia cukup heran karena gadis ini tidak tahu siapa dirinya.
“Gak sih, tapi kalo misal lo udah tau gue siapa. Gue maunya lo jangan bilang ke siapa-siapa kalo kita sharing apartemen,” ujar Angkasa kemudian. “Masukkin ke peraturan tak tertulis juga.”
Kaila menyetujuinya.
Angkasa baru saja hendak kembali mengetik ketika Kaila mengajukan pertanyaan yang cukup membuatnya terkejut sekaligus heran karena tiba-tiba menanyakan hal itu.
“Lo pernah ciuman gak?”
"Mama tau gak kalo mereka berdua tinggal dalam satu apartemen yang sama?" Mama Angkasa mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan yang baru saja diajukan oleh Henni. "Siapa?" tanya Mamanya Angkasa. "Siapa yang tinggal dalam satu apartemen yang sama?" ulangnya lagi. "Angkasa sama Kaila, Ma," jawab Henni melirik dua orang yang ada di samping Mama. "Mereka memang tinggal dalam satu gedung apartemen, memangnya kenapa?" Henni menghela napas terlihat sangat kesal. "Bukan gitu Ma maksudnya," balasnya. "Mereka tinggl di unit yang sama. Satu ruangan." Penjelasan dari Henni tadi berhasil membuat Mamanya Angkasa melirik dua orang yang ada di sampingnya, ia bisa melihat kalau Angkasa dan juga Kaila terlihat sangat gugup dengan ucapan Henni barusan. Menunjukkan kalau yang Henni katakan memang benar. Mereka tinggal dalam satu apartemen yang sama. "Oh, itu saja?" tanya Mamanya Angkasa yang membuat ketiga orang itu mengangkat alisnya. "Kalo itu aja, yaudah, silakan pergi."Bukan hanya Henni yan
Angkasa berjalan menghampiri Kaila yang duduk sendirian di ujung sana."Hei, kenapa sendirian?" tanyanya menyentuh pundak Kaila.Kaila tampak terkejut. Ia menggeleng dengan cepat. "Gak papa kok, pengen sendirian aja," balasnya sekenanya.Angkasa mengangguk dan duduk di samping Kaila. "Masih gugup?" tanyanya.Kaila mengangguk. "Banget, malah makin gugup," sahutnya. "Aku gak kebiasa banget dikelilingi orang banyak kayak gini, mana baik-baik semua lagi."Angkasa bingung harus merasa senang atau menyesal.Ia senang karena keluarganya menyambut Kaila dengan hangat dan baik, tapi ia juga sedikit menyesal karena secara tidak langsung dia memaksa Kaila keluar dari zona nyamannya.Ia tahu Kaila harus mulai belajar perlahan-lahan, tapi ia masih merasa tidak enak."Maaf ya," ujar Angkasa kemudian. Ia memutuskan untuk meminta maaf.Kaila mengerutkan dahinya tidak mengerti. "Kenapa malah minta maaf?" tanya Kaila bingung."Kamu pasti terpaksa ke sini ya," ujarnya. "Aku maksa kamu banget buat ikut k
Sedari tadi jantung Kaila berdetak dengan sangat cepat, terlebih lagi ketika dia sudah melihat tempat yang mereka tuju.Gedungnya berada tepat di depan, dan Kaila merasakan jantungnya semakin menggila. Rasanya ia ingin pergi saat ini juga. Dia masih belum bisa menghadapi orang-orang, terlebih lagi itu adalah keluarganya Angkasa. Seakan mengerti dengan apa yang dikhawatirkan oleh Kaila, Angkasa menggenggam tangan pacarnya dan mengelusnya pelan. "It's okay, ada aku, Kai," ujarnya menenangkan Kaila. Angkasa tahu kalau Kaila pasti sangat tegang dan gugup saat ini. Ia bisa melihatnya dengan sangat jelas. "Keluarga aku pada baik kok, kamu gak usah khawatir."Kaila masih tidak bisa tenang meskipun sudah mendengar kalimat dari Angkasa. Kaila berpikir, kalau keluarganya tahu mereka berpacaran, artinya mereka tidak lagi backstreet dong? Atau backstreetnya sama anak-anak kampus saja?Ah, Kaila pusing. Dia ingin pergi.Ia ingin lari saat ini juga. "Ayo," ajak Angkasa. Telat. Kaila tidak a
"Lho, kok udah pulang?" tanya Kaila ketika masuk ke dalam apartemennya dan mendapati Angkasa yang sedang duduk di sofa sembari menonton Upin & Ipin. "Iya nih, agak cepet, soalnya besok juga bakalan ke sana lagi," balasnya dan menyuruh Kaila untuk duduk di sampingnya. "Lah, kalo mau ke sana lagi ngapain pulang deh?" tanya Kaila bingung seraya mendudukkan dirinya di sofa samping Angkasa. Angkasa tidak menjawab beberapa saat. Dia mengambil tangan Kaila dan menggenggamnya, membuat Kaila mendadak bingung dengan tindakan pacarnya barusan. Pasalnya dia memegang tangan Kaila dan menarik napas panjang. "Apa?" tanya Kaila. "Kamu mau ngomong apa?" tanyanya lembut. Kaila bisa merasakan kalau Angkasa sedang ingin mengatakan sesuatu tapi terlihat ragu. "Besok kan sepupu aku nikah," ujarnya. Kaila mengangguk. "Iya, terus?" "Kamu mau ikut gak?" tanyanya. "Kondangan bareng aku, Mama juga mau ketemu kamu." Angkasa tidak bohong mengenai Mamanya yang ingin bertemu dengan Kaila. Tadi Angkasa bert
"Aromanya enak banget nih brownies." Angkasa menghampiri Kaila yang berdiri di depan oven, menunggu browniesnya matang. "Iya kan, enak kan baunya," sahut Kaila penuh semangat karena ia sedari tadi memang sudah pengen makan tapi belum matang. "Tapi gak usah diliatin terus-terusan gini dong, nanti jadinya makin lama," ujar Angkasa. "Mending nonton aja deh selagi nunggu." Angkasa menarik Kaila menjauh dari sana, dan dengan berat hati Kaila menurut meskipun pandangannya masih pada ovennya yang sedang menyala dan tersisa lima belas menit lagi sebelum matang merata. "Nonton apa emang?" tanyanya setelah duduk di sofa. "Eh, tapi gimana kalo kita nonton drakor aja?" usul Kaila. "Drakor apaan?" tanya Angkasa menoleh. Remot di tangannya sudah siap untuk mencari drama yang akan Kaila sebut. "King Two Hearts, mau gak? Aku pengen rewatch," ujar Kaila. "Semalem tiba-tiba keinget sama drakor lama itu. Jadi kangen." Sepanjang Kaila berbicara, sepanjang itulah Angkasa tersenyum. Ia benar-benar
Angkasa kembali ke apartemennya di jam sepuluh malam dan belum mendapati Kaila di sana. Ia mengeluarkan ponselnya dan memutuskan untuk menelepon Kaila, mungkin saja gadis itu ingin ia menjemputnya, tapi baru saja ia hendak menelepon Kaila, suara langkah kaki Kaila terdengar. Angkasa memilih untuk bersembunyi dan berniat untuk mengejutkan Kaila. Dia bersembunyi di dekat pintu toilet luar dan melihat Kaila yang sedang melepas sepatunya. "Lho, belum pulang ya?" ujarnya pada diri sendiri ketika melihat apartemen mereka masih gelap, tanpa tahu kalau Angkasa sedang bersembunyi dan siap untuk mengagetkannya. Angkasa berjalan perlahan, mendekat pada Kaila yang sedang membelakanginya. Dengan kecepatan yang tidak begitu cepat, Angkasa memeluk Kaila dari belakang. Kaila menjerit kaget dan tangannya memukul sembarangan, tepat ke kepala Angkasa dan membuat pemuda itu mundur kesakitan. "Kai, ini gue," ujarnya dengan tangan yang memegang kepalanya yang baru saja kena pukul oleh pacarnya sendir
Angkasa kembali ke apartemennya setelah berurusan dengan Altar dan Popi yang mengajukan banyak pertanyaan. Ia melihat Kaila yang sedang memainkan ponsel di kamarnya. Matanya masih sayu karena mengantuk tapi dia berusaha untuk membuka matanya, dan sesekali ponsel itu hampir terjatuh mengenai wajahnya. "Tidur lagi aja kalo masih ngantuk," ujar Angkasa memasuki kamar Kaila. Kaila tertawa kecil. "Lo dari mana?" tanyanya. "Beli bubur ayam nih," sahutnya dan menunjuk dua wadah bubur ayam yang ada di atas meja. "Sana cuci muka, abis itu kita makan."Kaila mengangguk dan mengangkat tangannya, meminta bantuan pada Angkasa untuk menariknya berdiri. Angkasa terkekeh dan menarik tangan Kaila hingga gadis itu langsung berdiri di depannya. Kaila mencium pipi Angkasa singkat dan pergi ke toilet setelahnya. Senyum mengembang di wajah Angkasa. "Dasar."Dia kembali ke dapur dan membuka bubur ayam untuk mereka berdua. Tidak lama kemudian, Kaila keluar dari toilet dan menghampiri Angkasa."Lo abis
"Lho, Kak Kai juga tinggal di sekitaran sini sih." Angkasa mulai merasa gugup karena percakapan dua orang di depannya saat ini, terlebih lagi ketika Popi menanyakan apartemen Angkasa di mana. "Apartemen Kak Asa yang mana emang?" tanyanya. Angkasa tidak menjawab, tapi Altar menjawab mewakili dirinya. Ah, ia menjadi menyesal keluar dari apartemennya. "Itu," jawab Altar dan menunjuk gedung apartemen yang disewa oleh Angkasa. Popi membulatkan matanya. "Kak Kai juga nyewa apart di gedung itu lho," balas Popi yang tidak percaya kalau keduanya berada di gedung yang sama. "Ah, pantes kalian berdua deket ya, ternyata satu gedung apartemen," ujar Altar mengangguk dan menyenggol tubuh Angkasa. Angkasa terkekeh pelan. "Tapi jarang ketemu sih kami, itu juga gue baru tahu dua bulan yang lalu kalo ternyata dia tinggal di sini." "Oh, padahal Kak Kai udah cukup lama di sini katanya, sekitar hampir enam bulan sih kayaknya, apa lima bulan ya, lupa gue," balas Popi menatap gedung apartemen
Kaila baru saja duduk dan hendak beristirahat ketika mendengar Popi yang memanggilnya. "Kak," panggilnya. "Kak Kai." "Ya?" sahut Kaila sedikit berteriak karena ia masih berada di belakang sedangkan Popi ada di depan sana. "Sini dong, mumpung kafe sepi nih," suruhnya. "Ada Kak Asa sama Kak Altar juga ini," lanjutnya dengan suara yang sedikit nyaring. "Ah iya," balas Kaila dan berdiri dari duduknya. Dia melepas sarung tangannya yang masih terpasang di tangan dan berjalan ke depan dengan mulut yang menguap. "Ngantuk Bu?" tanya Yansa terkekeh. Kaila mengangguk. "Iya, ngantuk banget dah," jawabnya dan duduk di dekat Yansa padahal Angkasa ada di meja yang berada tidak jauh darinya. "Kok duduk sini?" tanya Yansa. "Duduk sana deket Angkasa, Altar dan Popi," suruhnya. "Kok gak boleh gue duduk di sini sih?" tanya Kaila. "Ya ampun," balas Yansa. "Ya udah duduk sini aja, temenin gue." Belum juga satu menit Yansa ngomong begitu, tapi Popi sudah menyeret Kaila untuk duduk di samping Angka