Davika masuk ke dalam kamar dan membereskan barang-barang miliknya. Ia mulai menata pakaian-pakaiannya ke dalam koper besar berwarna abu. Tak lupa ia juga membereskan pakaian Keenan --putra semata wayangnya yang baru berusia 5 tahun--.
Pikiran Davika mengawan ke mana-mana. Sekelebat memoar dua tahun lalu mulai bermunculan. Keluarga besar Davika menolak niatnya rujuk dengan Rafi. Memoar itu mulai menerobos masuk ke celah hatinya yang kini berlubang.
"Sampai mati pun Kakak enggak akan pernah setuju kamu rujuk dengan Rafi!" ucap Aldo penuh penekanan.
"Tante juga tidak setuju Vika! Buat apa kamu balik sama Rafi? Dia nggak pernah hargain kamu! Kamu lupa apa yang udah Rafi lakuin sama kamu?" Tante Nina --adik kandung Ibu Davika-- ikut melarangnya. Begitu pula dengan suami Nina dan beberapa sanak saudara lainnya. Semua menentang keputusan Davika.
"Kak, Tante, Om, tolong hargai keputusan Vika," pinta Davika setengah memelas.
"Mama juga tidak setuju Vika. Mama enggak rela! Mama enggak ridho kamu balik sama Rafi! Apa sih yang kamu harapkan dari Rafi? Rafi udah berkali-kali nyakitin batin dan fisik kamu! Hati Mama sakit Vika, melihat anak perempuan Mama satu-satunya disiksa sampai memar bahkan leher kamu penuh dengan bekas cakaran dan cekikan. Rasa sakit hati Mama nggak akan mudah hilang! Apalagi Mama baru tahu kalau selama ini kamu hanya diberi nafkah sepuluh ribu sehari! Rafi keterlaluan Vika! Mentang-mentang kamu hanya IRT, dia jadi seenaknya sama kamu! Padahal kamu juga bisa membiayai hidup kamu sendiri kalau Rafi mengizinkan kamu bekerja. Udah cukup penderitaan kamu karena dia Vika! MAMA ENGGAK RIDHO KALAU KAMU RUJUK SAMA RAFI!"
Suara Erna --Ibu Davika-- bergetar menahan amarah. Bulir-bulir bening meluncur di mata sayunya yang kini mulai menua. Ia benar-benar tidak ikhlas jika Davika kembali merajut bahtera rumah tangga dengan Rafi. Ia merasa terhina. Rafi benar-benar mempermainkan hidup anak gadisnya. Sejak awal ia memang salah menerima Rafi menjadi menantunya. Ternyata ikatan saudara jauh tak berpengaruh apa-apa pada hidup putrinya.
Rafi memang berengsek! Lelaki itu membuat putrinya yang polos ternoda sampai mengandung Keenan. Hingga akhirnya, mau tak mau Erna harus menikahkannya dengan Rafi yang saat itu baru saja bercerai dari istri pertamanya Nayla. Ia pikir Rafi akan menjadi suami yang baik untuk Davika. Namun ternyata, ia salah.
Pantas saja Nayla meminta cerai dari Rafi! Ternyata Rafi memang tak memiliki perangai baik! Belakangan ini baru terbongkar alasan Nayla meminta cerai dari Rafi karena Rafi sering melakukan KDRT. Rafi juga sering menuntut Nayla untuk selalu tampil cantik dan sempurna di depan teman-teman genk mobilnya. Ternyata perilaku buruk itu, ia lakukan juga pada Davika. Perilaku buruk yang sebenarnya diketahui oleh keluarga besar Rafi. Akan tetapi, semua anggota keluarga seolah menutup mata dan menutupi semua kesalahan Rafi. Hal itu lah yang membuat Erna dan keluarga besarnya semakin geram.
"Ma, kasih kesempatan Kak Rafi sekali aja! Vika mohon, Vika yakin Kak Rafi akan berubah. Dia udah janji sama Vika, Ma. Mama lihatkan? Selama dua bulan ini Kak Rafi udah nunjukin keseriusannya buat rujuk sama Vika. Dia juga perhatian sama Keenan. Selalu ajak Keenan main, jalan-jalan, ngasih semua yang Keenan mau. Kak Rafi juga udah minta maaf sama Vika, Ma. Vika mau maafin Kak Rafi demi Keenan, Ma."
Davika yang dibutakan cinta dan harta memelas pada Erna. Tak menampik Davika--yang saat itu masih berusia 23 tahun-- tergoda dengan kemewahan yang dijanjikan Rafi. Apalagi setelah mereka bercerai Rafi malah semakin di atas angin. Lelaki berusia 27 tahun itu mendapatkan hadiah mobil dan moge dari orang tuanya setelah bercerai dari Davika. Rafi juga selalu berusaha merebut hati Davika dengan memberikan perhatian lebih pada Keenan.
"Pokoknya sekali TIDAK tetap TIDAK Vika! Mama enggak akan pernah setuju kamu balikan sama Rafi!" tekan Erna.
"Kakak juga nggak setuju Vika! Kamu itu bego apa tolol sih? Bisa-bisanya masih tergoda rayuan si berengsek Rafi! Lupa kamu kalau dia juga udah selingkuh dari kamu?" teriak Aldo emosi.
“Kak, ini hidup Vika. Vika berhak menentukan jalan hidup Vika sendiri. Vika mau maafin Kak Rafi. Vika nggak mau egois, Keenan lebih butuh Mami dan Papinya! Vika nggak mau Keenan ngerasain jadi anak broken home seperti kita!”
Plak! Sebuah tamparan melayang di pipi Davika. Aldo menamparnya.
"Jangan samakan Papa dengan Rafi!" Kilatan amarah terpancar di mata Aldo.
"Kenapa? Papa sama Mama pisah juga karena Papa selingkuhkan? Apa bedanya?" bentak Davika sarkastik.
"Papa enggak pernah nyiksa Mama! Papa juga tanggungjawab dengan hidup kita! Papa juga selalu ngasih nafkah Mama! Enggak kayak si bajingan Rafi!" sanggah Aldo. Mata lelaki itu memancarkan bara api.
"Kalau Mama, Kakak, dan keluarga besar kita enggak setuju, aku akan minta persetujuan Papa!" jawab Davika lantang.
"Silakan! Mama yakin Papa kamu juga enggak akan setuju!" gertak Erna. Ia tak habis pikir dengan pemikiran anak gadisnya. Apa yang Davika harapkan dari Rafi? Rafi sangat jauh dari kata baik. Ia sama sekali tidak cocok dijadikan imam.
"Pokoknya aku akan tetap rujuk dengan Kak Rafi dengan atau tanpa restu dari kalian!" Davika yang labil tetap bersikukuh dengan keputusannya. Ia tidak peduli dengan perasaan Mama, Papa, Kakak, dan keluarga besarnya. Egonya lebih tinggi dibandingkan akal sehatnya.
"SILAKAN! SEKALI KAMU KELUAR DARI RUMAH INI UNTUK KEMBALI BERSAMA RAFI, KAMU BUKAN KELUARGA KAMI LAGI! Kami enggak akan pernah lagi peduli dengan apa pun yang terjadi dengan hidup kamu!" Ancaman Aldo sama sekali tidak menurunkan niat Davika. Perempuan itu tetap bulat dengan keputusannya. Ia pergi meninggalkan keluarganya demi Rafi.
"Mami lagi ngapain?" tanya Keenan setelah melihat Ibunya membereskan pakaian miliknya. Keenan baru saja pulang les berenang ditemani oleh Mbak Rum --asisten rumah tangga di apartemen Rafi dan Davika--.
"Kok baju Keenan dimasukin koper? Kita mau liburan ya, Mi?" tanya Keenan lagi. Anak lelaki berkulit putih itu semakin penasaran karena Ibunya hanya diam dan matanya terlihat sembap.
"Mami habis nangis ya?" celoteh Keenan. Davika masih enggan menjawab pertanyaan anak semata wayangnya. Mata perempuan itu masih menerawang jauh entah ke mana.
"Kok Mami enggak jawab pertanyaan Keenan sih? Keenan lagi ngomong lho sama Mami." Keenan mulai merajuk.
"Mami jangan diem aja! Mami berantem lagi ya sama Papi?" Berbagai pertanyaan muncul di mulut Keenan tanpa bisa dicegah. Sejak kecil Keenan memang sudah terbiasa melihat pertengkaran antara Davika dan Rafi.
"Mami jawab Keenan...." Keenan menggoyang-goyangkan tangan Davika. Davika menoleh dan mulai tersadar dari lamunannya.
"Eh, anak Mami udah pulang. Gimana renangnya seru?" tanya Davika masih dengan pikiran kalutnya. Bibir wanita itu melengkungkan senyuman yang terkesan dipaksakan.
"Ih, Mami. Keenan tanya apa, Mami jawabnya apa. Enggak nyambung!" Anak lelaki itu merengut.
"Tadi Keenan tanya apa? Maaf, Mami kurang fokus, Sayang," bujuk Davika lembut. Davika mengganjur napas dengan sekali tarikan, berharap hal itu bisa menenangkan gemuruh petir yang beriak di hatinya.
"Kita mau ke mana? Kok, Mami beresin baju Keenan?"
"Kita mau liburan di rumah Nenek," jawab Davika setenang mungkin. Wanita muda itu menatap Keenan dengan hati teriris. Sesungguhnya, ia tak mau Keenan menjadi anak broken home seperti dirinya. Dulu papa dan mamanya berpisah saat ia sudah beranjak dewasa, tepatnya kelas XII. Akan tetapi Keenan? Rasanya anak lelakinya itu terlalu kecil untuk kehilangan kasih sayang kedua orangtuanya.
"Beneran, Mi?" Mata Keenan berbinar. "Emangnya Papi ngizinin Mi? Papi enggak akan marah kalau kita ke rumah Nenek?" tanya Keenan lagi.
"Iya dong, Papi ngizinin kita. Keenan sama Mami boleh liburan lama banget di rumah Nenek." Davika berusaha tetap tersenyum di depan putra kecilnya. Padahal, sesak itu semakin menggerogoti dada dengan begitu hebatnya.
"Asyik!" teriak Keenan. Ia meloncat-loncat di kamar dengan senyum gembira. Davika menggigit bibir bawahnya, menahan entakan air mata yang mendesak ingin keluar. Ia mencoba menguatkan hatinya. Ia semakin takut dengan reaksi keluarga besarnya saat ia pulang nanti.
================
"Duduk,Vik." Devanno menatap istrinya yang baru saja masuk dan membuka pintu kamar. Davika langsung menghampiri Devanno dan terduduk di samping lelaki berhidung bangir itu sesuai dengan perintah imamnya. Dengan jantung yang bertalu, Devanno meraih kedua tangan wanitanya dan menatap Davika dalam. "Vik, thanks ya kamu udah mau jadi istriku."Devanno mengucapkan kalimat itu seraya mencium punggung tangan istrinya. "Kamu tahu, Vik, memilikimu adalah salah satu anugerah terbesar yang Allah berikan untukku. Aku akan selalu memastikan tak ada air mata yang akan kamu keluarkan di dalam bahtera rumah tangga kita." Lagi, lelaki tampan berlesung pipi itu menyunggingkan senyuman secerah mentari pagi sehingga membuat ketampanannya naik berkali-kali lipat."Makasih juga buat kesabaranmu menanti hatiku terbuka untuk menerima kamu, Van," balas Davika seraya tersenyum tulus."Aku enggak keberatan nunggu kamu, Vik. Jauh di dalam sini selalu ada namamu dalam doaku." Devanno menunjuk ke dadanya seray
Bab 48 : Happy EndingPesta pernikahan itu berlangsung dengan sangat meriah. Pernikahan Davika dan Devanno dilangsungkan di sebuah gedung pernikahan terkenal daerah Bandung dengan mengusung konsep mewah dan elegan. Dekorasi utama gedung pernikahan tersebut menggunakan perpaduan warna gold dan hitam. Dari arah pintu masuk, para tamu undangan disuguhkan dengan foto-foto pre-wedding Davika dan Devanno dengan bermacam-macam pose jarak jauh tanpa bersentuhan. Walaupun tanpa bersentuhan, foto-foto itu tetap menarik perhatian dan memberikan kesan mendalam bagi orang yang melihatnya. Jika diamati, pose-pose itu menyiratkan bagaimana perjuangan Devanno memendam perasaan selama hampir lima tahun lamanya pada sosok Davika. Foto terakhir menampilkan remake pose saat Davika menerima lamaran Devanno di depan kantor La Moda.Saat memasuki aula utama, para tamu yang hadir disuguhkan dengan pemandangan dekorasi pernikahan yang memikat mata. Lampu gantung berwarna gold panjang menjuntai menghiasi lang
Bab 47 : Mengejar Restu Devanno mengantar Davika pulang selepas makan bersama. Lelaki berhidung mancung itu tersenyum semringah selama perjalanan mengantarkan Davika ke kediamannya yang berada di sebuah cluster mewah daerah Dago. Senyuman semanis gula-gula tercetak sempurna di bibir lelaki tampan itu. “Aku pulang dulu ya, Vik. Besok aku jemput lagi.” “Enggak usah, Van. Besok aku bisa naik go-car atau grabcar,” tolak Davika. Ia tidak mau bergantung atau menyusahkan Devanno.“Lho kok punya punya calon suami malah pengen naik ojek online.” Devanno mencebik.“Belom resmi, di restoran kan aku udah bilang kamu minta izin dulu ke orangtuamu dan minta izin pada mamaku dan Kak Aldo. Kalo udah dapet restu, baru deh beneran jadi calon suami.” Kalimat yang diucapkan Davika memang lembut dan tanpa tekanan. Akan tetapi rasanya langsung menohok Devanno. Perempuannya ini memang paling pintar mendebat apa pun yang diucapkan Devanno.“Iya-iya, secepatnya aku minta izin. Besok pun kalau kamu minta ak
Bab 46 : Berbuah Manis Tak mau berlama-lama, Davika langsung menyambar ponsel dan tasnya menuju lobi kantor La Moda. Ia penasaran dengan apa yang dikatakan Raissa tentang kedatangan Devanno. Bagaimana mungkin Devanno datang sebagai tunangannya? Dalam rangka apa? Kenapa ekspresi Raissa harus mengulum senyum seperti tadi? Berbagai pertanyaan menari-nari di kepala Davika.Wanita cantik bertubuh proporsional itu segera menekan lift menuju lantai dasar. Hari ini Davika terlihat lebih anggun dengan setelan outer blazer berbahan dasar katun tweed motif kotak-kotak berwarna dasar putih, cream, dan cokelat susu. Blazer itu dipadukan dengan rok slimfit berwarna cokelat tua berbahan dasar leather. Di kaki jenjangnya terpasang sepatu boots berwarna putih membuat penampilannya semakin terkesan berkelas. Wajah selebgram sekaligus owner butik La Moda itu tampil segar dengan konsep make up natural look. Wajah nge-glazed-nya dilapisi beberapa produk make up dari brand B Erl Cosmetics. Salah satu pro
Bab 45 : Aksi Percomblangan“Papi ….” Sejenak Rafi menggantungkan kalimatnya, terasa berat. Namun, apa boleh buat. Pada akhirnya Rafi memang telah kalah, kalah dari permintaan sederhana Keenan. Setitik air kembali terjatuh di pelupuk matanya. Baiklah asalkan Keenan mau kembali ke pelukannya, Rafi akan menghapus keinginannya untuk kembali merajut kasih dengan Davika. Setidaknya Rafi bisa memperbaiki hubungannya dengan Keenan dan menyelamatkan garis keturunan keluarga besarnya. Rafi menghidu napas beberapa kali sebelum menjawab pertanyaan Keenan.“Papi janji, Papi enggak akan ganggu Mami Keenan lagi.” Dengan hati yang patah, akhirnya Rafi melontarkan janjinya pada putra semata wayangnya. Janji yang sebaiknya tak Rafi ingkari, jika tak ingin berimbas pada kepercayaan Keenan padanya. Terasa sangat berat, tetapi rasanya sedikit melegakan. Karena buah dari janjinya, Keenan kembali bersikap manis padanya. “Keenan pegang janji Papi, ya. Keenan harap Papi akan menemukan kebahagiaan lain, m
Bab 44 : Kejujuran Keenan“Kangen?" Keenan tersenyum mengejek dan menggantung kalimatnya membuat udara yang Rafi hirup semakin terasa menyesakkan. “Rasa itu udah lama hilang semenjak Papi melupakan Keenan dan Mami sepuluh tahun lalu."Anak lelaki itu menatap ayahnya dalam. Kali ini tanpa air mata atau pun rasa sesak yang membelit dada. Keenan sudah berhasil melepaskan beban luka di pundaknya. Ia bisa dengan tegar memandang sang ayah tanpa rasa takut atau pun trauma. Keenan sudah bertekad untuk melepaskan masa lalu, agar ibunya pun bisa melakukan hal yang sama."Keenan akui, dulu saat Keenan masih TK atau SD mungkin sampai kelas tiga Keenan masih sering merindukan Papi. Sampai-sampai Keenan sering bolak-balik masuk rumah sakit karena asma Keenan kambuh tiap kali Keenan ingin bertemu Papi.” Bayangan luka masa lalu itu mulai mengoyak pertahanan Keenan. Kilasan-kilasan memoar itu berkelindan di kepala menyisakan pil pahit yang terasa menempel di kerongkongan.“Seiring berjalannya waktu,