Jelita sudah memutuskan untuk mulai melupakan cintanya pada Revan, dia akan mulai menerima kehadiran Arman di hatinya."Mas, ayo bangun! Aku udah siapin sarapan!" ujar Jelita sambil menepuk pelan bahu Arman.Arman mendengar suara Jelita tapi dia sengaja membiarkan Jelita terus memanggilnya."Maaas ... ayo bangun, nanti terlambat lagi, mana belum mandi lagi!" Jelita duduk di samping Arman dan kali ini posisi wajahnya lebih dekat, tangannya kembali menepuk pipi Arman.Arman yang sebenarnya sudah terbangun dari tadi, mulai jahil dia menarik tubuh Jelita."Aaaw ...!" teriak Jelita terkejut, karena kini tubuhnya berada di atas Arman."Apa-apaan sih Mas!" Wajah Jelita memerah kini dia berada dalam posisi yang sangat intim.Wajahnya begitu dekat dengan wajah Arman, bahkan deru napas Arman bisa dia dengar."Hmmm ... boleh tidak akuuu ... meminta sesuatu?" tanya Arman ragu dan juga malu."Maaaas ... minta a-apa??" Jelita panik.'Ya Tuhan, apa dia akan meminta haknya pagi ini?' Jantung Jelita b
Pagi yang cerah bagi Veronika setelah tadi malam dia bisa merasakan indahnya dan nikmatnya dibawa ke awang-awang oleh sang suami.Walaupun Revan sebenarnya berbuat itu tanpa ada rasa nyaman dalam dirinya, tidak ada kepuasan batin sama sekali dalam jiwanya, dia hanya melakukannya karena kebutuhan biologis saja dan juga keterpaksaan belaka karena tak ingin mengecewakan Veronika."Makasih Sayang, aku sangat puas dengan permainan kamu semalam," desah Veronika yang masih terbaring lemas di dada bidangnya Revan."Sama-sama Sayang, aku tahu kamu pasti merindukan belaian aku kan.""Semalam kamu luar biasa banget Sayang, aku suka sekali, makasih Sayang!" ucap Veronika berterimakasih sambil mengecup bibir Revan berkali-kali."Udah, udah kita bangun yuk, bukannya Jessi harus sekolah yah, pagi ini?" Revan menghentikan aksi Veronika, dia mengajak Veronika untuk bangun."Iya sih, tapi aku lagi malas bangun nih, Sayang, inginnya kita malas-malasan aja di kasur, hahahaha ...!""Kasihan Jessi Sayang,
Pagi itu, Revan mengemasi beberapa pakaiannya ke dalam tas, hari ini dia berniat kembali ke Bandung, dia tidak tahan lagi menahan rindunya pada Jelita."Loooh ... Sayang, kamu mau ke mana?" tanya Veronika, terperanjat dia langsung terbangun padahal saat itu dia masih ingin menghabiskan waktu bersama sang suami, apalagi perlakuan sang suami semalam di atas ranjang membuatnya ketagihan ingin mengulanginya pagi ini."Yaaah ... baliklah ke Bandung, aku hanya izin tiga hari, Maaa ... masa harus ditambah lagi!""Aku kira, izin seminggu, hmmm!" Veronika tampak kesal."Jangan manyun gitu dong, nanti aku lagi minta libur lagi, bulan depan yah!" bujuk Revan sambil mengecup bibir Veronika sekilas."Udah yah, aku berangkat dulu!" Revan siap berangkat, tapi pertanyaan Veronika membuatnya menghentikan langkahnya."Hmmm Paaa ... semalam aku dengar kamu memanggil nama Lili waktu kita ... boleh aku tahu, siapa Lili?" tanya Veronika dari semalam dia merasa penasaran dengan nama itu.Deg! 'Apaaa ... se
'Revaaan ... mau apa dia?' Debaran dalam dada Jelita makin kencang seiring wajah Revan yang makin mengikis jarak di antara mereka.Mata Revan mengembun saat menatap Jelita dari jarak yang sangat dekat, dia sudah tak kuasa menahan rindunya pada Jelita."Liliii ... I love you so much!" Bibir merah muda Jelita yang menggoda tak sanggup dia menahannya untuk tidak mengecupnya.Revan menyentuh lembut bibir itu dengan jari telunjuknya, bibir yang sudah lama menjadi fantasinya sejak remaja.Perasaan Jelita makin tak menentu, saat bibir Revan terus mendekati bibirnya."Huuumppp!" Tak terasa bibir Revan sudah mendarat di bibir Jelita, Jelita tidak bisa menolaknya, dia pun merasakan apa yang dirasakan Revan, perasaannya masih belum berubah, Revan adalah laki-laki pertama yang membuatnya jatuh cinta.'Kenapa aku tidak bisa menolaknya, Revaan ...! Kenapa kamu melakukannya?' batin Jelita masih tak percaya dia sama sekali tak menolak ciuman itu."Aku tahu kamu juga merasakan apa yang aku rasakan kan
"Aku mau ketemu sama Rahayu ah, mau lihat bisnis kuenya apa memang sudah sukses yah?" gumam Atikah yang sebelumnya sudah meminta alamat toko kuenya pada Rahayu."Ke mana Bu, udah rapi?" tanya Bi Sumi, melihat sang majikan sudah berpakaian bagus dengan tas yang cukup mahal menggantung di pundaknya."Aku mau ketemuan sama Rahayu," jawab Atikah dengan raut senang menyelimuti wajahnya."Rahayu?" Bi Sumi mengerutkan dahinya."Itu lho, perempuan yang waktu itu ketemu sewaktu kita ke dokter, masa Bi Sumi lupa?""Ooooh ... yang kata Ibu, mantannya Mas Arman." Kini Bi Sumi ingat siapa yang Atikah maksud."Iyaaa ... tapi Sssst ... jangan bilang-bilang sama Arman yah kalau saya mau ketemuan sama Rahayu. Bi Sumi jangan comel!" bisik Atikah sambil lihat ke kiri dan kanan takutnya ada Arman ataupun Jelita mendengar percakapannya."Ibu gak bermaksud mendekatkan perempuan itu dengan Mas Arman, kan?" Bi Sumi menyipitkan matanya mencurigai ada niat buruk di balik pertemuan itu."Ssssst ... jangan beris
'Rahayu sepertinya sudah gak sabar mendengar ceritaku, hehehe ... baiklah aku akan bercerita!'Demi maksud liciknya, Atikah harus berbohong sedikit, dia inginkan Rahayu bersimpati pada Arman."Istrinya sepertinya tidak mencintai Arman, Arman saja yang selalu berusaha memberikan perhatian pada istrinya itu. Dia begitu baik, tapi sedikitpun istrinya itu tak peduli, bahkan dia tidak pernah menyiapkan makan buat Arman, banyak alasan katanya capeklah, ngantuklah. Bangun juga siang, hanya Bi Sumi saja selalu yang nyiapin sarapan. Pulang kerja juga kadang malam, padahal dari kantornya pulang masih sore. Kalau libur kerja juga dia jarang di rumah, waktunya banyak dihabiskan dengan teman-temannya," tutur Atikah dengan banyak kebohongan yang dia selipkan dalam ceritanya."Kasihan banget yah, Arman. Kok punya istri kayak gitu, wanita karier sih wanita karier tapi gak gitu juga dong! Masa suami gak diperhatiin!" ujar Rahayu yang tampak sedih dan marah dengan cerita Atikah, dia tidak suka dengan s
Ayahnya Revan tidak bisa membuktikan bahwa dia tidak bersalah harus bersedia tinggal di dalam hotel prodeo meskipun belum diputuskan bersalah.Sidang demi sidang, Irwan laksanakan, hingga satu tahun lebih lamanya, tapi belum juga ada kemajuan perkembangan kasusnya, semua harta sudah keluar banyak, pengacara bagus dan mahal sudah mereka sewa, belum lagi untuk membiayai biaya rumah sakit karena berkali-kali Irwan penyakitnya kambuh.Revan dan ibunya makin terpuruk, tak tahu lagi apa yang harus dilakukan, pengacaranya sepertinya sudah menyerah, apalagi asset makin menipis.Kesehatan Irwan makin memburuk, Revan sangat khawatir, meskipun dia sudah lulus kuliah dan bekerja, tapi dia belum bisa membantu keuangan keluarganya.Intan, sang Ibu akhirnya tidak kuat juga dengan berbagai cobaan itu, sang ibu pun masuk rumah sakit karena sakit darah tinggi dan penyakit asam lambung yang dideritanya."Mamaaaa ... aku harus bagaimana, aku hanya sendiri, cepatlah sehat, aku mohon!" lirihnya di sela-sel
"Kamu sampai kapan sendiri terus Van, Papa Mama ingin lihat kamu bersanding," keluh sang ayah."Papa Mama tenang saja, sebenarnya aku sudah ada calon dari dulu, hanya sajaaa ... aku belum berani mengenalkannya pada Papa Mama, nah berhubung Papa sama Mama udah nanyain aku akan secepatnya menjemput dia," aku Revan sambil menyunggingkan senyuman."Bener, Nak? Papa Mama seneng banget dengernya, kalau begitu secepatnya bawa gadis pujaan hati kamu itu ke sini, kenalkan pada kami, kita secepatnya melamar dia, udah gak sabar Papa!" Irwan begitu sangat antusias, ingin segera menikahkan putra semata wayangnya itu."Iya, siap Papa!" jawabnya sangat bersemangat.Akhir minggu ini Revan berencana akan ke Bandung menjemput sang pujaan hati.Tapi sebelum hari itu datang, Irwan memanggil Revan, wajahnya begitu serius saat berbicara dengan Revan."Ada apa Pa, memanggil aku, ada hal serius yah?" tanya Revan melihat ketegangan dari raut wajah Irwan."Iya, Van. Ini sangat serius!" "Oooh ... aku tahu Papa