Share

Tantangan Ibu Tiri

Nasi sudah menjadi bubur. Selebihnya Shreya harus mencari cara agar Pricilla suka kepadanya. Sepanjang perjalanan Shreya hanya diam. Pun dengan dua orang yang duduk di depan. Ia tahu, jika Felix tidak mungkin menjawab pertanyaan sang putri sementara ada dirinya.

Mobil sudah terparkir tepat di halaman nan luas sebuah rumah mewah bernuansa putih. Felix bergegas turun dan membukakan pintu untuk Shreya. Pria itu mengambil alih Nathan yang ternyata tertidur.

Shreya turun. "Ayok, Sayang!" ajaknya kepada Pricilla yang ternyata sedang menutup pintu.

"Tante duluan aja!?" kata Pricilla yang terdengar dingin di telinga Shreya.

Shreya menghela napas. Dari sikap dan cara Pricilla memanggil dirinya saja sudah bisa disimpulkan bahwa gadis itu belum menerima dirinya. Shreya tersenyum, kemudian berjalan cepat mengikuti langkah Felix. Rupanya sang suami memerintahkan seseorang agar mengeluarkan koper di bagasi.

"Ayok, masuk," ajak Felix kepada Shreya.

Felix membuka pintu. Tampak jelas perabot mewah menyambut Shreya. Perabot seperti itu memang tidak asing bagi Shreya. Yang membedakan hanyalah suasana dan aroma yang tercium. Rumah baru, tantangan baru.

"Mama mana, Mas?"

"Mama tinggal di apartemen."

Shreya mengangguk dan kembali bertanya, "Jadi, rumah sebesar ini Mas tinggali berdua sama Pricilla?"

"Iya. Untuk ART, tukang kebun dan sekuriti, mereka tinggal di rumah belakang," jawab Felix yang kemudian mencium pipi Nathan karena bayi itu terbangun.

"Mau langsung ke kamar atau kita keliling dulu?"

"Emm ... keliling dulu saja."

Shreya mengikuti langkah Felix. Pria itu membawa Shreya menyisir semua ruangan di sana. Setelah lantai bawah dan rumah belakang di susuri, saatnya Felix membawa Shreya ke lantai atas.

"Itu kamar Pricilla," kata Felix sambil menunjuk. Shreya pun mengikuti ke mana jari Felix mengarah.

"Dan ini kamar kita," lanjut Felix sembari membuka daun pintu yang letaknya tepat di depan kamar Pricilla.

Kamar nan luas dengan cat bernuansa abu-abu dan kasur berukuran besar menyambut Shreya. Felix pun menjelaskan bahwa sebentar lagi ranjang bayi akan datang. Oleh karena itu, Felix meminta Shreya untuk menentukan posisi box bayi tersebut.

"Apa mau beda kamar? Kalau mau, biar nanti kita renovasi kamar ini."

"Ah, tidak, Mas, di sini saja." Shreya menunjuk area yang akan ditempati Nathan nanti.

"Baiklah, kalau begitu kalian istirahatlah dulu. Mas ke luar sebentar, ya?'

Shreya mengangguk dan mengambil alih Nathan. Gegas wanita itu memberikan ASI karena sang bayi tampak gelisah dan terlihat masih mengantuk. Lamanya Nathan menyusu ternyata membuat Shreya turut merasakan kantuk.

Shreya merasakan ada sebuah tangan yang menarik bahunya bahkan menutupi bagian dadanya. Ia pun terbangun.

"Ya, Tuhan!" seru Shreya sembari menepis tangan itu.

"Maaf, maaf!" ucap Felix. "Kamu tidur nyenyak sekali sampe susumu yang besar itu menutup hidung Nathan. Makanya Mas coba menggeser badanmu dan tutupi itu."

Shreya melihat jika Felix terlihat canggung bahkan tampak menelan saliva. Wajar, sebagai laki-laki normal melihat bagian dada yang montok tentu saja memancing syahwat, pikir Shreya. Ibu anak satu itu segera merapikan bajunya seraya berkata, "Tidak apa-apa, Mas. Justru Aya berterimakasih. Kalo tidak ada Mas, mungkin Nathan ...,"

"Sudah, jangan berpikir yang aneh-aneh. Lain kali lebih hati-hati," timpal Felix yang mengerti maksud istrinya mengarah ke mana.

Shreya mencoba tersenyum. "I-iya, Mas." Sungguh dirinya merasa malu karena Felix melihat gundukan besarnya itu.

Shreya melihat Felix berlalu ke sebuah ruangan sembari menyeret koper. Lekas ia mengikuti. Rupanya sang suami pergi walk in closet yang cukup luas dibanding di rumahnya.

"Biar Aya aja, Mas!" Shreya mengambil alih koper itu dan berniat akan merapikan semua pakaian miliknya dan Nathan di lemari.

Felix tersenyum. "Baiklah, kalau begitu Mas ganti baju saja."

Shreya menggigit bibir bawahnya dengan perasaan tak menentu. Bagaimana tidak? Felix akan berganti pakaian dimana dirinya ada di sana, di tempat yang sama. Namun, rasa canggung itu segera Shreya hempaskan. Shreya melakoni perannya sebagai seorang istri yang memang kegiatan itu selalu Shreya lakukan ketika bersuamikan Alexander.

"Biar Aya bantu." Shreya membuka kemeja Felix. Kini, tampak jelas dada bidang sang suami. Badan atletis Felix ternyata mampu membuat irama jantung Shreya tak menentu.

Felix mencekal tangan Shreya dan sontak saja membuat wanita itu kaget. "Mas bisa lakukan sendiri," ucapnya, kemudian tersenyum tipis dan berlalu dari hadapan Shreya.

Embusan napas kasar lolos begitu saja dari mulut Shreya. Antara merasa lega karena Felix tidak berlaku selayaknya suami kepada istrinya disaat dilanda syahwat dan sedikit merasa kecewa karena Shreya merasa Felix tidak membutuhkan dirinya. Tidak ingin larut dalam hal yang membuat otaknya berpikir keras, akhirnya Shreya memutuskan untuk melanjutkan merapikan pakaian.

*

Malam menjelang.

Jarum jam sudah menunjuk pada angka tujuh. Saatnya makan malam. Semua masakan sudah tertata rapi di meja makan. Pun dengan Felix dan. Shreya yang sudah duduk manis di kursi sana.

"Bi, tolong panggilkan Pricilla!" titah Felix kepada asisten rumah tangganya.

"Ah, biar Aya saja! Bibi bisa kembali ke dapur," kata Shreya.

Sang pembantu pergi dan setelah mendapat anggukkan dari Felix, Shreya meninggalkan ruang makan.

Tok tok tok!

Shreya mengetuk daun pintu kamar Pricilla sembari meminta izin untuk masuk.

"Masuk!" Samar terdengar jika sang empu mempersilakan.

Shreya bergegas masuk. Tampak olehnya Pricilla sedang duduk di kursi meja belajar. Gadis remaja itu menoleh sekilas, lalu kembali fokus dengan apa yang ia lihat semula.

"Sayang, kita makan dulu, yuk!" ajak Shreya seraya menghampiri.

"Aku gak lapar!" ucap Pricilla dingin.

Shreya membelai rambut anak tirinya itu. "Loh, bukannya dari tadi siang kamu belum makan, hem? Nanti sakit, loh. Yuk, ki--" Ucapan Shreya menggantung, karena Pricilla menepis tangannya. Tercengang? Tentu saja.

"Tidak usah pegang! Rambutku baru disisir!"

Shreya mencoba tersenyum dan tetap ramah. "Ah, maaf, Sayang. Yuk! Papa sudah menunggu."

"Keluar!"

Shreya melongo. Ia tidak percaya dengan sikap Pricilla. Perlahan ia menghela napas mencoba mengatur emosi dan rasa yang bergejolak dalam dada.

Tanpa kata Shreya meninggalkan kamar.

"Loh, mana anak itu?" tanya Felix saat Shreya kembali.

Shreya tersenyum. "Katanya tidak lapar, Mas."

Felix mengangguk, kemudian mengajak Shreya makan. Shreya dengan telaten menyiapkan semuanya untuk sang suami.

Tiga puluh menit berselang, makan malam usai. Shreya bergegas ke kamar karena takut Nathan terbangun. Tiba di kamar, ternyata bayi itu tidur nyenyak dalam box bayi barunya. Wanita berkulit putih itu mengelus pipi Nathan, lalu menciumnya. Akhirnya Shreya memilih untuk mengganti pakainya dengan piyama dan melakukan perawatan wajah. Jarum jam sudah merangkak naik menuju angka sembilan, tetapi Felix belum masuk kamar. Daripada menunggu, Shreya memilih mencari karena tidak enak baginya jiga tidur terlebih dulu.

Di luar, Shreya melihat pintu kamar Pricilla tidak tertutup rapat. Ia pun melangkah untuk menutup. Tangan baru saja terulur hendak menarik tuas, tetapi Shreya membeku saat mendengar suara Felix.

"Kamu tinggal patuh kepadanya, Cilla!"

"Tolong jawab pertanyaan Cilla, Pa. Kenapa Papa menikah lagi? Papa tidak mencintai Mama? Mama memang sudah tiada, Pa. Tapi, semudah itukah Papa melupakan Mama?"

Hening

"Cilla memang benci mama, tapi sebenarnya Cilla sayang, Pa. Mama kandung yang Cilla banggakan ternyata tidak perhatian sama Cilla. Itu yang Cilla benci. Mama kandung saja tidak sayang sama Cilla, apalagi mama tiri, Pa?!"

Mendengar itu membuat Shreya perlahan mundur dan bersandar pada tembok yang tak jauh dari kamar Pricilla. Dari ucapan Pricilla, Shreya bisa menyimpulkan jika ibu tiri adalah sosok yang menyeramkan. Namun, Shreya berjanji dalam hati akan menjelma menjadi sosok ibu yang baik untuk Pricilla. Dirinya akan merubah cara pandang gadis itu bahwa ibu tiri bukan momok menakutkan.

"Papa menikah lagi karena kamu. Kamu butuh bimbingan, kasih sayang, dan perhatian seorang ibu. Dia baik dan Papa yakin dia akan sangat sayang padamu."

"Tapi, Cilla gak mau!" Suara Pricilla lantang dan penuh penekanan. "Kenapa Papa tidak meminta pendapat Cilla dulu?!"

"Sudah Papa katakan, kamu butuh sosok ibu, Cilla! Dan kamu harus tau, berkat Tante Shreya kamu tidak jadi home schooling. Berterimakasihlah kepadanya!"

Shreya segera menjauh dari kamar Pricilla karena terdengar suara langkah mendekat keluar.

"Katakan padanya! Jangan ikut campur urusanku! Aku tidak akan menganggapnya siapa-siapa!" teriak Pricilla yang masih terdengar jelas oleh Shreya dan berhasil membuatnya kembali mematung.

Deg!

Kalimat itu mampu membuat hati Shreya merasakan sakit. Lakonnya baru saja akan dimulai dengan sebuah tugas besar menunggu untuk diselesaikan secara apik. Shreya tidak bisa mundur ataupun menyerah begitu saja karena itu adalah risiko dari hasil keputusannya dengan menerima ajakan Felix untuk menikah. Sabar, satu kata kunci dalam menjalani perannya sebagai ibu tiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status