Share

02. Tidur Bersama Pria Asing Sebelum Pernikahan

"Aku memang sedang mabuk, tapi aku tidak gila!" Mika berteriak marah, sambil melepaskan diri dari dekapan pria itu. 

Gerakan tiba-tiba itu membuat kepalanya bertambah pusing karena efek alkohol. Mika pun bersandar pada meja bar untuk menopang tubuhnya sendiri.

"Aku hanya meminta hakku saja," jawab pria itu ringan, masih dengan senyuman yang membuat Mika bergidik.

"T-tapi tidak dengan tubuhku! Apa kamu pikir aku seorang pelacur?" Meski kesal, tapi Mika tidak bisa menelan rasa gugupnya karena terus ditatap oleh pria tampan itu.

"Kalau begitu, kamu bisa membayarku saja. Mudah, kan?"

"Aku tidak punya uang sebanyak itu!”

"Kamu tahu ada pilihan lain." Pria itu berjalan ke arah Mika dan menyeringai. Kedua tangannya ia letakkan di kedua sisi tubuh Mika, mengurungnya di meja bar hingga tidak bisa ke mana-mana.

"Kamu tidak perlu takut,” bisik Kai dengan suara rendah, membuat jantung Mika berdegup kencang. Gadis itu merasakan sesuatu yang aneh karena pria itu berbisik di telinganya.

"Aku tidak punya banyak waktu, kamu harus membuat keputusan sekarang." Kai kembali berbisik. Mika langsung mendorong tubuh Kai agar menjauh darinya. Ia berusaha mengingatkan diri bahwa mereka kini ada di tengah banyak orang.

“A-aku tidak tahu, bagaimana kalau kita membicarakannya di luar?” kata Mika berkelit. Rasanya ia akan lebih mudah untuk melarikan diri kalau berada di luar.

Tanpa menunggu respon dari pria itu, Mika berjalan sempoyongan karena masih mabuk. Kesadarannya kian menipis, masih belum bisa berpikir atau berjalan dengan benar. 

“Hati-hati.” Kai berusaha memeganginya, tapi Mika selalu menepis tangannya. Sampai akhirnya gadis itu hampir terjatuh kalau saja Kai tidak sigap menarik tubuhnya mendekat.

“Aku bilang hati-hati.” Bisikan Kai membuat Mika mendongakkan kepalanya. Tubuh mereka sudah sangat dekat, Mika tanpa sadar sudah tersudut di tembok, terkurung tubuh kekar pria asing di hadapannya. 

Mika menelan saliva ketika ia melihat Kai tersenyum miring kepadanya. Ia memegang lengan berotot pria itu yang dipenuhi dengan tato, mencari pegangan karena kakinya terasa lemas.

“Kamu tidak perlu takut. Aku akan memastikan kalau kamu tidak akan menyesal.” 

Bulu kuduk Mika berdiri karena Kai berbisik dengan bibirnya yang menyentuh telinganya. Ia ingin menolak, tapi minuman sialan itu sudah membuat tubuhnya tidak bisa diajak kerja sama. 

Dan anehnya lagi, Mika seketika lupa tentang pernikahannya. Entah karena efek alkohol atau karena ketampanan dan aura tak biasa Kai, atau mungkin keduanya, Mika tidak tahu pasti. 

Yang jelas, Mika tidak dapat menolak pesona memabukkan dari pria yang menatapnya penuh damba. Tanpa sadar, jarak wajah keduanya sangat dekat hingga mereka bisa merasakan hangat napas masing-masing. 

“Aku tahu kamu tidak bisa menolaknya,” kata Kai, sebelum mendaratkan bibirnya ke atas bibir Mika. 

Gadis itu hendak mendorongnya, tapi semakin lama ciuman itu membuatnya larut. Sebut Mika gila karena ia malah mengalungkan lengannya di leher Kai.

“Aku anggap kamu sudah memilih,” bisik Kai setelah memberi jeda pada ciumannya. 

Tatapan mereka bertemu, ada gelenyar aneh yang mereka rasakan. Meski asing, tapi entah kenapa keduanya merasa seperti magnet yang punya daya tarik tinggi.

“Bahkan dalam kegelapan pun kamu tetap terlihat cantik."

Jantung Mika seketika berdegup kencang mendengar pujian itu. Napasnya tercekat.

Kai kini menciumi leher dan dada Mika, membuat Mika mengerang. "Apa kamu menyukainya?" 

Mika tidak menjawab. Lidahnya terasa kelu. Suara lenguhan dari bibir mungilnya sudah cukup memberi Kai jawaban. 

"Panggil namaku. Namaku Kai."

"Kai ...." kata Mika dengan suara serak menahan gairah yang memuncak. 

Mendengar itu, Kai benar-benar tidak bisa menahan diri lagi. Ini pertama kalinya ia merasakan perasaan aneh ini pada seorang wanita.

"A-apa kita akan melakukannya di sini?" Mika mulai merasa malu ketika tangan Kai masuk ke dalam gaun yang dikenakannya. Ia takut kalau-kalau ada orang lain yang melihat mereka.

"Ayo pindah ke tempat lain.” 

Kai membawa Mika masuk ke dalam mobilnya yang berada tepat di samping gang yang gelap. Kai mengendarai mobilnya pergi ke hotel terdekat dan langsung memesan kamar hotel.

Sampai di kamar hotel, Mika dan Kai masih saling berciuman dan membuka pakaian mereka masing-masing sampai akhirnya Kai menghempaskan tubuh Mika ke atas kasur. Kai sudah berada di atas Mika, dengan ciuman mereka yang tidak berhenti.

"Apa ini pertama kalinya untukmu?" tanya Kai. Tadinya dia pikir Mika sudah sering melakukannya, tapi melihat betapa polos dan amatirnya gerakan Mika, Kai tahu dia salah mengira.

"Be-benar, ini pertama kalinya untukku...." jawab Mika dengan wajah merona. 

"Aku akan melakukannya dengan lembut." Kai mulai memasuki area intinya, tapi Mika masih merasa kesakitan. Bahkan kesadaran Mika sepertinya sudah kembali sepenuhnya, seolah ia tidak mabuk berat sebelumnya.

"Ah, sakit! Apa memang biasanya sesakit ini?" Mata Mika yang berkaca-kaca membuat Kai merasa bersalah karena telah memaksa gadis itu. Kai akhirnya berhenti melakukannya.

"Kai, ke-kenapa berhenti?" tanya Mika dengan polosnya, tidak mengerti mengapa Kai tiba-tiba berhenti dan diam.

"Aku akan melepaskanmu." 

Mika membelalakkan matanya karena terkejut. Kai melepaskannya? Tiba-tiba?

Mika benar-benar bingung. Tapi bukankah seharusnya ia senang? Kenapa ia malah merasakan yang sebaliknya?

"T-tapi, kenapa?" tanya Mika dengan suara setengah berbisik. Mereka sudah sejauh ini ….

"Tidak apa-apa, kamu tidak perlu membayar apa pun padaku," kata Kai, membuat Mika tidak bisa menampik rasa kecewa. Pikirannya benar-benar kacau. Gairah yang tertahan membuat perasaannya jadi campur aduk.

"Tidak, kamu bisa melakukannya lagi. Ini adalah satu-satunya hal yang bisa membuatku melupakan masalahku!" 

Kai terkejut ketika Mika menarik tangannya untuk menyentuh tubuhnya. "Sentuh aku, Kai." 

Mika sepertinya sudah gila, tapi dia tidak peduli.

Keraguan yang sempat dirasakan Kai seketika sirna. Mana mungkin dia bisa menolak permintaan dari wanita yang sudah menarik perhatiannya sejak tadi? 

"As you wish, Baby." Kai mulai melakukannya dengan sedikit lebih kasar. Mika yang sudah tenggelam dalam gairah, mulai menikmati perlakuan Kai. Pikirannya mendadak kosong. 

Mereka bergumul hingga berjam-jam lamanya. Kamar itu dipenuhi suara desahan-desahan nikmat hingga keduanya terlelap karena kehabisan tenaga.

Saat itu sudah jam 7 pagi dan sinar matahari cukup terang untuk mengganggu tidur Mika. Ia membuka matanya dan menyadari bahwa ia berada di sebuah kamar yang asing.

"Di mana aku? Kamar siapa ini? Kenapa aku bisa tertidur di sini?" gumam Mika bingung, tidak mengingat apa yang terjadi semalam. 

Ponselnya tiba-tiba berbunyi. Ternyata ibunya yang mengirim pesan, menanyakan keberadaannya.

Mika seketika ingat bahwa hari ini dia harus mencari gaun pengantin untuk pernikahannya. Saat meletakkan ponselnya, Mika teringat kejadian semalam dan menganga tak percaya.

"T-tadi malam aku melakukannya dengan orang asing?” Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Pria yang semalam tidur dengannya berjalan ke arahnya dengan senyuman menggoda, membuat Mika terdiam karena terpana akan ketampanannya.

"Kamu sudah bangun ternyata. Aku bawakan kamu secangkir kopi dan sandwich dari restoran." Mika menerimanya dan terus menatap pria itu.

"Kamu tidak lupa apa yang terjadi semalam, kan?" tanya Kai sambil terkekeh melihat wajah polos dan ingin tahu gadis itu.

"A-aku mengingatnya." Pipi Mika memerah saat ia mengingat apa yang terjadi semalam.

"Maafkan aku atas kecerobohanku," kata Mika, merujuk pada kejadian menumpahkan minuman ke baju Kai. 

"Jangan khawatir, kamu sudah membayarku semalam." Tatapan Kai seakan menghipnotis Mika dan mereka saling menatap satu sama lain selama beberapa menit.

"Dan itu sangat menyenangkan,” sambung Kai dengan senyuman menggoda.

"Benar, itu sangat menyenangkan. Tapi maaf aku harus pergi sekarang." Mika cepat-cepat mengalihkan perhatiannya dari Kai. Setelah meletakkan nampan berisi sarapannya di atas nakas, ia segera memakai pakaiannya kembali, tidak peduli bahwa ia melakukannya di depan Kai yang masih terus menatapnya. 

"Selamat tinggal!" Mika berlari dengan terburu-buru keluar dari sana tanpa menunggu reaksi dari Kai. 

Saking gugupnya, Mika sampai lupa menanyakan identitas pria itu. Tapi Mika berusaha tidak memikirkannya. Toh mereka tidak akan bertemu lagi karena ia akan segera menikah dengan pria lain.

"Hei, tunggu! Siapa namamu? Berikan nomor teleponmu!” teriak Kai, ikut keluar dari kamar.

Tapi Mika tidak mendengarnya. Ia terus berlari melewati lorong hotel yang sepi tanpa menoleh ke belakang.

Kai mendenguskan tawa geli sambil menggeleng tidak habis pikir. "Aku pasti akan menemukanmu lagi…”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status