Aluna menatap kapal penyeberangan yang sedang berlabuh di hadapannya. Satu tahun yang lalu dia menumpangi kapal yang sama untuk datang ke Lindara. Aluna masih ingat dengan jelas betapa takutnya dia hari itu sampai-sampai dia sempat berpikir untuk kembali saja ke rumah sakit. Akan tetapi rasa takutnya akan pergi sendiri ke tempat asing yang tidak ia kenali tidak sebesar rasa takutnya pada situasi di mana dia tidak bisa mengingat apapun. Waktu itu yang ada di kepala Aluna hanyalah pergi meninggalkan tempat itu sejauh mungkin agar tidak perlu berurusan dengan orang-orang yang tidak dia kenali. Sekarang Aluna sudah merasa sanggup mengatasi badai yang kerap kali berkecamuk di kepalanya. Sulit memang ketika dia masih mengingat beberapa kejadian, tapi di saat bersamaan dia masih bingung membedakan antara kenyataan dan mimpi. Contohnya seperti Shane dan Leo. Selama ini Aluna pikir kedua pria itu hanya ada di dalam mimpinya sampai Aluna bertemu Shane lagi. Aluna sama sekali tidak menging
Shane baru saja tiba di unit apartemennya dengan membawa Seira yang terlelap di dalam gendongannya. Seharian ini dia menitipkan Seira pada Bu Nani di mansion keluarga Kusuma karena ada begitu banyak pertemuan bisnis yang harus dia hadiri. Pengasuh Seira mengundurkan diri dua hari lalu karena akan segera menikah. Sementara kedua orang tua Shane sedang berada di luar negeri. Shane membawa Seira ke kamar kemudian mengganti baju Seira dengan piyama yang nyaman. Gadis mungil itu sama sekali tidak terganggu dan tetap tertidur lelap sampai Shane meletakkannya di dalam boksnya. Setelah memastikan Seira tidak akan terbangun, Shane pergi ke kamarnya. Selagi menghangatkan air untuk mandi, Shane duduk di sisi bath tub sambil memeriksa ponselnya. Dia sama sekali tidak sempat memeriksa benda itu sejak tadi pagi. Untuk urusan pekerjaan dan hal-hal penting lainnya, orang-orang akan menghubunginya melalui sekretaris ataupun asisten pribadinya. Shane menemukan beberapa pesan belum terbaca di Whazzup
Begitu Shane kembali, dari bandara ia langsung pergi menuju rumah orang tuanya untuk menjemput Seira. Untuk pertama kali semenjak kepergian Melody, Shane bisa benar-benar bernafas lega. Dia telah menemukan wanita itu meski sampai saat ini Melody belum mengenalinya. Sebenarnya Shane merasa berat meninggalkan Melody di Lindara. Dia ingin membawa wanita itu bersamanya. Hanya saja Shane tahu itu mustahil ia lakukan pada saat ini. Setibanya Shane di pekarangan rumah orang tuanya, Shane turun dari mobil kemudian berjalan memasuki rumah. Beberapa pelayan yang tengah membersihkan ruang tamu sontak membungkuk hormat padanya. Shane mengangguk singkat pada mereka. "Seira dan orang tua saya di mana?" "Tuan Adinata pergi ke luar negeri kemarin. Nyonya sedang menemani Nona Seira di pekarangan belakang," jelas seorang pelayan. Shane pergi ke pekarangan belakang. Benar saja. Ibunya sedang menemani Seira yang asyik duduk di atas rumput sambil bermain dengan mainan-mainannya. "Eh, anak Mami
Shane memarkir mobilnya di kawasan sebuah pantai setelah menempuh hampir satu jam perjalanan. Aluna memperhatikan ke sekitarnya melalui kaca mobil kemudian menoleh ke arah Shane. "Ngapain ke sini?" tanyanya bingung. Shane mengulum senyum. "Healing," jawabnya singkat lalu turun dari mobil. Shane hendak membukakan pintu untuk Aluna, namun wanita itu sudah lebih dulu turun dari mobil. Tanpa mengindahkan Shane yang menghampirinya, Aluna berjalan begitu saja ke arah laut.Semenjak datang ke Lindara, Aluna sekalipun belum pernah mengunjungi tempat ini. Tempat ini mengingatkannya pada pantai Putih. Pantai yang samar-samar ia ingat dalam kepingan-kepingan masa lalunya.Aluna menanggalkan sepatunya kemudian menapak ke sisi pantai. Debur ombak yang lembut perlahan membawa air laut hingga menyentuh kaki Aluna.Walau sedikit, Aluna bisa merasakan efek ketenangan yang diberikan oleh pantai ini. Sedari tadi pikirannya kacau. Pertemuannya dengan Raka mau tak mau harus membuat Aluna keluar dari ke
"Selamat siang, Aluna. Masih ingat dengan saya?" Aluna menatap pria yang sedang menyambutnya begitu ia memasuki ruangan. "Selamat siang, dokter Raka." Raka tersenyum. "Ternyata masih ingat. Silahkan duduk." Aluna duduk di kursi yang berhadapan dengan Raka. Aluna sedikit canggung. Dia masih ingat, Raka adalah dokter yang menanganinya pasca kecelakaan satu tahun yang lalu. Kala itu Raka sudah menjalankan berbagai pemeriksaan pada tubuh Aluna untuk memastikan tidak ada cedera fisik yang Aluna alami pasca kecelakaan. Raka pula yang pertama kali mendiagnosis bahwa Aluna kehilangan ingatannya. Akan tetapi saat Raka membuat rujukan agar Aluna bertemu dengan seorang psikolog, Aluna malah menolak dan memilih untuk tidak melanjutkan pengobatannya. Shane lah yang bertanya pada Bu Ratna mengenai siapa dokter yang pertama kali menangani Aluna. Shane tahu Aluna yang sedari awal memang tidak ingin melakukan sesi terapi pastilah enggan kalau disuruh mengulang seluruh pemeriksaan dari awal. Setid
Aluna naik ke atas ranjang sambil masih mengamati Shane dalam diam. Pria itu tampak seperti sedang bertukar pesan dengan seseorang. Tanpa sengaja ketika Shane mengubah posisi menjadi tidur menyamping dan membelakangi Aluna, Aluna bisa melihat layar ponsel pria itu yang menampilkan jendela pesan dengan seseorang. Aluna tidak bisa membaca isi pesan itu karena jarak mereka tidak begitu dekat, tetapi Aluna bisa melihat ada foto-foto bayi yang terlampir di sana. Aluna mendengus. Dia merasa dipermainkan oleh Shane. Aluna terlalu terbawa akan suasana yang mengakibatkan mereka berciuman tanpa Aluna tahu bahwa Shane sudah memiliki anak. Itu berarti pria itu sudah berkeluarga 'kan? Seketika itu juga Aluna merasa benci pada dirinya sendiri. "Brengsek," umpat Aluna pelan. Shane rupanya mendengar suara Aluna. Ia segera menoleh ke arah Aluna. "Kamu ngomong sesuatu?" tanyanya polos. Aluna segera berbaring di ranjang dan menutup tubuhnya dengan selimut. "Gak. Cuma nguap," jawabnya berbohong. Sh