"Sini kamu!" Aldo menyeret lengan Davika dengan kasar. Bara amarah terpancar dari mata lelaki itu.
"Ngapain kamu pulang ke rumah? Setelah Rafi udah udah enggak butuh sama kamu, baru kamu inget sama keluarga gitu? Picik banget ya kamu, Vik. Urus aja urusan kamu sendiri! Enggak usah pulang-pulang lagi ke sini!" Ucapan Aldo terdengar keras dan kasar. Lelaki itu masih tak menerima jika Davika harus dimaafkan dengan begitu mudahnya setelah membuang keluarga hanya demi kembali bersama dengan Rafi. Adiknya itu perlu diberikan pelajaran supaya tak mengulang kesalahan yang sama.
"Kak, maafin Vika. Dulu Vika bener-bener bodoh meninggalkan kalian hanya untuk Kak Rafi. Kali ini aja tolong maafin Vika. Kalau Kakak usir Vika kayak gini, Vika harus ajak Keenan pergi ke mana lagi? Cuman kalian keluarga yang Vika miliki."
Bulir air mata turun bersamaan dengan penyesalan Davika. Kakaknya memang benar, ia terlampau bodoh karena rela meninggalkan keluarga hanya demi hidup mewah bersama Rafi. Nyatanya, kemewahan itu tak pernah ia dapatkan karena setelah rujuk pun Rafi tak ada perubahan. Ia masih memberikan jatah uang belanja sepuluh ribu rupiah saja.
Kemewahan yang Rafi tunjukkan selama masa pendekatan ketika ia ingin rujuk hanya bisa Davika dapatkan di dalam dunia media sosial. Rafi memang terkadang mengajaknya makan di luar atau berbelanja mainan untuk Keenan. Namun, untuk uang yang murni Davika pegang hanya sepuluh ribu rupiah saja. Rafi jug tak mengizinkan Davika bekerja meski wanita itu sebenarnya lulusan S1Manajemen Bisnis.
"Nah itu sadar kalau kamu enggak punya siapa-siapa selain Mama, Kakak, dan Irvan. Mana sekarang si Rafi, tetep ada di samping kamu enggak? Enggak kan? Kakak yakin kamu sekarang pulang pasti karena diusir atau mungkin udah ditalak oleh si berengsek Rafi! Makanya cewek tuh jangan tolol! Jatuh cinta boleh bego jangan! Tolol banget lo masih berharap si berengsek Rafi bisa berubah. " Aldo menunjuk-nunjuk ke arah kepala Davika dengan dada naik turun. Lelaki itu masih saja takpuas meluapkan emosinya di hadapan sang adik.
Sebagai kakak yang sangat menyayangi adiknya, tentu saja Aldo geram dengan tingkah bodoh yang Davika pilih. Kenapa dia punya adik sebodoh Davika? Bagi Aldo perbuatan Rafi dua tahun lalu, sudah cukup untuk diproses di kantor polisi. Namun, adik bodohnya itu malah memaafkan si berengsek Rafi. Bayangkan, Davika sampai dirawat di rumah sakit karena memar-memar yang muncul akibat siksaan Rafi.
"Lo tuh adik paling stupid dan idiot tau enggak! Udah ada keluarga yang beneran sayang sama lo, malah lo tinggalin cuman karena tergoda bujuk rayu si Rafi. Gue, Mama, Irvan, dan semua keluarga besar bener-bener enggak ngerti sama jalan pikiran lo!" Gumpalan amarah masih saja menaik turunkan dada Aldo. Ia marah karena ia sayang pada Davika.
"Kakak bebas cacimaki Vika karena Vika juga sadar diri dengan semua kesalahan yang udah Vika lakuin ke Mama, Kakak, Irvan dan semua keluarga besar. Vika benar-benar menyesal, Kak. Maafin Vika." Wanita berusia 25 tahun itu kembali terisak.
"Gampang banget ya lo minta maaf! Lo pikir dengan kata maaf bisa balikin keadaan kayak semula? Enggak bisa! Lo tahu enggak gimana kondisi Mama saat lo tinggalin hah? Mama sampe dirawat di rumah sakit dan lo dengan entengnya memutus semua akses komunikasi dengan keluarga! Pinter banget kan lo! Lo pikir lo bisa ada di dunia ini karena si Rafi? Enggak Vik! Lo bisa hidup sampe sekarang karena ada Mama sama Papa. Dosa lo tuh udah terlalu banyak tahu enggak!"
Mendengar ucapan-ucapan Aldo, Davika semakin sesenggukan. Semua ucapan Aldo memang benar. Ia adalah makhluk paling berdosa di sini, mempermalukan keluarga karena hamil di luar nikah, mengabaikan ridho orangtua saat ingin rujuk dengan Rafi, bahkan ia sampai tidak tahu jika sang ibu dirawat di rumah sakit akibat ulahnya. Ah, sungguh pantas Aldo melampiaskan amarah padanya.
Awan hitam bergumul dan mulai berjatuhan menjadi hujan, memenuhi rongga dadanya yang kian terasa sesak. Entah berapa banyak bulir air mata yang ia keluarkan hari ini. Davika mulai merasakan pening yang luar biasa, kepalanya berdenyut hebat, dan tiba-tiba semua berubah jadi gelap.
"Vika!" teriak Erna. Wanita itu langsung berhambur menghampiri putrinya yang jatuh pingsan.
"Al, kamu udah keterlaluan menyudutkan Vika. Cepet bantu Mama!" perintah Erna.
"Aldo enggak salah, Ma! Vika emang pantas diberi pelajaran. Cewek stupid kayak dia tuh enggak bakalan sadar-sadar kalau enggak dikerasin! Mama jangan terlalu baik lah sama dia, biar dia introspeksi diri dulu. Aldo kayak gini tuh karena Aldo sayang dan peduli sama dia, Ma! Kalau Aldo enggak peduli, Aldo enggak akan marah sama dia."
"Iya Aldo, Mama ngerti, tapi sekarang Mama perlu bantuan kamu. Cepet angkat Vika! Bawa dia ke kamarnya." Sekali lagi, Erna meminta Aldo untuk menolong Davika. Aldo langsung mengangkat tubuh ringan adiknya. Lelaki itu mengernyit karena di matanya, Davika terlalu kurus. Ditatapnya wajah pucat sang adik, berbagai pertanyaan bermunculan di kepalanya. Sebenarnya apa lagi yang dilakukan Rafi pada adik perempuannya itu? Kenapa adiknya bisa sekurus ini?
Saat Aldo masuk ke kamar, ia langsung diberondong oleh pertanyaan-pertanyaan Keenan.
"Om Aldo, Mami ketiduran ya? Kok digendong?" tanya si kecil Keenan.
"Iya nih, Mami kecapaian makanya tidur. Keenan main lagi sama Om Irvan ya! Om Aldo mau ngobrol dulu sama Nenek." Aldo berusaha bersikap sewajar mungkin di depan Keenan. Ia juga berharap semoga Keenan tidak mendengarkan keributan yang ia ciptakan barusan.
"Oke deh! Om jagain Mami ya!" pinta Keenan.
Sepeninggalan Keenan, Aldo langsung berbicara serius dengan Erna, ibunya. Erna menceritakan apa yang terjadi pada Davika. Aldo semakin naik pitam tatkala mendengar penjelasan Erna. Gila! Rafi benar-benar laki-laki tidak waras yang pernah Aldo kenal. Ia benar-benar menyesal telah menyetujui pernikahan Rafi dan Davika dulu. Ah, andai ia tahu lebih awal Davika dan Rafi yang berpacaran diam-diam, tentu kehamilan Davika bisa dihindari dan permasalahan hidup Davika takkan pernah terjadi.
"Jadi dia talak Vika hanya karena status i*******m? Freak! Rafi bener-bener cowok saiko!" umpat Aldo. Ia benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Rafi. Di mata Aldo, Rafi adalah manusia minus akhlaknya.
"Aldo yakin ini hanya alasan yang Rafi buat-buat, Ma. Enggak logis banget kalau dia marah besar dan berani menalak Vika hanya karena hal itu. Aldo yakin si mata keranjang itu punya selingkuhan di belakang Vika. Mama inget kan waktu Vika mengalami KDRT? Alasan utamanya karena Vika curiga Rafi punya tambatan hati lain selain dirinya. Dasar Vikanya aja yang idiot masih mau memaafkan si buaya Rafi!" Lagi amarah Aldo semakin tersulut. Percikan-percikan api itu lambat laun menguras habis rasa percayanya pada Rafi. Padahal sebelum Davika dan Rafi menikah, Aldo sangat dengan lelaki berengsek itu.
"Mama juga sangat marah Al, tapi sikap kamu sama Vika udah keterlaluan. Melunaklah sedikit Nak, kasihan adikmu. Masa sudah jatuh harus tertimpa tangga pula? Kamu enggak kasihan sama dia? Lihat sampai pingsan begini." Sambil berbicara, Erna dengan telaten mengisapkan kayu putih di hidung Davika. Namun, wanita itu masih saja tak sadarkan diri. Wajahnya terlihat pucat pasi.
"Al, kayaknya ada yang salah dengan Vika. Berulang kali Mama mengisapkan kayu putih dia masih tetep enggak bangun. Cepet bawa dia ke rumah sakit!" teriak Erna panik.
=================
"Duduk,Vik." Devanno menatap istrinya yang baru saja masuk dan membuka pintu kamar. Davika langsung menghampiri Devanno dan terduduk di samping lelaki berhidung bangir itu sesuai dengan perintah imamnya. Dengan jantung yang bertalu, Devanno meraih kedua tangan wanitanya dan menatap Davika dalam. "Vik, thanks ya kamu udah mau jadi istriku."Devanno mengucapkan kalimat itu seraya mencium punggung tangan istrinya. "Kamu tahu, Vik, memilikimu adalah salah satu anugerah terbesar yang Allah berikan untukku. Aku akan selalu memastikan tak ada air mata yang akan kamu keluarkan di dalam bahtera rumah tangga kita." Lagi, lelaki tampan berlesung pipi itu menyunggingkan senyuman secerah mentari pagi sehingga membuat ketampanannya naik berkali-kali lipat."Makasih juga buat kesabaranmu menanti hatiku terbuka untuk menerima kamu, Van," balas Davika seraya tersenyum tulus."Aku enggak keberatan nunggu kamu, Vik. Jauh di dalam sini selalu ada namamu dalam doaku." Devanno menunjuk ke dadanya seray
Bab 48 : Happy EndingPesta pernikahan itu berlangsung dengan sangat meriah. Pernikahan Davika dan Devanno dilangsungkan di sebuah gedung pernikahan terkenal daerah Bandung dengan mengusung konsep mewah dan elegan. Dekorasi utama gedung pernikahan tersebut menggunakan perpaduan warna gold dan hitam. Dari arah pintu masuk, para tamu undangan disuguhkan dengan foto-foto pre-wedding Davika dan Devanno dengan bermacam-macam pose jarak jauh tanpa bersentuhan. Walaupun tanpa bersentuhan, foto-foto itu tetap menarik perhatian dan memberikan kesan mendalam bagi orang yang melihatnya. Jika diamati, pose-pose itu menyiratkan bagaimana perjuangan Devanno memendam perasaan selama hampir lima tahun lamanya pada sosok Davika. Foto terakhir menampilkan remake pose saat Davika menerima lamaran Devanno di depan kantor La Moda.Saat memasuki aula utama, para tamu yang hadir disuguhkan dengan pemandangan dekorasi pernikahan yang memikat mata. Lampu gantung berwarna gold panjang menjuntai menghiasi lang
Bab 47 : Mengejar Restu Devanno mengantar Davika pulang selepas makan bersama. Lelaki berhidung mancung itu tersenyum semringah selama perjalanan mengantarkan Davika ke kediamannya yang berada di sebuah cluster mewah daerah Dago. Senyuman semanis gula-gula tercetak sempurna di bibir lelaki tampan itu. “Aku pulang dulu ya, Vik. Besok aku jemput lagi.” “Enggak usah, Van. Besok aku bisa naik go-car atau grabcar,” tolak Davika. Ia tidak mau bergantung atau menyusahkan Devanno.“Lho kok punya punya calon suami malah pengen naik ojek online.” Devanno mencebik.“Belom resmi, di restoran kan aku udah bilang kamu minta izin dulu ke orangtuamu dan minta izin pada mamaku dan Kak Aldo. Kalo udah dapet restu, baru deh beneran jadi calon suami.” Kalimat yang diucapkan Davika memang lembut dan tanpa tekanan. Akan tetapi rasanya langsung menohok Devanno. Perempuannya ini memang paling pintar mendebat apa pun yang diucapkan Devanno.“Iya-iya, secepatnya aku minta izin. Besok pun kalau kamu minta ak
Bab 46 : Berbuah Manis Tak mau berlama-lama, Davika langsung menyambar ponsel dan tasnya menuju lobi kantor La Moda. Ia penasaran dengan apa yang dikatakan Raissa tentang kedatangan Devanno. Bagaimana mungkin Devanno datang sebagai tunangannya? Dalam rangka apa? Kenapa ekspresi Raissa harus mengulum senyum seperti tadi? Berbagai pertanyaan menari-nari di kepala Davika.Wanita cantik bertubuh proporsional itu segera menekan lift menuju lantai dasar. Hari ini Davika terlihat lebih anggun dengan setelan outer blazer berbahan dasar katun tweed motif kotak-kotak berwarna dasar putih, cream, dan cokelat susu. Blazer itu dipadukan dengan rok slimfit berwarna cokelat tua berbahan dasar leather. Di kaki jenjangnya terpasang sepatu boots berwarna putih membuat penampilannya semakin terkesan berkelas. Wajah selebgram sekaligus owner butik La Moda itu tampil segar dengan konsep make up natural look. Wajah nge-glazed-nya dilapisi beberapa produk make up dari brand B Erl Cosmetics. Salah satu pro
Bab 45 : Aksi Percomblangan“Papi ….” Sejenak Rafi menggantungkan kalimatnya, terasa berat. Namun, apa boleh buat. Pada akhirnya Rafi memang telah kalah, kalah dari permintaan sederhana Keenan. Setitik air kembali terjatuh di pelupuk matanya. Baiklah asalkan Keenan mau kembali ke pelukannya, Rafi akan menghapus keinginannya untuk kembali merajut kasih dengan Davika. Setidaknya Rafi bisa memperbaiki hubungannya dengan Keenan dan menyelamatkan garis keturunan keluarga besarnya. Rafi menghidu napas beberapa kali sebelum menjawab pertanyaan Keenan.“Papi janji, Papi enggak akan ganggu Mami Keenan lagi.” Dengan hati yang patah, akhirnya Rafi melontarkan janjinya pada putra semata wayangnya. Janji yang sebaiknya tak Rafi ingkari, jika tak ingin berimbas pada kepercayaan Keenan padanya. Terasa sangat berat, tetapi rasanya sedikit melegakan. Karena buah dari janjinya, Keenan kembali bersikap manis padanya. “Keenan pegang janji Papi, ya. Keenan harap Papi akan menemukan kebahagiaan lain, m
Bab 44 : Kejujuran Keenan“Kangen?" Keenan tersenyum mengejek dan menggantung kalimatnya membuat udara yang Rafi hirup semakin terasa menyesakkan. “Rasa itu udah lama hilang semenjak Papi melupakan Keenan dan Mami sepuluh tahun lalu."Anak lelaki itu menatap ayahnya dalam. Kali ini tanpa air mata atau pun rasa sesak yang membelit dada. Keenan sudah berhasil melepaskan beban luka di pundaknya. Ia bisa dengan tegar memandang sang ayah tanpa rasa takut atau pun trauma. Keenan sudah bertekad untuk melepaskan masa lalu, agar ibunya pun bisa melakukan hal yang sama."Keenan akui, dulu saat Keenan masih TK atau SD mungkin sampai kelas tiga Keenan masih sering merindukan Papi. Sampai-sampai Keenan sering bolak-balik masuk rumah sakit karena asma Keenan kambuh tiap kali Keenan ingin bertemu Papi.” Bayangan luka masa lalu itu mulai mengoyak pertahanan Keenan. Kilasan-kilasan memoar itu berkelindan di kepala menyisakan pil pahit yang terasa menempel di kerongkongan.“Seiring berjalannya waktu,