Share

Bab 5: Toxic Husband

"Vika, Mama pengen tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kalian?"

"Kak Rafi talak aku, Ma, hanya karena Vika update status i*******m ngucapin selamat atas kelahiran baby-nya Kak Aldo dan Kak Chika."

Davika menangkupkan kedua tangannya di wajah. Sesungguhnya ia bukanlah wanita yang tegar. Wanita itu mulai sesenggukan. Ia tak habis pikir jika rumah tangganya akan kandas hanya karena status I*******m. Konyol sekali bukan? Susah payah ia mengorbankan segalanya untuk Rafi, tetapi lelaki itu justru dengan mudahnya membuang Davika untuk alasan yang sama sekali tak masuk akal.

"Dia talak kamu hanya karena itu? Harusnya dari dulu kamu dengerin Mama, Kakak kamu, dan Tante Nina. Apa Mama bilang? Rafi tuh enggak akan pernah berubah!" geram Erna. Wanita cantik yang tak lagi muda itu menahan amarah yang membakar dada. Sesak, sakit, perih melihat nasib anak gadis satu-satunya mendapat perlakuan tak adil dari menantu kurang ajarnya. Rasanya Rafi tak puas-puasnya mempermainkan hati anak gadisnya.

“Vika juga enggak ngerti, Ma! Kenapa Kak Rafi tega melontarkan kata talak pada Vika.” Lagi, air mata itu luruh begitu saja di pipi mulusnya. Napas wanita itu tersenggal-senggal menahan sesak yang semakin membelit di dada. Mengapa Rafi begitu tega padanya? Tak cukupkah rasa sayang dan bakti yang Davika berikan pada Rafi selama ini?

Davika masih ingat dengan jelas bagaimana jatuh bangunnya ia berbakti pada Rafi. Satu bulan setelah melahirkan Keenan, Rafi memaksa Davika untuk menjalani diet ketat lantaran bobot tubuhnya melebihi standar yang Rafi harapkan. Rafi tak suka jika istrinya gemuk. Padahal saat itu Keenan lebih membutuhkan ASI dari ibunya. Davika sempat stress berat hingga ASI-nya tidak keluar dan Keenan dengan terpaksa meminum susu formula.

“Vik, Kakak udah daftarin kamu gym di Sylver Gym. Mulai besok, kamu udah harus mulai nge-gym dan jaga pola makan. Pokoknya kamu harus berhenti makan nasi dan segala hal yang banyak mengandung karbohidrat. Kakak enggak suka lihat penampilan kamu sekarang, kayak ibu-ibu umur 30 tahunan. Enggak cocok kalau lagi jalan sama Kakak, kayak keponakan jalan sama tantenya!” ujar Rafi di sore hari sepulang kerja dengan begitu pedasnya. Lelaki itu sama sekali tak memedulikan hati Davika yang bisa terluka akibat ucapannya. 

Rasanya seperti ada batu yang mengimpit jantung Davika. Hati wanita yang baru saja sebulan melahirkan itu serasa diremas-remas hingga hancur tak bersisa. Bukankah setiap wanita yang baru saja melahirkan tubuhnya akan membengkak? Kenapa suaminya tak bisa menerimanya? Tersinggung? Jelas Davika sangat tersinggung, apalagi ia hamil dan melahirkan pun karena ulah Rafi yang menggoda dan mengajaknya melakukan hubungan terlarang saat mereka belum terikat dalam hubungan pernikahan.

“Kak, aku baru sebulan melahirkan wajar kalau berat badanku belum ideal.” Davika menggulung rambut panjangnya sembarangan. 

Wanita itu sempat menatap cermin. Memang benar penampilan Davika saat ini sangat jauh dari kata cantik. Wajah kusam, jerawatan, double chin, rambut tak beraturan, tubuh bau ASI, berat badannya yang naik hampir 30 kg dari sebelum hamil. Ah, ia merasa insecure dengan dirinya sendiri. Jika dulu ia akan selalu berbau wangi, dengan rambut yang selalu rapi, dan penampilan modis, kali ini sebaliknya. Davika yang sekarang lebih memilih menggunakan daster atau piyama longgar karena kewajibannya sebagai Ibu yang harus menyusui Keenan.

“Makanya Kakak daftarin kamu gym biar berat badan kamu cepat ideal. Kamu enggak malu tiap ada yang nengokin Keenan, selalu pada bilang kalau aura kecantikanmu sudah hilang semenjak hamil dan melahirkan! Kakak sebagai suami kamu aja tersinggung dan merasa terhina! Masa iya kamu enggak? Kamu tuh harusnya sadar diri dan mulai merawat diri biar enggak dikatain lagi kayak gitu!” timpal Rafi semakin pedas dan memojokkan Davika. 

“Vika juga sakit hati, Kak, tapi ucapan Kakak jauh lebih pedas dan menyakitkan dibandingkan kata-kata mereka.” Davika menahan ucapannya hanya dalam hati. Ia tak mau pembicaraan ini berujung keributan. Apalagi semenjak melahirkan, ia tinggal bersama kedua mertuanya. Mertua yang akan selalu membela putranya dibandingkan menantunya.

“Bisa enggak kita tunda turunin berat badanku sampai Keenan usia enam bulan? Aku janji aku enggak bakalan ke mana-mana sampai berat badan aku ideal sesuai keinginan Kakak. Aku enggak sanggup kalau sekarang Kak. Kasihan Keenan kalau aku membatasi makanku. Gimana kalau nanti ASI-nya enggak lancar?” Davika berusaha menunda keinginan Rafi. Bukan, bukan karena ia malas berolahraga, tetapi ia tak mau buah hatinya menjadi korban keegoisan suaminya. Darah nifas saja masih keluar, mana mungkin ia langsung melakukan olahraga untuk menurunkan berat badannya.

“Alah udah deh enggak usah banyak alesan. Artis aja badannya bagus-bagus kok sehabis lahiran karena berani buat olahraga dan diet ketat!” cibir Rafi.

“Tapi aku bukan artis, Kak. Aku ibunya Keenan dan bayi itu berhak mendapatkan ASI eksklusif dariku,” timpal Davika berusaha mempertahankan pendapatnya. 

“Keenan masih bisa minum ASI asal kamu rajin memompanya dan kalau seandainya ASI kamu kurang bisa dicampur dengan susu formula terbaik. Mama sama Papa juga mampu membelikan susu formula terbaik untuk Keenan. Enggak mungkin juga mereka menelantarkan Keenan, cucunya.” Rafi tetap bersikeras dengan keinginannya.

“Ini bukan masalah harga susu formula, Kak. Aku ingin Keenan mendapatkan asupan terbaik dan asupan terbaik untuk Keenan hanya ASI. Aku cuman minta waktu enam bulan, sesusah itu kah Kak memberi Vika waktu?” Davika yang masih sensitif tiba-tiba menitikkan air matanya. Ia sangat kesal dengan suaminya dan amarahnya hanya bisa ia salurkan lewat tangisannya.

“Udah enggak usah lebay! Enggak usah drama pake nangis segala! Pokoknya mulai besok kamu harus mulai nge-gym. Kalau kamu enggak nurut, berarti kamu udah enggak berbakti pada Kakak sebagai suami,” tegas Rafi. Lelaki itu sama sekali tak peduli dengan air mata Davika yang semakin menderas.

Dengan terpaksa, Davika menerima keinginan Rafi. Memang benar, usaha Rafi berhasil. Dalam waktu tiga bulan Davika mendapatkan kembali tubuh idealnya dengan cara mengonsumsi susu diet dan melakukan gym seminggu tiga kali. Wanita itu juga dipaksa menahan nafsu makannya dengan ketat. Jika Davika melanggar, Rafi takkan segan-segan berkata kasar dan bermain tangan. 

Meski tubuhnya kembali ideal dan wajahnya kembali cantik seperti saat gadis dulu, tetapi hati Davika tak benar-benar bahagia. Bahkan di awal-awal ia diet ketat, Davika sempat mengalami baby blues syndrom meski dalam kategori ringan. Wanita itu sempat mengabaikan Keenan karena merasa Keenan lah penyebab penderitaannya sehingga ia harus menahan lapar dan menyiksa diri dengan berbagai gerakan gym. Ia juga pernah tiba-tiba menangis sesenggukan karena merasa tak becus menjadi seorang Ibu. Bahkan, memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan saja ia tak mampu. Perasaannya benar-benar diaduk-aduk dan naik turun layaknya roller coaster.

Tak hanya sampai di sana, Rafi juga sangat tidak suka jika Davika berpakaian tak sesuai dengan standarnya. Lelaki itu sangat suka jika istrinya tampil cantik, modis, wangi, dan seksi apalagi di depan teman-teman genk mobilnya. Ia akan merasa superior dan bangga jika segala hal yang dimiliknya termasuk sang istri menjadi pusat perhatian. Namun anehnya, untuk nafkah hidup sehari-hari Rafi tergolong lelaki yang super pelit. 

Davika hanya diberi nafkah sepuluh ribu sehari. Nafkah yang pastinya jauh dari ekspektasi orang-orang di sekitarnya jika melihat betapa glamour dan mewahnya kehidupan Davika dan Rafi di media sosial. Takkan ada yang mengira Rafi yang begitu royal terhadap fashion dan penampilan Davika, benar-benar pelit dalam hal nafkah pada istrinya. Cukup atau tidak, Rafi takkan pernah menambah uang pemberiannya pada Davika. 

Saat masih tinggal di rumah mertuanya, Davika tak pernah merasakan kelaparan meski makanan yang harus ia makan dijaga ketat oleh Rafi. Asisten rumah tangga di rumah keluarga itu akan sigap membuatkan menu makanan untuk Davika sesuai pesanan Rafi. Namun, sejak tinggal di apartemen Davika sering menahan lapar atau makan seadanya sesuai budget yang diberikan Rafi yang hanya berjumlah sepuluh ribu rupiah. Budget yang sama sekali tak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok dirinya dan Keenan.

Davika menyeka sudut matanya yang mengeluarkan cairan bening. Ah, begitu bodohnya ia diperbudak cinta. Kenapa ia bisa bertahan selama lima tahun dalam kubangan kegilaan Rafi? Kenapa selama lima tahun ini ia tidak pernah menyadari jika Rafi yang obsesif bukanlah lelaki yang pantas ia pertahankan.

Suara ketukan dari pintu depan menghentikan tangisan Davika. Wanita itu menyeka sisa air mata di bulu matanya. Sang ibu langsung berjalan ke depan membukakan pintu. Ternyata Aldo lah yang datang.

"Sini kamu!" Aldo menyeret lengan Davika dengan kasar. Bara amarah terpancar dari mata lelaki itu.

================

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status