MasukFirzan menghentikan mobil di tepi jalan pada area penjemputan penumpang di terminal keberangkatan. Wanita berpakaian seksi di atas lutut yang memamerkan kaki jenjangnya yang putih dan mulus itu tampak sudah menunggu. Ketika sudah berhampiran dengannya, Firzan segera turun dari mobil untuk membukakan pintu.
“Silakan Bu,” ucap Firzan setelah membuka pintu belakang mobil sebelah kiri.
“Aku duduk di depan saja,” ucap Mili membuka sendiri pintu penumpang di bagian depan lalu masuk ke dalam mobil.
Deg! Hati Firzan menangkap firasat tidak baik, tapi saat ini dia hanya sebagai sopir, tidak punya pilihan selain mengikuti saja kemauan majikannya.
“Enggak apa-apa kan, aku duduk di depan, biar ngobrolnya lebih enak selama perjalanan gitu,” ucap Mili sesaat setelah Firzan berada dibalik kemudi di sampingnya. Firzan dengan ramah hanya mengiyakan, meskipun dia mulai merasa tak nyaman, tapi dia berusaha bersikap santai karena dia perlu fokus mengendarai mobil paling bagus yang pernah dibawanya.
“Kita langsung pulang ke rumah ya, Bu?” ucap Firzan saat mobil merayap perlahan menuju keluar kawasan bandara.
“Jangan dulu deh, lagian di rumah juga enggak ada siapa-siapa, aku boring sendirian. Mending antar aku dulu ke salon ya, soalnya nanti sore aku ada acara dinner sama teman-temanku, biar seger aku pengin dipijit. Oh iya, tugasmu sampai malam kan, seperti jam kerjanya Baskoro?” ucap Mili dari nadanya dia sedang coba berbicara akrab dengan Firzan.
“Saya ikut saja, Bu, seharian ini saya siap mengantar Ibu,” ucap Firzan coba menyenangkan hati Mili, walaupun sebenarnya dia lupa menanyakan kepada Baskoro, tugasnya hanya mengantar majikannya ke bandara? Atau menggantikan kerjanya selama sehari ini?
Tapi, Firzan sudah terlanjur menyanggupi untuk bekerja seharian kepada Mili, dengan harapan akan menerima lebih banyak uang yang sangat dia butuhkan untuk membayar kuliah dan wisuda yang sudah menghitung hari.
“Firzan, jangan panggil aku ‘ibu’ ya, berasa tua banget aku, hehehe...” ucap Mili coba mencairkan suasana obrolannya dengan Firzan.
“Jadi saya harus panggil apa ya?” tanya Firzan yang sudah bisa lebih santai berbicara dengan Mili.
“Panggil namaku aja, Mili, paling umur kita enggak jauh-jauh amat selisihnya, kan? Aku kepala 3 kamu kepala 2, selisihnya cuma 1 saja, kan?”
“Hahahaa...” Firzan tertawa lepas, dia tidak menyangka kalau Mili pintar bercanda juga.
“Saya panggil Tante Mili saja ya, jujur saya sungkan kalau harus menyebut nama. Maaf ya...” ucap Firzan mengutarakan keinginannya.
“Oke enggak apa-apa kok. Karena kamu maunya panggil aku ‘Tante’, berarti mulai hari ini kamu adalah keponakan-ku. Keponakan harus nurut sama Tante ya... hehehe...”
Lagi-lagi candaan Mili membuat Firzan tertawa. Tidak seperti yang Firzan bayangkan sebelumnya, ternyata Mili mempunyai sisi lain yang menyenangkan dijadikan teman ngobrol. Sehingga selama perjalanan dari bandara jadi tidak terasa sudah sejam lebih berlalu, dan kini mobil yang dipandu Firzan sudah mulai memasuki kota Jakarta.
Sejauh ini Mili sudah cukup senang, rencananya tidaklah sesulit yang dia bayangkan untuk mendekati si bidadara surga-nya. Malam ini dia akan memberi kejutan kepada anggota club mamah muda yang lain. Rencana besar itu akan dimulai dari salon dan spa yang baru saja dia tiba di tempat untuk orang-orang kelas atas itu.
Mili mengajak Firzan masuk, meskipun awalnya Firzan lebih memilih menunggu di luar, tetapi bukan Mili namanya kalau tidak bisa mendapatkan keinginannya.
“Di dalam ada free coffee ada camilannya juga, tunggu di dalam saja ya, Firzan,” bujuk Mili, dan Firzan pun tak bisa menolak.
Saat lelaki tampan rupawan itu masuk ke dalam salon, Mili sudah menduga, akan terjadi kepanikan di dalam sana. Semua mata perempuan tertuju kepada Firzan, dengan berbagai ekspresi yang sungguh menggelikan. Mili yang berjalan beriringan dengan Firzan merasa menjadi wanita yang paling beruntung sedunia, karena mampu menggaet lelaki setampan bidadara surga, semua pasti mengira dia adalah si pemilik sah lelaki yang terlahir sempurna itu.
Mili menyuruh Firzan duduk di sebuah sofa empuk di dalam private lobi, sedangkan Mili langsung masuk ke dalam ruangan yang di sana bertuliskan massage room and sauna.
Tidak lama kemudian seorang wanita datang membawakan segelas kopi dan camilan untuk Firzan.
“Silakan ya dinikmati kopinya, Kak,” ucap wanita berseragam itu dengan super ramah. Rupanya keramahannya itu ada maksud tersembunyi, apalagi kalau bukan minta Firzan diajak selfie. Karena sudah terbiasa tentu saja Firzan tidak canggung lagi dan membalas keramahan setiap orang yang mengaguminya dengan selalu tersenyum ramah.
Saat Firzan mulai menikmati kopinya, seorang wanita dan lelaki yang tubuhnya berotot masuk ke dalam private lobi. Seperti halnya Mili, wanita itu pun masuk kedalam massage room and spa. Sementara si lelaki berotot menghampiri sofa panjang yang sedang diduduki Firzan. Dia duduk di ujung sofa sebelah kiri Firzan.
“Sedang menunggu juga, Bro?” ucap si lelaki berotot.
“Oh, iya...” jawab Firzan singkat sambil menunjukan keramahan lewat senyumnya.
“Lama ya sudah menunggunya?” lanjut Ray meneruskan obrolan.
“Lumayan. Pertama kali datang ke sini?” timpal Firzan.
“Yeah, my first time.”
“Oh, me too. Where you from?”
“I’m Australian exactly, but my father is Indonesian from Bali. Ibuku lebih menginginkan aku jadi Australian, but ... aku lebih cinta Indonesia, I love so much Indonesia woman. Does it!”
“Tentu saja, kamu kan punya darah Indonesia, your face also more Indonesian look, and you have tanned skin.”
“Ya, karena aku sering berjemur di Bali.”
“It’s good for you...”
Obrolan lelaki berwajah tampan dan lelaki badan berotot itu mengalir begitu saja, walaupun tanpa saling kenal nama satu sama lain…
Chantika hanya tersenyum melihat Firzan merem-melek menikmati sensasi sentuhannya yang kembali mengelus-elus lagi bulu dada Firzan yang halus. Merasa gemas melihat jenggot Firzan yang baru tumbuh beberapa helai, tangan Chantika pun tak luput mengelus-elus dagu Firzan, memainkan lembar-lembar jenggotnya yang pendek dan tipis itu. Kumis tipis Firzan pun tak ketinggalan diraba-rabanya dan juga kedua alisnya tak. Firzan yang masih memejamkan mata tidak lagi merasakan lagi sentuhan tangan Chantika di wajahnya, tapi tiba-tiba dia merasakan bibirnya disentuh benda lembut yang basah. Saat Firzan membuka mata, mata Chantika berada begitu dekat di atasnya, dan sentuhan benda lembut itu perlahan mulai melumat bibirnya. “Thank you, Sayang...” ucap Firzan saat Chantika menghentikan ciumannya, Chantika hanya menutup mulutnya dan duduk membelakangi Firzan karena malu. Firzan pun beranjak dari tidurnya lalu duduk di tepi ranjang bersebelahan dengan Chantika, lalu menarik bahu Chantika agar kepalany
Setelah makan malam Chantika naik ke atas, Firzan bilang dia menunggunya di ruang depan untuk melanjutkan ngobrol, seperti biasa di kursi yang kayunya penuh ukiran. Saat Chantika turun, Firzan heran melihat dia mengenakan jaket dan leging berwarna hitam sambil menenteng tas tangan berukuran kecil.“Mau kemana?” tanya Firzan setelah Chantika berdiri di hadapannya.“Mau ke tempat teman, ayo antar...” pinta Chantika sambil menarik lengan Firzan. “Sudah bilang sama Nenek?” tanya Firzan, Chantika mengiyakan.“Aku kekenyangan, malas bergerak,” ujar Firzan saat sudah berdiri di hadapan Chantika.“Kalau habis makan, jangan tidur-tiduran, nanti bikin gemuk,” ucap Chantika mencubit perut Firzan yang volumenya bertambah karena banyak makan lauk yang dibuat Nek Las, kemudian dia menggandeng Firzan keluar rumah.Di tembalangChantika memberitahu kalau temannya indekos di Tembalang, tidak jauh dari kosan Firzan. Saat Chantika menunjukkan jalan lurus setelah perempatan, tentu saja Firzan langsung
Firzan menghapus bercak air di matanya, dia tidak mau kelihatan cengeng di mata Chantika, karena sebenarnya dia memiliki hati yang mellow dan gampang tersentuh. Walaupun dia sudah tahu rahasia yang direncanakan Chantika, dia akan berpura-pura tak tahu semuanya.“Hayo, lagi ngelamunin apa?” tiba-tiba Chantika datang mengejutkan Firzan yang sedang duduk bersandar di kursi dengan tatapan ke langit-langit ruangan.“Aduh, bikin kaget aja, sih?” ucap Firzan lalu menarik lengan Chantika hingga rambutnya yang basah menyentuh wajah Firzan.“Aku suka wangi shampo-mu, urang-aring, kan?” tanya Firzan sambil menerka bau yang menguar dari rambut Chantika yang baru saja keramas. “Iya, sejak kecil aku gak pernah ganti shampo, mencium baunya aku akan selalu merasa dekat dengan mamaku, karena sejak kecil pun Mama memakai shampo yang sama,” jelas Chantika.“Itu artinya kamu orang yang setia, dan tidak mudah melupakan masa lalu,” ucap Firzan sambil memain-mainkan rambut Chantika yang bersandar di dadany
Menjelang sore Firzan bermaksud menjemput Chantika pulang dari Kantor, tapi Chantika lebih dulu mengirimi pesan tidak perlu menjemputnya karena balik kerja dia ada keperluan mendadak yang akan diantar oleh Lintar. Mengapa harus diantar Lintar, mengapa bukan sama aku aja, batin Firzan saat membaca pesan whatsapp dari Chantika.“Chantika mau pergi ke mana ya, Nek?” tanya Firzan kepada Nek Las yang mulai masak untuk makan malam.“Enggak bilang tuh sama Nenek. Kenapa, bosan ya seharian di rumah?” tanya Nek Las.“Iya juga sih, Nek, cuma kalau berpergian, aku kan bisa antar, nggak harus ngerepotin Lintar,” jelas Firzan.“Kalau Nak Firzan memang pengin keluar, bisa tolong Nenek ke supermarket untuk membeli beberapa keperluan dapur, itu juga kalau Nak Firzan enggak malu, ganteng-ganteng kok beli minyak goreng... hehehe...” ucap Nek Las sambil tertawa.“Enggak apa-apa, Nek, aku mau, tapi dibuatkan daftar belanjanya ya, Nek, aku takut ada yang lupa,” ucap Firzan lalu mencatat yang akan dibeli
Setelah puas saling berciuman, Anthony mengaku kangen dengan masakan istrinya, maka untuk menyenangkan hati suaminya yang baru kembali setelah lama berpisah, Angela pun dengan senang hati akan memasak makanan kesukaan suaminya yang tidak bisa didapat di luar negeri, yaitu sambal tempe dan ikan asin. “Aku tinggal sebentar ke supermarket di bawah ya, atau kamu mau ikut?” tanya Angela yang sudah menenteng tas tangannya dengan berpakaian seadanya tanpa harus berdandan.“Aku di rumah saja, masih kangen nih sama suasana rumah,” jawab Anthony sambil memamerkan senyumnya kepada Angela.Saat Angela pergi, ternyata Anthony sudah merencanakan sesuatu untuk melihat-lihat seisi ruang di apartemennya dengan penuh kecurigaan. Anthony mengakui kalau dirinya tidak setia saat tinggal di luar negeri, dan dia juga merasakan kalau Angela melakukan hal yang sama. Keanehan pertama waktu dia datang, melihat ada beberapa pasang sepatu pria (lebih dari dua pasang) di rak sepatu sedangkan tadi hanya ada 2 ora
Angela tentu saja kaget, bercampur cemas saat mengetahui Anthony tiba-tiba sudah berada di dalam kamar, saat ia keluar dari kamar mandi. “Sayang..., kamu pulang?” ucap Angela melihat suaminya sudah duduk di tepi ranjang, sambil melepaskan seragamnya.“I miss you, Honey...” ucap Anthony langsung memeluk Angela yang masih terbalut handuk putih, lalu mereka berciuman. Tapi bukan hanya untuk melepas rindu, melainkan Anthony menciumi Angela dengan sepenuh hasratnya yang sudah lama terpendam.“Angela...” ucap Mili tiba-tiba masuk ke dalam kamar membuat Angela dan Anthoy menghentikan aksinya, “Uppss.. Sorry...!” desis Mili kaget melihat Angela bersama suaminya. “Hai, Mili... kamu ada di sini juga?” tanya Anthony yang memang sudah mengenal Mili sebagai kawan baik Angela sejak mereka belum menikah.“I-iya... aku bersama personal trainerku, kebetulan aku ikut fitness, dan hari ini baru pulang nge-gym aku mampir ke sini, sampai numpang mandi segala. Sekalian aku bawa personal trainerku dan te







