Share

3

Author: Elysian
last update Last Updated: 2025-03-02 17:05:05

Keesokan pagi, aku bangun dengan pening luar biasa. Semalaman aku menangis karena kesal. Aku tidak tahu apa yang membuatku seperti ini. Selama ini aku tahu Shane selalu mencintai Erina, tapi pria itu seolah sudah menyerah akan cintanya pada Erina. Aku tidak peduli pada siapa hati Shane dilabuhkan, asalkan ia berada di sini bersamaku.

Perlahan, aku bangun dari ranjang dan berjalan keluar kamar. Aku melirik ke arah ruang gym yang pintunya dibiarkan terbuka. Shane sedang berada di sana, berkutat dengan barbelnya.

Shane adalah pecinta body building. Dia hampir tidak pernah melewatkan olahraga di pagi hari. Dia seorang morning person. Selalu bangun pagi kemudian jogging di sekitar wilayah apartemen kami. Jika dia tidak sempat jogging, maka dia akan menambah waktu di ruang gym pribadinya seperti yang sekarang sedang ia lakukan.

Tadi malam adalah pertama kalinya kami bertengkar hebat. Biasanya kami tidak pernah saling peduli. Namun entah kenapa aku benar-benar tidak terima dengan kenyataan bahwa Shane bertemu Erina di Korea. Dan lebih menyebalkannya lagi, Shane menolak untuk menjelaskan apapun padaku.

Aku berjalan ke ruang makan dan mendapati sarapan sudah tertata di meja. Shane pasti sudah memasak sebelum nge-gym.

Barangkali ini adalah salah satu alasan kenapa aku mulai tidak rela jika Shane masih menyimpan perasaan pada Erina, apa lagi menemui wanita itu. Shane benar-benar memperlakukanku dengan baik sejak kami menikah. Dia melakukan semua hal sendiri tanpa pernah menuntut apapun padaku. Aku beberapa kali berniat untuk belajar memasak, tapi niatku itu hanya disambut dengan ekspresi dingin Shane seolah-olah ia tidak mempercayai dapurnya padaku. Mungkin dia takut aku akan meledakkan dapur ini atau apa.

Jika hanya untuk menyewa beberapa pembantu, Shane sangat sanggup melakukannya. Akan tetapi dia menolak kehadiran orang asing di penthouse-nya. Mungkin dia meminimalisir ada orang lain yang tahu tentang kehidupan rumah tangga kami yang sebenarnya.

Aku duduk di salah satu kursi dan mulai menyesap segelas susu hangat yang sudah Shane siapkan di meja. Tak berselang lama, Shane muncul di ruang makan. Aku tidak mempermasalahkan dia datang kemari tanpa mandi terlebih dahulu. Shane tidak pernah bau meskipun ia sedang berkeringat. Shane selalu wangi.

Aku hanya berpura-pura fokus pada susu hangatku tanpa menatapnya. Aku hanya meliriknya sedikit. Hanya ada sedikit sisa keringat di keningnya. Dia pasti sudah mengelap tubuhnya sebelum datang kemari.

Shane duduk di hadapanku kemudian mulai meneguk air putih banyak-banyak. Ia lalu meletakkan gelasnya dan memainkan ponselnya selagi menikmati sarapannya yang berupa salad sayur dan telur rebus. Seperti biasa, kami makan dalam diam. Hanya saja kali ini ketegangan lebih terasa karena kejadian tadi malam.

Tiba-tiba ponsel Shane berdering di tangannya. Jika kulihat dari ekspresi wajah Shane, yang menelepon pasti orang yang sedang tidak ia harapkan. Siapa lagi jika bukan mami atau papinya.

Shane mendesah kesal sebelum kemudian mengangkat panggilan tersebut.

"Ya, Mi?"

Shane sedikit melirikku. Ia terdiam beberapa saat karena maminya masih berbicara di ujung sambungan. Bisa kutebak, pembicaraan mereka pasti mengenai artikel tempo hari.

"Aku memang lagi melakukan perjalanan bisnis selama seminggu belakangan, Mi. Mami kan tahu aku harus bertemu tuan Kim untuk membicarakan tentang investasiku di perusahaannya," jelas Shane tegas.

Lagi-lagi Shane mendesah. Rautnya terlihat semakin kesal.

"Aku memang bertemu Erina, tapi itu bukan sebuah kesengajaan. Erina bekerja di sana dan kami berpas-pasan di restauran itu. Lalu apa salahnya kami makan bersama sebagai teman lama?"

Aku mencibir dalam hati. Teman lama katanya. Mereka adalah mantan kekasih dan mereka masih saling menyukai.

Mungkin mereka tidak sepenuhnya bersalah di sini. Shane dan Erina mulanya adalah sepasang kekasih namun mereka harus berpisah karena perjodohan kami. Jika dilihat dari sudut pandang kedua orang itu, mereka juga adalah korban atas keputusan orang tua kami.

Meski begitu, aku juga tidak ingin menjadi pihak yang dirugikan. Aku sudah mengorbankan masa mudaku karena pernikahan ini. Shane adalah suamiku. Kami sah di mata hukum dan agama. Tentu saja aku tidak mau mengalah.

"Dia baik-baik aja," ujar Shane lagi seraya melirik ke arahku. Pasti maminya sedang menanyakan soal aku.

Shane lalu menyodorkan ponselnya padaku. Aku menerima ponsel itu dan menekan tombol loudspeaker.

"Iya, Mami? Ini aku. Melody," ucapku.

"Mel sayang. Kamu jangan sedih ya? Mami pastikan berita itu gak sepenuhnya benar. Perempuan itu memang mantan pacar Shane, kita semua tau. Tapi Shane sudah menikah dengan kamu. Shane pasti akan lebih memilih mempertahankan pernikahannya dengan kamu. Itu bukan sebuah pertemuan yang berarti." Mertua perempuanku itu menjelaskan panjang lebar seolah sangat takut aku akan membuat sebuah keputusan yang mengancam kerja sama perusahaan keluargaku dengan keluarganya.

Shane hanya memutar matanya dengan malas seakan sedang mendengar omong kosong. Kenyataannya, yang diucapkan mami Shane adalah omong kosong. Orang tua kami berpikir bahwa kami sudah menerima perjodohan ini mengingat usia pernikahan kami sudah menginjak satu tahun. Mereka tidak tahu saja bahwa aku dan Shane tidur di kamar yang terpisah. Shane bahkan belum pernah menyentuhku selayaknya suami istri.

"Iya, Mami..." hanya itu yang bisa kuucapkan.

Toh, aku tidak memiliki kuasa apa-apa di sini. Di rumah orang tuaku, aku hanya dibesarkan sebagai pewaris. Ketika aku tumbuh besar dan mereka menganggap sikap manja dan kekanakanku tidak cocok untuk meneruskan perusahaan, mereka segera mengambil langkah ekstrem, yaitu menjodohkanku dengan pria yang mereka anggap mampu untuk meneruskan dan memperluas bisnis keluarga kami.

Jika boleh jujur, hidup bersama Shane jauh lebih baik dibandingkan tinggal bersama kedua orang tuaku. Di sana, aku tidak boleh melakukan apapun yang tidak sesuai dengan jadwal yang sudah disusun untukku. Bagi mereka, apapun yang kulakukan akan berdampak besar bagi citra keluarga kami.

Sedangkan bersama Shane, aku boleh melakukan apapun yang kusukai. Shane memperbolehkan aku membeli mainan-mainan viral yang aku gunakan untuk membuat konten seru-seruan dan ditonton banyak orang. Shane juga mengizinkan aku memelihara kucing meski kucing yang kupelihara akhirnya mati dua bulan lalu karena tertabrak saat kubawa bermain di taman.

Itulah yang membuatku takut kehilangan Shane. Aku tidak ingin membuat Shane muak padaku dan berujung bercerai kemudian mengembalikan aku ke mansion orang tuaku.

Suara lembut mami Shane terdengar lagi. "Jangan terlalu banyak pikiran ya, sayang? Mami ingin Melody selalu bahagia. Dengan begitu, Melody pasti bisa lebih mudah untuk hamil."

Shane menyemburkan air putihnya begitu mendengar ucapan maminya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Beri Kesempatan Untuk Pernikahan Kita   98

    Aluna memijat keningnya, tak habis pikir dengan kelakuan Shane yang menurutnya tidak masuk akal. Mereka tidak saling kenal, tapi pria ini bertingkah seolah-olah mereka adalah keluarga. Meski tidak akan mengakuinya di depan siapapun, Aluna akui ada desiran asing di hatinya tiap kali melihat Shane bahkan di saat pertama kali Aluna melihat wajah pria itu di majalah. Dan sekarang sifat Shane yang aneh ini berhasil membuat Alena hilang rasa. "Aku gak merasa punya kewajiban untuk menjelaskan apapun pada Pak Shane," ucap Aluna untuk memperjelas batas di antara mereka. Shane menghunuskan tatapan tajam Pada Aluna. "Bu Ratna membiarkan kamu melakukan pekerjaan itu?" Mendengar nama Bu Ratna disebut, nyali Aluna seketika digambarkan seperti gulali yang disiram air. Dia hampir lupa bahwa Shane bisa saja mengadukan yang dilihatnya pada Bu Ratna. "Bu Ratna gak tahu dan jangan sampai dia tahu," sahut Aluna. Dia memberanikan diri membalas tatapan nyalang Shane. "Pak Shane lebih baik gak usah iku

  • Beri Kesempatan Untuk Pernikahan Kita   97

    Berbekal informasi dari Bu Ratna yang mengatakan bahwa Melody setiap harinya berangkat ke tempat kerja pukul tujuh malam, Shane pun akhirnya mendatangi hotel Alaris. Hotel ini merupakan hotel bintang tiga. Di kota Lindara, belum terdapat hotel tingkat mewah. Shane sendiri hanya menginap di hotel lain yang termasuk kategori hotel tingkat menengah.Kalau perlu, Shane akan pindah ke hotel Alaris agar dia bisa memantau kegiatan Melody. Shane penasaran jenis posisi apa yang didapatkan Melody di sebuah hotel sedangkan dalam kondisi masih mengingat semuanya seperti dulu saja Melody tidak pernah mengerjakan pekerjaan apapun di rumah.Shane duduk cukup lama di lobby. Para pegawai hotel mulai menatapnya penuh curiga karena sedari tadi mereka sudah berkali-kali menanyakan apa yang Shane butuhkan, tapi Shane selalu menjawab dengan 'saya sedang menunggu seseorang'.Akhirnya, sang manajer hotel berinisiatif menghampiri Shane. Si manajer hotel memiliki pengelihatan cukup tajam dalam menilai seseoran

  • Beri Kesempatan Untuk Pernikahan Kita   96

    Aluna baru saja selesai mandi dan bersiap-siap hendak pergi bekerja ketika Bu Ratna muncul di depan pintu kamar yang dibiarkan terbuka. Sambil mengeringkan rambutnya, Aluna menghampiri Bu Ratna."Gimana tadi pembicaraannya dengan Pak Shane?" tanyanya.Bu Ratna terdiam selama beberapa detik sembari memperhatikan wajah Aluna dengan seksama seakan sedang menilai kebenaran dari informasi yang disampaikan Shane mengenai Aluna. Atau yang kemungkinan besar adalah benar Melody."Bu? Kok malah melamun sih?" tegur Aluna bingung.Bu Ratna sedikit tersentak lalu berusaha tersenyum. "Pak Shane ternyata baik banget orangnya. Beliau setuju untuk membiarkan kita untuk tinggal di sini selagi perusahaannya melakukan persiapan pembangunan dan renovasi."Alih-alih senang, Aluna malah merasa ragu. "Segampang itu? Kok rasanya aneh ya?"Bu Ratna buru-buru mengalihkan pembicaraan sebelum Aluna berpikir terlalu jauh. "Lun, kamu udah mau berangkat kerja? Kalau masih ada waktu, Ibu mau ngobrol sebentar. Bisa?"

  • Beri Kesempatan Untuk Pernikahan Kita   95

    Shane sedang sibuk berkutat dengan beberapa dokumen pekerjaannya ketika tiba-tiba Tasya menghubunginya. Sekretarisnya itu sangat jarang menelepon kecuali untuk keadaan genting. Oleh karena itu, Shane tahu pasti ada sesuatu yang mendesak. Ia segera mengangkat panggilan Tasya."Ya, Sya? Is everything okay?" tanya Shane memastikan."Saya menemui beberapa kendala kecil, tapi bukan itu yang ingin saya sampaikan kepada Bapak," jawab Tasya.Shane mengerutkan keningnya. "Ada apa?""Barusan waktu saya baru saja turun dari mobil dan sedang mengobrol dengan seorang warga lokal mengenai bangunan yang akan dibeli oleh perusahaan, saya melihat perempuan yang mirip dengan Nyonya Melody."Shane berdiri dari duduknya seketika. Sudah lama dia tidak mendengar nama itu diucapkan dari mulut orang lain selain kedua orang tuanya dan Bu Nani. Bahkan ketiga orang itu juga mulai mengurangi frekuensi membahas tentang Melody karena mereka telah menyaksikan bagaimana selama hampir satu tahun belakangan Shane teru

  • Beri Kesempatan Untuk Pernikahan Kita   94

    Matahari baru saja terbit seutuhnya ketika Aluna terbangun. Mimpi itu datang lagi dan semakin lama, terasa semakin nyata seolah itu bukanlah sebuah mimpi melainkan sebuah kenangan yang Aluna pernah lewati dalam masa hidupnya. Mimpi itu bukan mimpi buruk, hanya seperti cuplikan-cuplikan kehidupan seorang perempuan yang Aluna lihat mirip dengan dirinya sendiri. Anehnya, meskipun bukan mimpi buruk yang menakutkan, Aluna tetap merasa tidak nyaman ketika menyaksikan semua itu. Masih sambil berbaring di ranjang susun yang membuatnya tidur dekat dengan langit-langit kamar, Aluna menyentuh dadanya sendiri. Rasa sesak yang ia rasakan ketika menyaksikan mimpinya masih dia rasakan sampai sekarang. Tanpa Aluna sadari, tangannya bergerak turun dan menyentuh perutnya tepat di bagian yang memiliki bekas luka jahitan. Kata dokter yang kala itu menanganinya, bekas luka itu adalah bekas operasi sesar. Aluna bukannya tidak tahu bahwa pasti ada banyak hal dari masa lalunya yang tidak dapat ia ing

  • Beri Kesempatan Untuk Pernikahan Kita   93

    Shane mengamati foto bangunan besar terbengkalai yang terpampang di layar proyektor dengan penuh pertimbangan selagi mendengarkan penjelasan dari salah satu manajernya. "Mohon maaf, Pak Ali." Tasya yang sampai saat ini masih menjabat sebagai sekretaris Shane mengangkat tangannya. "Kalau dilihat dari lokasinya, saya rasa bangunan ini tidak akan memiliki nilai jual yang besar." Ali--manajer tadi--mengangguk mengiyakan analisis Tasya. "Benar, Bu Tasya. Kalau untuk dijadikan kantor atau hunian tentunya tidak akan ada orang yang mau membeli properti di kota Lindara. Tapi kalau untuk dijadikan pabrik, saya rasa akan banyak yang berminat." Tasya mengerutkan kening. "Apa Pak Ali sudah melakukan research mengenai kota Lindara? Situasi kehidupan di sana bisa dikategorikan 'liar'. Pusat dunia malam ada di sana." Shane yang sejak tadi terdiam akhirnya angkat bicara. "Dunia malam?" Tasya mengangguk. "Benar, Pak Shane. Angka kriminalitas di sana cukup tinggi dalam beberapa tahun belakangan. Te

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status