Ibunya tidak banyak bertanya saat Mika pulang ke rumah. Mereka segera pergi ke butik dan ibunya memilihkan gaun pengantin dengan penuh semangat. Berbeda dengan Mika justru terlihat murung.
"Bagaimana Mika, apa kamu menyukainya?" Mika selesai mencoba satu gaun. Mika menatap dirinya sendiri di cermin dan memaksakan senyumnya.
"Ibu yakin kamu akan bahagia. Ibu kenal calon suamimu dan dia orang yang baik. Pak Ergan memintamu untuk menikah dengan anaknya karena dia tahu kamu adalah gadis yang baik."
Mika tersenyum kecut mendengar ucapan ibunya. Tatapannya terpaku pada dirinya lewat cermin.
"Ayo cepat keluar, kamu harus menemui calon suamimu sebelum kalian berdua menikah."
Kejutan lain muncul, memaksa Mika untuk menemui calon suaminya. Ketika pintu terbuka, Mika dapat melihat ayahnya dan orang-orang yang tidak dikenalnya sedang berbicara.
"Lihat! Mika sudah selesai mencoba gaun pengantinnya." Ibunya menunjukkan penampilan Mika kepada seorang pria tua yang bernama Ergan, ayah dari Eros yang akan menjadi suaminya dua minggu lagi.
"Wah, kamu cantik sekali!” Mika berdiri di samping ayah dan ibunya. Matanya tidak sengaja bertemu dengan mata seorang pria yang berdiri di depannya.
"Ayo berkenalan, kalian harus saling mengenal satu sama lain sebelum menikah nanti." Pria itu tersenyum pada Mika.
Mika akui pria itu sangat tampan, dia benar-benar terlihat seperti pria dari keluarga kaya karena penampilannya yang sangat rapi dan berkelas.
"Halo. Aku Eros. Kamu pasti sudah mendengar tentangku dari ayah dan ibumu, kan?" Eros berbicara dengan ramah kepada Mika.
"Ya, aku sudah mendengar tentangmu. Namaku Mika." Setelah itu Mika tidak banyak bicara dan merasa tidak nyaman karena ia menyadari bahwa Eros terus memperhatikannya.
Orang tua mereka sibuk membicarakan pernikahan yang sudah di depan mata.
"Mika, kamu kuliah di jurusan fashion? Selain cantik, kamu juga sangat pintar! Jangan khawatir, Eros akan mengijinkan kamu melanjutkan kuliah walaupun kamu sudah menikah. Bukankah itu benar, Eros?" Eros tersenyum dan menganggukkan kepala, mengiyakan pertanyaan ayahnya.
"Itu benar, Ayah. Aku tidak akan mempersulit Mika setelah menikah denganku, dia akan tetap menjalani kehidupannya seperti biasa. Satu-satunya perbedaan adalah statusnya sebagai istriku."
Medengar itu, ibu Mika langsung menggenggam tangan Eros dan menatapnya penuh rasa terima kasih.
"Terima kasih, Eros. Mika sangat sedih karena dia pikir dia harus meninggalkan kuliahnya," kata ibunya.
Eros membalas genggaman tangan ibu Mika. "Tidak perlu berterima kasih, Nyonya Wilson. Ini sudah menjadi kewajiban saya sebagai calon suami Mika."
"Ah, saya sepertinya harus pergi. Ada rapat sebentar lagi," kata Eros sambil melihat jam di tangannya.
"Kamu pasti sangat sibuk ya, Eros? Maaf karena membuatmu repot harus datang kemari."
Eros hanya menggelengkan kepala sekilas. "Tidak, Tuan dan Nyonya Wilson. Aku memang harus bertemu dengan Mika sebelum menjadi suaminya nanti.”
Orang tua Mika merasa bahwa keputusan mereka menikahkan Mika dengan Eros adalah keputusan yang tepat.
"Eros saat ini sangat sibuk karena setelah menikah dia akan menjadi direktur utama perusahaan keluarga kami. Oleh karena itu, sebelum menjadi direktur utama, aku memilihkan istri yang baik untuknya." Pak Ergan menatap Mika dan tersenyum padanya. Tatapan itu membuat Mika merasa canggung.
“Mika, ayo sana antarkan Eros ke depan,” perintah orang tuanya.
“B-baik,” jawab Mika sembari mengikuti Eros keluar dari butik. Sebuah mobil sudah terparkir di depan dan Mika hanya berdiri diam di belakang Eros.
“Sampai jumpa nanti,” ucap Mika, berusaha bersikap sopan pada calon suaminya.
Namun bukannya menjawab, Eros membalikan tubuhnya dan menatap Mika dengan tatapan yang jauh berbeda dari cara menatap Eros di dalam tadi. Ia mendengus seakan jijik melihat Mika.
“Aku tahu orang sepertimu pasti senang dijodohkan denganku, kan? Menyedihkan! Kebangkrutan keluargamu malah membuatku ikut kesulitan,” gumam Eros, namun Mika masih bisa mendengarnya.
Setelah mengatakan itu, Eros masuk ke dalam mobil lalu pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Mika terdiam, terkejut dengan ucapan tajam dari pria itu. Image-nya langsung berubah. Mika sadar kalau Eros tidak sebaik yang orang tuanya pikirkan. Eros juga tampak tidak menyukai perjodohan mereka.
Dua minggu kemudian, hari pernikahan Mika dan Eros pun tiba. Mika memandangi dirinya di cermin dengan mata yang bengkak karena menangis beberapa hari terakhir.
“Kenapa Eros menyetujui perjodohan ini kalau dia tidak menyukainya?” Mika bergumam sambil berusaha meneguhkan hatinya. Bagaimanapun, pernikahan ini sudah tidak dapat dihindari lagi.
"Kai." Nama itu tiba-tiba terlintas di benak Mika.
Pria yang tidur dengannya dua minggu yang lalu. Pria yang membuat hatinya berdebar-debar dan membuatnya melupakan masalah pernikahan ini.
"Sekarang sebelum pernikahanku, aku malah memikirkan pria lain." Mika mendengus tidak percaya.
"Mika, apakah kamu siap?”
Lamunan Mika langsung buyar. Ia menoleh ke sumber suara.
“Lihatlah dirimu, Mika. Kamu sangat cantik! Sekarang kamu akan menjadi istri seorang pria yang sukses." Ibunya terlihat sangat bahagia, dia bisa melihatnya dari tatapannya. Setelah itu, Ayahnya ikut melangkah masuk ke dalam.
"Pengantin pria sudah datang, ayo cepat keluar!"
Dengan perasaan campur aduk, Mika meninggalkan kamarnya dan pergi ke aula pernikahan. Ada banyak orang di sana dan dia bisa melihat Eros dari kejauhan, yang terlihat tampan dengan tuksedonya. Tapi tetap saja, Mika tahu pria itu tidak sebaik kelihatannya.
Ayahnya melepaskan tangan Mika ketika Mika akhirnya berada di depan Eros. Mika dan Eros berdiri berhadapan dan bersiap untuk membuat janji suci.
"Saya, Eros Aaron Ryder mengambil engkau, Mikaela Wilson untuk menjadi istri saya. Untuk memiliki dan mempertahankan, mulai hari ini dan seterusnya, baik, buruk, kaya, miskin, dalam keadaan sakit maupun sehat, untuk mencintai dan menyayangi sampai maut memisahkan kita. Dan dengan ini saya berjanji setia padamu." Eros mengucapkan janji sucinya tanpa ragu-ragu.
Berbeda dengan Mika yang sangat ragu.
"Saya, Mikaela Wilson mengambil engkau, Eros Aaron Ryder menjadi suami saya..."
Mika mengucapkan janji sucinya sampai selesai meski sempat terjeda beberapa kali di tengah kalimat. Ia meminta maaf dalam hati karena harus berbohong.
"Mempelai pria dipersilakan mencium mempelai wanita,” ucap Pendeta, mengizinkan mereka berciuman. Eros segera meraih pinggang Mika dan mencium bibirnya lembut, seolah mereka adalah pengantin paling bahagia di dunia.
Namun, Mika yang belum siap membalas ciuman Eros dengan kikuk dan tanpa sadar menoleh ke arah lain.
‘Kai?’ batin Mika, tidak percaya pada penglihatannya sendiri. Tidak mungkin pria yang berdiri di antara tamu-tamu itu adalah Kai, kan?
Suara tepuk tangan dari hadirin membuyarkan fokus Mika. Saat mengalihkan tatapannya, pria yang tampak familiar itu malah melemparkan sebuah senyum pada Mika dari tempatnya berdiri.
Tubuh Mika seketika menegang. ‘Tidak, itu bukan dia! Tidak mungkin!’
Sebuah pesta setelah upacara pernikahan diadakan. Para tamu bergantian memberikan ucapan selamat kepada Eros."Mika, kemarilah! Aku akan memperkenalkanmu pada teman-temanku," Eros memanggilnya."Wah, istrimu cantik sekali ya?" Teman Eros menganga kagum ketika melihat kecantikan Mika. Eros tersenyum, tampak bangga."Tentu saja dia cantik, aku pandai memilih istri, kan?" Eros meraih pinggang Mika dan memeluknya dengan erat. Mika hanya bisa tersenyum dengan terpaksa. "Benar, kamu sangat pandai memilih istri. Tapi aku tidak pernah mendengar kamu menjalin hubungan serius dengan seorang wanita dan sekarang tiba-tiba kamu menikah." Mika melihat Eros yang terlihat gugup saat mendengar perkataan temannya. Ia menyadari bahwa Eros tidak memiliki jawaban atas perkataan temannya itu. "Kami berteman sejak kecil, dan kami bertemu lagi setahun yang lalu." Mika berbohong, dan Eros terkejut karena Mika yang menjawab pertanyaan tersebut."Benarkah? Tidak heran! Eros jarang sekali mau menjalin hubungan
"Apa kamu ingat, ketika kamu menarik tanganku dan meminta aku menyentuhmu?” ucap Kai masih dengan seringai menakutkannya. Kai juga terus berjalan mendekati Mika. Kedekatan ini membuat Mika teringat kejadian di malam itu."Berhenti..." Mika berusaha membuat Kai berhenti mendekatinya. "Tapi Mika, aku sangat menyukainya. 2 minggu ini, aku tidak bisa melupakanmu. Wajahmu ini.." Tangan Kai terulur untuk menyentuh wajah Mika dan mengusapnya dengan lembut."Selalu terbayang dipikiranku,” lanjut Kai. Mika bergerak dengan cepat dan menepis tangan Kai, berusaha menghindari sentuhan Kai. Tapi tangan Kai tiba-tiba saja menarik pinggangnya, hingga Mika tidak bisa bergerak."Lepaskan aku, a-aku tidak mengerti apa yang kamu katakan." Kai kembali tertawa karena Mika berpura-pura melupakan dirinya padahal ia tahu kalau Mika mengenalnya. "Ayolah, Mika. Aku tidak bodoh, aku tahu kamu mengingatku dari tatapanmu itu. Ekspresi wajahmu itu yang mengatakan segalanya padaku.""Aku kira, kamu dan aku berjodo
Kecupan Kai bergerak perlahan ke arah pipi Mika dan menciumnya dengan lembut membuat Mika menggigit bibir bagian bawahnya. Ia berusaha menahan dirinya yang hampir gila karena apa yang Kai lakukan kepadanya. Ia merasa seperti terperangkap dalam jebakan Kai dan ia tahu kalau pria itu tidak akan dengan mudah melepaskannya. "Aku akan dengan senang hati menjaga rahasiamu, asalkan kamu memberikan apa yang aku mau," bisik Kai lagi di telinga Mika. Mika membuka matanya perlahan dan kembali menatap Kai yang ternyata sudah sangat dekat dengannya. "T-tapi aku takut Eros mengetahuinya," balas Mika berusaha menolaknya. Kalau Eros mengetahuinya, tentu saja itu akan menjadi mimpi buruk untuknya dan keluarganya. "Tenang saja, aku pastikan dia tidak akan mencurigai kita.""Atau aku biarkan saja dia tahu, agar kamu bisa bersamaku?" Mata Mika terbelalak terkejut dan dia segera menggelengkan kepalanya dengan kencang. "Tidak, Kai. Aku mohon jangan lakukan
Setelah pulang dari pesta pernikahannya dengan Eros, akhirnya Mika sampai di rumah Eros. Rumah yang akan ia tinggali selama menikah dengan Eros dan mungkin Mika akan menghabiskan seumur hidupnya di rumah ini bersama pria yang sama sekali ia tidak cintai. "Apa ini rumahmu sendiri?" tanya Mika memecah keheningan diantara mereka karena sejak dari mobil tadi, Eros hanya diam dan sama sekali tidak mengajaknya berbicara. Mika juga mengira mereka akan tinggal bersama Tuan Ergan, jadi ia terkejut karena ternyata Eros tidak tinggal di rumah keluarganya. "Iya, aku sudah lama membelinya. Orang sepertimu tidak akan mampu membeli rumah sendiri, kan?" Eros membalas pertanyaannya tapi jawabannya membuat Mika langsung terdiam."Apa maksudmu?" tanya Mika berpura-pura tidak mengerti, ia hanya memastikan apa yang ia dengar tadi. "Orang sepertimu,” jawab Eros sembari menunjuk Mika dan tersenyum menghina. "Orang yang rela menjual dirinya sendiri demi uang
Setelah selesai sarapan, Eros beranjak bangun dari duduknya. Ia harus segera pergi ke kantor. "Aku sudah terlambat, aku harus pergi ke kantor sekarang." Mika ikut beranjak bangun dan segera membereskan piring di meja makan."Aku akan pulang malam karena ada makan malam dengan klien," lanjut Eros lagi. "Bukan karena ingin menikmati waktu dengan wanita lain?" timpal Kai, ia menopang dagunya dan menatap Eros dengan tatapan jahilnya yang membuat Eros mendengus. Ia tahu kalau temannya itu sedang membuat lelucon dan berusaha menggodanya. "Tentu saja bukan! Aku adalah suami yang baik," balas Eros. Ia berjalan melewati Kai lalu meninju pelan lengan Kai. "Berhenti mengatakan omong kosong seperti itu, Kai. Aku takut Mika akan mempercayainya." "Tenanglah, aku hanya bercanda.""Mika," panggil Eros tiba-tiba. Mika yang sedang merapikan meja makan segera menatap ke arah Eros. "Pergilah berbelanja hari ini, aku akan mengirimkan uangnya.""Ba
"Ayo pergi sekarang, kamu harus berbelanja, kan? Biar aku temani." Kai dengan cepat beranjak bangun dan mengambil handuk yang ia pakai tadi. Dan Mika cukup terkejut karena Kai tidak lagi menyentuhnya. "Cepat ganti pakaianmu, aku tunggu di depan rumah." Setelah mengatakan itu, Kai melangkah pergi ke depan rumah. Meninggalkan Mika yang masih terduduk dan merasakan kalau jantungnya mulai berdebar.Tidak ingin membuat Kai menunggu, Mika segera mengganti pakaiannya dan menghampiri Kai yang sudah menunggunya di mobil. 20 menit perjalanan mereka sampai di pusat perbelanjaan. Mika sibuk memilih bahan makanan dan barang yang ia butuhkan karena Eros juga menyuruhnya untuk membeli sesuatu yang ia butuhkan. Kai yang menemaninya, terus mengikuti wanita itu sembari terus menatapnya. "Kalau kamu memilihku, mungkin kamu tidak harus bertahan dengan Eros,” ujar Kai tiba-tiba ketika Mika sibuk berbelanja. Ia menoleh pada Kai sebentar lalu mendengus karena merasa
Setelah melakukannya, mereka berdua terbaring di atas sofa. Entah kenapa berada di pelukan Kai membuat Mika melupakan semua kesedihan setelah menikahi Kai. Ia merasa aman dan nyaman berada di pelukan Kai dan Kai juga memeluk tubuh Mika erat seolah enggan melepaskannya. "Apa lehermu masih sakit, Mika?" tanya Kai, ia terus menatap lebam di tubuh Mika dengan perasaan khawatir dan mengelusnya dengan lembut."Tidak, sudah tidak apa-apa," jawab Mika. Ia tidak menyangka kalau Kai masih mengkhawatirkan lebam di tubuhnya dan sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari lebam itu. "Apa perlu aku belikan obat agar lebamnya hilang?" tawar Kai tapi Mika langsung menggelengkan kepalanya menolak. "Ayo kita makan malam. Makanannya sudah dingin." Mika tiba-tiba saja melepaskan pelukan Kai dan hendak melangkah pergi ke dapur. Namun, suara deringan telepon terdengar dari ponsel Kai yang tergeletak di atas lantai. Kai ikut beranjak bangun dan mengangkat telepon yang ternyata dari asistennya. Sedang
"Eros, kamu sudah pulang? Apa kamu mau makan? Biar aku panaskan makanannya,” ucap Mika ketika ia terbangun dari tidurnya dan sadar kalau Eros sudah pulang. Namun Eros tetap berdiri di depan pintu dengan tatapan tajamnya yang terus mengarah pada Mika. “Siapa yang menyuruhmu tidur di tempat tidur?” tanya Eros lagi, pria itu terdengar sedikit menakutkan dan Mika yang tidak mengerti hanya bisa mengerutkan keningnya karena bingung. Dari nada suaranya, Eros sepertinya sedang mabuk.“Apa maksudmu? Aku tidak tahu harus tidur di mana, jadi aku tidur di sini,” jawab Mika dengan sedikit gelagapan. “Siapa yang menyuruhmu tidur di tempat tidurku, sialan!” teriak Eros marah. “Sangat menyenangkan, bukan, tidur di tempat tidur orang lain? Kamu benar-benar tidak punya rasa malu.”“A-aku hanya beristirahat sebentar setelah mandi tadi, dan aku tidak tahu harus tidur di mana.” Mika menjawabnya lagi memberanikan diri karena ia memang tidak merasa kalau dirinya melakukan kesalahan tapi tentu saja Eros ti