Share

Tiga Pagi

Kaila terbangun.

Tenggorokannya terasa sangat kering dan ia tidak punya air di dalam kamarnya. Dengan gerakan yang malas, ia berusaha untuk bangkit dan keluar kamar menuju dispenser yang ada di dapur.

Ia membuka kamarnya dan berjalan dengan mata yang masih setengah terpejam. Tidak menyadari kalau Angkasa ada di sofa depan televisi, pemuda itu menatap Kaila dari belakang dan melihat gadis itu yang berjalan dengan pelan menuju dispenser mereka.

Angkasa tidak mengatakan apa-apa, ia kembali berkutat dengan laptop dan proposal yang harus ia selesaikan hari ini. Ya, hari ini, karena sekarang sudah jam tiga pagi.

Kaila berbalik dan meminum airnya tapi tiba-tiba ia terkejut dan menjerit, gelas yang ada di tangannya terlepas menghantam lantai dan pecah. Serpihan kaca mengenai kakinya dan berdarah.

“Kenapa?” tanya Angkasa yang entah sejak kapan sudah ada di dekat Kaila. Raut wajahnya terlihat terkejut juga dengan teriakan gadis itu.

Kaila memegang dadanya. “Gue kaget anjir. Gue kira lo hantu,” ujarnya dengan napas tersengal seakan ia benar-benar melihat hantu.

“Lagian lo gak liat apa gue dari tadi di sana?”

“Ya mana bisa gue liat, orang lo aja duduk di sana yang notabennya pasti gue belakangin kalo gue ke dapur.”

“Ya ya,” balas Angkasa. “Sini, hati-hati tar keinjek serpihan gelasnya.”

Kaila bergerak perlahan dari sana dan berdiri tepat di samping Angakasa. Mereka berdua menatap serpihak gelas yang ada di lantai. Keduanya sama-sama menghela napas. Yang satu ingin tidur, yang satu ingin menyelesaikan proposal, bukan malah mengurusi serpihan gelas.

“Mau ke mana?” tanya Angkasa ketika Kaila hendak pergi dari sampingnya.

“Ambil sapu,” jawab Kaila.

“Gue aja,” balas Angkasa. “Lo obatin luka lo aja,” lanjutnya dan melirik kaki Kaila yang terkena serpihan gelas, darah segar masih keluar dari sana.

Kaila menunduk dan benar-benar baru menyadari kalau dirinya terluka. Lukanya tidak besar, hanya sekitar satu sentimeter dan juga tidak pedih sama sekali.

“Biar—”

“Lo obatin luka lo aja.” Angkasa memotong ucapan Kaila. Ia tahu kalau gadis itu hendak mengatakan kalau biar dia saja yang melakukan dua-duanya. Hah, Angkasa baru satu hari tinggal bersamanya, tapi ia sudah sedikit paham dengan sifatnya yang satu itu.

Kaila hendak protes lagi tapi Angkasa menariknya dan menyuruhnya untuk duduk di sofa. Ia juga mengambil kotak P3K dan memberikannya pada Kaila. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, ia mengambil sapu dan mulai membersihkan serpihan gelas yang berserakan di lantai apartemennya.

Sementara Angkasa sibuk dengan pecahan gelas, Kaila kembali sibuk dengan kotak P3K. Dia tidak percaya kalau hari ini dia akan menyentuh kotak ini lagi. Dalam sehari ia dua kali terluka? Kaila tertawa pelan, menertawakan kehidupan yang benar-benar sedang bermain-main dengannya.

Semesta sedang mencoba untuk mengujinya.

“Apa mereka tidak pernah puas selalu nguji gue?” lirih Kaila pelan.

Tanpa sadar, air matanya menetes dan mengenai kertas milik Angkasa.

“Sakit?” suara Angkasa membuat Kaila terkejut. Gadis itu langsung mendongak dan mata mereka bertemu.

“Lukanya sakit banget sampe lo nangis?” tanya Angkasa lagi karena sebelumnya ia memang sudah melihat Kaila meneteskan air matanya.

“Ah..” Kaila sedikit bingung untuk sesaat tapi ia mengangguk dengan kaku. “Ya, lumayan,” balasnya.

Angkasa tidak mengatakan apa-apa lagi setelah itu. Ia duduk di samping Kaila dan kembali mengetik di laptopnya seakan ia tidak tertarik untuk bertanya lebih lanjut atau sekadar menenangkan Kaila.

Sorry kertas lo basah,” ujar Kaila dan menunjuk kertas yang terkena air matanya barusan.

It’s okay, asal bukan ingus lo aja tadi yang jatuh,” balas Angkasa tanpa menoleh sedikit pun, sedangkan Kaila menatap pemuda itu dengan jengah.

Suasana kembali hening, hanya terdengar suara ketikan yang ditimbulkan oleh Angkasa. Kaila juga masih berkutat dengan lukanya dan juga pikirannya yang kembali berkecamuk. Ia kembali teringat dengan pesan yang dikirim oleh Kakaknya sebelum ia tidur.

Menjodohkannya dengan om-om? Oh yang benar saja!

Kaila tidak akan pernah setuju dengan hal itu, lagipula memangnya om-om itu mau dengan orang yang keluarganya hancur lebur seperti Kaila? Om itu mau mendapat mertua yang tukang selingkuh dan selingkuhan?

Tanpa sadar Kaila terkekeh ketika memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan ia hadapi di masa yang akan datang.

Angkasa menoleh. “Kenapa lo?” tanyanya.

Kaila membalutkan plaster ke tempat lukanya. Tanpa menoleh, ia berujar. “Ngetawain hidup gue,” jawabnya.

Alis Angkasa terangkat. “Punya banyak masalah lo?”

Kaila mengangkat bahunya. Ia memasukkan kembali obat-obatan ke dalam kotaknya tapi dia masih belum berangkat dari duduknya. Angkasa juga masih belum melanjutkan ketikannya. Mereka berdua diam dengan pikiran masing-masing.

“Btw lo ikut organisasi ya?” tanya Kaila kemudian, ia tiba-tiba penasaran karena melihat proposal Angkasa.

“Lo beneran gak tau gue siapa?” tanya Angkasa balik.

Kaila mengerutkan dahinya. “Emang gue harus tau lo?”

Angkasa menggeleng. Namun ia cukup heran karena gadis ini tidak tahu siapa dirinya.

“Gak sih, tapi kalo misal lo udah tau gue siapa. Gue maunya lo jangan bilang ke siapa-siapa kalo kita sharing apartemen,” ujar Angkasa kemudian. “Masukkin ke peraturan tak tertulis juga.”

Kaila menyetujuinya.

Angkasa baru saja hendak kembali mengetik ketika Kaila mengajukan pertanyaan yang cukup membuatnya terkejut sekaligus heran karena tiba-tiba menanyakan hal itu.

“Lo pernah ciuman gak?”

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Frend Raynaldo
gjhkogblyuko
goodnovel comment avatar
Keripikpisang
kaila out of nowhere tbtb nanya itu haha
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status