Share

Bermain Api Dengan Tuan Mafia
Bermain Api Dengan Tuan Mafia
Penulis: Damon Salvatore

01. Perjodohan dan Pria Asing Di Club Malam

"Apa? Menikah? Ibu, aku masih kuliah sekarang. Bagaimana bisa aku menikah?" teriak Mika terkejut. Ia baru saja pulang dari kampus dan tiba-tiba mendapatkan permintaan gila dari ibunya.

"Mika! Ini demi perusahaan ayahmu. Apa kamu mau melihat keluarga kita bangkrut?" ucap ibunya dengan isak tangis yang membuat Mika perlahan merasa bersalah.

"Aku akan mencari kerja," ujar Mika dengan suara tegas, tapi bukannya setuju, ibunya malah terus menangis.

"Kamu kira hutang kita dan biaya ganti rugi hanya sedikit?” isak ibunya. "Lagipula pria yang akan menikah denganmu juga pria yang baik dan berasal dari keluarga yang sangat kaya!”

"Tapi, Bu—" 

Tiba-tiba wanita paruh baya itu berlutut di depan Mika, memohon agar anaknya mau mengikuti apa yang mereka inginkan. Mika tentu saja terkejut, ia lekas menarik tangan ibunya untuk berhenti berlutut kepadanya.

"Ibu, kenapa kamu sampai melakukan ini?" suara Mika bergetar. Ia benar-benar sedih dan tidak suka melihat ibunya begitu putus asa.

"Mika, Ibu mohon padamu. Hanya kamu yang bisa menyelamatkan keluarga kita." Ibunya menangis tersedu-sedu, membuat Mika jadi tega untuk terus mendebat. 

Beberapa waktu belakangan ini kondisi keuangan keluarga mereka memang cukup memprihatinkan. Kehidupan mewah yang dulu sempat mereka rasakan perlahan berkurang hingga nyaris tak ada yang tersisa. Orang tuanya sudah berusaha mencari investor ke sana-sini, tapi mereka tidak juga mendapatkan kabar baik. Sedangkan ada banyak karyawan yang tetap harus diberi gaji. 

Keuangan mereka semakin terpuruk dan mungkin pernikahan bisnis ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan mereka dalam waktu singkat.

"Baiklah. Tolong berhenti menangis, aku akan membantu ibu dan ayah." Akhirnya Mika menyerah. Dia tidak punya banyak pilihan. Sekeras apapun menolak, pada akhirnya dia akan tetap menikah dengan pria yang bahkan belum pernah dia temui itu.

"Terima kasih, Mika. Dan maafkan ibu karena tidak bisa menjadi orang tua yang baik untukmu." 

Mika hanya menggelengkan kepala dan memeluk ibunya dengan erat. Tak kuasa menahan air matanya lagi, Mika menangis di pelukan ibunya. Belum apa-apa, dia merasa sudah kehilangan mimpinya demi pernikahan ini.

Jam sudah menunjukan pukul 12 malam, tapi Mika tidak bisa tidur sama sekali. Karena ingin melupakan rasa sedihnya, Mika memutuskan untuk menyelinap pergi ke suatu tempat. Keadaan rumah sudah sepi, semua lampu sudah dimatikan. Sebuah pertanda kalau penghuninya sudah terlelap.

Sepuluh menit berjalan kaki, Mika tiba di sebuah klub malam. Mungkin ini satu-satunya tempat dimana perasaannya bisa tenang dan dia bisa berhenti memikirkan pernikahannya.

Mika masuk ke dalam dan langsung memesan minuman. Dia duduk di kursi bar, memandang sekitar yang tampak menikmati waktu masing-masing. Hingar-bingar musik yang memekakkan telinga seketika meredam suara-suara dalam benaknya. 

Gadis itu segera menenggak tequila yang ia pesan. Tidak butuh waktu lama, gelas kacanya sudah tandas. Mika mendesah puas. Saat ini, hanya alkohol yang bisa membuatnya merasa tenang meski hanya sesaat. Mika tidak ingin memikirkan apapun. Dia ingin tenggelam dalam momen ini, sebelum esok ia harus menghadapi kenyataan. 

"Tolong satu gelas lagi." Mika melepas mantel yang dikenakannya dan memperlihatkan tubuhnya yang dibalut gaun hitam. Penampilannya seketika menarik perhatian para pria di sekitarnya.

Seseorang tiba-tiba duduk di sebelahnya tanpa Mika sadari. Pria itu sudah memperhatikan Mika sejak ia baru datang dan tenggelam dalam lamunan. 

"Apa kau sendirian, Nona?" Mika yang mulai mabuk karena sudah meminum tiga gelas tequila menoleh dan menatap pria yang duduk di sampingnya.

"Siapa?" tanya Mika.

"Haruskah kita berkenalan satu sama lain?" Pria itu mengulurkan tangannya mengajak Mika berkenalan. Dengan ragu-ragu, Mika menjabat tangan pria itu dan mencoba bersikap ramah.

"Mika," sahut Mika singkat setelah pria itu menyebutkan namanya. Mika tak terlalu memperhatikan, bahkan tidak mendengar jelas siapa nama pria itu.

"Namamu sangat cantik, seperti orangnya. Kenapa sendirian saja?" 

Mika terkekeh. Karena sudah mabuk, dia mulai bertingkah aneh. "Hmm… tak ada yang mau menemaniku,” keluhnya sedih. “Apa kamu mau?" Sebut saja Mika gila, tapi dia benar-benar sudah mabuk hingga dengan mudah percaya pada orang yang baru saja dia temui.

"Dengan senang hati. Apakah kamu ingin minum denganku di tempat lain? Aku akan mentraktirmu." 

Ajakan pria itu memang mencurigakan, tapi Mika sudah terlalu mabuk untuk menyadarinya. Pikiran yang semrawut membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih. Yang Mika tahu, dia hanya menginginkan kesenangan.

"Tentu!" Mika segera berdiri dari kursinya, tapi karena terlalu pusing, tubuhnya jadi tidak seimbang. Minuman yang dibawanya terjatuh dan tumpah ke pakaian seorang pria yang baru saja melewatinya.

"Astaga! Maaf! Aku tidak sengaja!" Mika berseru kaget, segera mengambil tisu dan hendak membersihkan baju pria yang ia tabrak. "Kepalaku sedikit pusing dan penglihatanku kabur jadi aku tidak bisa melihat dengan jelas," jelas Mika lagi dengan panik.

Pria itu terlihat kesal. Ia mengambil tisu dari tangan Mika dan membersihkan kemejanya sendiri.

"Itu karena kamu mabuk! Sudah tahu mabuk jangan berjalan-jalan dan membuat kekacauan!" 

Mika mengangkat kepalanya untuk menatap pria itu. Wajah tampan itu terlihat tegas dan dingin, ditambah tato di dadanya yang terbuka membuatnya terlihat seksi sekaligus menakutkan.

"Gosh, bajuku jadi basah sekarang!" Pria itu masih menggerutu kesal. Sementara Mika hanya bisa terdiam karena terkejut dan juga takut.

"Kau temannya?" Pria yang tadi berdiri di sebelahnya itu langsung melepaskan genggamannya dari Mika.

"Tidak, aku tidak mengenalnya!" Mika pun langsung oleng, dan sialnya ia terdorong ke arah pria menakutkan itu.

"Ma-maafkan aku!" kata Mika, berusaha menarik diri dari pria itu karena takut melihat wajahnya yang sangar. Tapi kakinya terasa tidak bertenaga sehingga Mika tidak bisa berdiri dengan tegak.

"Astaga, ini sangat menjengkelkan!" Pria itu hendak mendorong tubuh Mika, tapi seketika terpana saat bisa melihat wajah gadis itu dengan jelas. 

Wajah lugu dan kecantikan yang tidak biasa di hadapannya ini terlihat sangat memikat.

"A-aku akan mengganti rugi bajumu yang kotor. Tolong maafkan aku, Pak," kata Mika sambil membuang pandangannya ke arah lain, tidak berani menatap pria yang masih terus memperhatikannya. 

"Membayar kemejaku? Apakah wanita muda sepertimu bisa mengganti kemeja seharga sepuluh juta ini?" tanya pria itu dengan nada pongah sekaligus usil. Ia menarik sebelah sudut bibirnya saat melihat Mika membulatkan mata.

"Se-sepuluh juta? Kenapa sebuah kemeja bisa semahal itu?!" 

Pria itu tiba-tiba tertawa mendengar pertanyaan polos Mika. "Kenapa? Kamu tidak bisa membayarnya?" tanyanya. 

Mika mengangguk polos. "A-aku tidak punya uang sebanyak itu..." 

Pria tampan itu kembali menyeringai. Tangannya menarik pinggang Mika hingga jarak di antara mereka semakin menipis. 

"Lalu bagaimana kamu akan membayar kemejaku?" tanyanya dengan suara serak, tepat di dekat telinga Mika. 

Gadis itu merinding. Ia mendorong dada bidang yang terasa keras sekaligus hangat di bawah telapak tangannya. 

Tatapan mereka beradu. Keduanya tenggelam dalam keheningan yang entah kenapa membuat sesuatu dalam diri mereka membuncah. Seketika tubuh Mika terasa panas.

"A-aku akan melakukan apa saja, tapi aku tidak bisa memberimu uang," kata Mika tergagap. Tatapan intens pria itu benar-benar mampu melumpuhkan akal sehatnya.

Kai, pria asing itu, tersenyum miring. Kilatan matanya menunjukkan bahwa ia punya rencana. "Kamu akan melakukan apa saja untukku?" 

Mika mengangguk. Dia bisa melakukan apa saja selain—

"Bagaimana kalau kamu membayarku dengan tubuhmu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status