Alecas (jiwa Alexa dalam tubuh Lucas)
LuXa (jiwa Lucas dalam tubuh Alexa)
Sudah dua jam berlalu, Alexa dan Lucas duduk dalam kebingungan sampai membuat kedua tidak tahu harus berbicara apa karena tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi kepada mereka saat ini.
Ini bukan keajaiban, ini sesuatu yang aneh bahkan tidak mudah di jelaskan dengan kata-kata.
Alecas menangis terisak-isak di ujung sofa, dia tidak mengerti dengan apa yang telah terjadi. Pikirannya terus menerus di landa pertanyaan mengenai bagaimana bisa jiwanya bertukar dengan tubuh orang asing tanpa sebab.
Alecas berkali-kali mencubit pipinya mencoba meyakinkan jika ini adalah mimpi, Alecas mengerang frustasi berharap besar bahwa dia akan terbangun di tempat tidurnya.
Harapan Alecas tampaknya ini sia-sia karena ini memang benar-benar bukan mimpi.
Suara tangisan Alecas yang tidak berhenti mulai mengganggu pandangan dan pendengaran LuXa. Jiwa Lucas sangat terganggu karena kini wajahnya dipakai menangis dan bersikap lembek seperti perempuan.
“Kemarilah” LuXa berdecak pinggang dengan angkuh.
Alecas menggeleng masih terisak menangis.
“Berhenti menangis dengan wajahku!” teriak LuXa menghardik.
Alecas langsung terdiam dengan bibir mengerucut, dia menggeser dan mendekat dengan sisa-sisa sesenggukan dan rasa takutnya.
“Kau punya ide agar tubuh kita kembali?” Tanya LuXa mulai merendahkan nada bicaranya.
Alecas menggeleng, jangankan untuk memikirkan ide bagaimana cara tubuh mereka kembali normal, untuk mempercayai keadaannya sekarang saja jiwa Alexa masih sangat frustasi.
LuXa menggebrak meja dengan emosi. “Pergi mandi, aku tunggu sekarang!”
Alecas terperangah kaget, “A-apa maksudmu?” tanya Alecas terbata-bata.
LuXa mendengus kesal, dia langsung bersedekap dan menatap tajam Alecas. “Hari ini aku memiliki pekerjaan penting, jadi pergilah mandi.”
“Apa? tidak mau,” tolak Alecas.
“Kau harus mau.”
“Tapi itu bukan urusanku,” Alecas kembali menolak.
“Tubuhku ada padamu,” debat LuXa.
“Ta.. tapi,” Alecas mulai terbata-bata.
“Dengarkan aku, hari ini aku akan ada pertemuan bisnis. Ikuti perintahku atau aku pergi keluar dengan tubuhmu yang telanjang!” geram Alecas mulai mengancam.
Alecas tercengang, melihat sorot matanya sendiri berubah menjadi sosok yang jahat dan menakutkan, dengan penuh keterpaksaan akhirnya dia pergi ke kamar mandi meski di dalam hatinya bersumpah serapah memaki orang asing yang di kenalnya itu.
Alecas melepaskan pakaian yang menggantung di tubuhnya,. Jiwa Alexa bergetar, napasnya terasa sesak begitu dia tertunduk melihat tubuh telanjang pria yang di kendalikan jiwanya sekarang.
Alecas mengangat wajahnya, memperhatikan tubuh pria yang di rasukinya di cermin.
Napas Alecas kembali terasa sesak karena terpesona.
Wajah pria itu terlihat tampan bak dewa dengan sepasang mata yang cerah memaancarkan ambisi dan kecerdasan, keindahan di wajahnya di sempurnakan dengan pahatan otot yang kokoh di tubuhnya.
Alecas menggeleng dengan mata terpejam untuk menjernihkan pikiran kotornya, dia bergerak ke arah shower dan segera mandi dengan cepat.
Selama menunggu Alecas mandi, di dalam kamar, LuXa tidak berhenti bergerak mundar-mandir berpikir keras mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi hingga tubuh mereka tertukar seperti ini.
“Brengsek!” maki LuXa frustasi. Dia sama sekali tidak menemukan jawaban apapun.
Apa yang terjadi saat ini sangat menakutkan bagi LuXa, pria itu di landa kekhawatiran jika apa yang terjadi sekarang padanya tidak akan berubah.
Alecas menyambar handponenya, dengan cepat dia memberi pesan kepada Shwan untuk membeli pakaian wanita. Alecas tidak mungkin terus menerus memakai pakaian serba minim seperti sekarang, setidaknya dia juga butuh kemeja dan celana yang nyaman untuk di pakai berjalan.
***
“Bisakah kau pesankan pakaian untuk aku juga?” suara Alecas terdengar, Alecas kembali dari kamar mandi dengan cepat.
Di lihatnya LuXa tengah duduk membaca dokumen-dokumen penting yang akan di bahas dalam rapat.
“Sebentar lagi datang,” jawab LuXa terdengar dingin.
"Um.. siapa namamu?" Tanya Alecas terdengar canggung, kedua jarinya saling bertautan dan tertunduk malu. Setelah semua pertengkaran yang terjadi dan saling menuduh hingga terjebak di dalam satu ruangan selama berjam-jam, jiwa Alexa lupa menanyakan siapa nama pria pemilik tubuh yang dia masuki sekarang.
LuXa menutup dokumennya dan menatap Alecas dengan tajam penuh kecurigaan meragukan pertanyaan yang terlontar dari Alexa.
“Lucas. Lucas William.”
Pupil mata Alecas melebar, wajahnya berubah pucat pasi karena terkejut.
“K-kau,” Alecas terbata-bata, tangannya berubah gemetar menunjuk dirinya sendiri dengan wajah terangkat penuh emosi. “Kau si brengsek arogan yang di jodohkan denganku itu?”
“Arogan katamu?”
“Ya! Manusia Arogan yang di jodohkan denganku! Sudah enam pertemuan kau tidak muncul.”
“Memangnya apa masalahnya? Jika aku tidak muncul itu hakku, seharusnya kau sadar diri di pertemuan kedua yang aku lewatkan. Aku sudah menolakamu.”
Alecas tertawa sumbang merasakan gejolak emosi yang membakar perasaannya. Alecas kembali menunjuk wajahnya sendiri, “Dengar ya brengsek, kau pikir aku mau di jodohkan dengamu? Aku datang karena aku menghormati orang tuaku! Kau punya mulut kan untuk menolak perjodohan kita? Jika memang kau seorang pria, kau seharusnya memiliki keberanian menolak daripada menghindar seperti seorang pengecut.”
LuXa membanting dokumennya ke meja, sorot matanya kian tajam menyiratkan banyak kemarahan. “Jaga bicaramu Alexa. Akan ku pastikan hidupmu tidak tenang bila kau bersikap kurang ajar padaku.”
Seketika nyali Alexa menciut, dia tertunduk menautkan jari-jarinya dengan bibir mengerucut menahan ucapannya.
“Ikut aku!” perintah LuXa dengan tajam. LuXa beranjak dari duduknya pergi ke sisi ruangan, pria itu membuka pintu ruangan walk in closetnya. Lucas memilihkan pakaian yang akan di kenakan tubuhnya dengan teliti, semuanya harus serba sempurna banginya.
Setelah selesai memilih pakaian, LuXa meletakannya di atas kursi. “Kau berpakaian dan aku pergi mandi.”
“Apa? Mandi? Tidak!” Alecas melarang.
To Be Continued..
Suara roda ranjang yang dorong berderak melewati setiap lorong rumah sakit, genggaman tangan Lucas mengerat memandangan Alexa yang terbaring kesakitan.Seorang dokter menahan langkah Lucas yang akan ikut memasuki ruangan bersalin, "Maaf Tuan, silahkan tunggu."“Aku ingin menemani isteriku, dia membutuhkan aku!” Geram Lucas tidak suka dengan siapapun yang mengahalangi keinginannya.“Anda ikuti prosedurnya, dengan begitu semuanya akan berjalan lebih cepat,” ucap dokter tersebut masih dengan ketanangan.“Tuan, sebaiknya ikuti apa yang di katakan Dokter. Biar Nyonya Alexa lebih cepat di tangani,” usul Shwan mengusap bahu Lucas agar tuannya bisa lebih tenang.Kemarahan Lucas sedikit berkurang, dengan terpaksa dia mundur dan memberi jalan dokter tersebut. Ketegangan dibahu Lucs mengedur, perlahan Lucas terduduk di kursi, memandang daun pintu yang masih tertutup rapat. Ledua tangannya saling bertautan memanjatkan do'a dan berusaha meredakan kecemasan juga rasa takutnya. “Nyonya Alexa akan
Kemurungan hati Lucas tampak jelas di raut wajahnya, Julian adalah sahabat satu-satunya yang dia miliki di muka bumi ini.Lucas mengerti, Julian telah jatuh cinta kepada kekasih Armin. Pria itu benci di usik karena kedatangan Armin dalam kebahagiannya.Kebingungan Lucas bertambah, dia tidak dapat menjauhkan Armin sedikit pun. Pria itu sama kuatnya dengan Julian.Suara deringan telepon masuk menjeda Lucas yang sempat akan membuka pintu mobil. “Shwan.”“Tuan,” suara napas Shwan memburu dan kasar, “nyonay Alexa kabur.”“Sialan!” maki Lucas murka. “Dapatkan dia sebelum membuat ulah!”“Iya, Tuan.”Decitan kasar suara mobil yang meninggalkan tempat sangat terdengar keras. Hati Lucas bergemuruh kesal dengan sikap manja Alexa yang tidak pernah berubah, bahkan dengan perut besarnya yang sekarang pun Alexa masih gemar membuat ulah.***Sorak suara penonton baseball bergemuruh penuh semangat, mereka menyanyikan lagu kebagsaan Neydish setelah pertarungan usai.Alexa berteriak merasakan euforia pe
Peluh keringat membasahi wajah Alexa, sesekali gadis itu menyekanya dengan punggung tangan dan melanjutkan untuk mendekor kamar untuk calon buah hatinya.Shwan dan para pengawal mengangkut beberapa barang, meletakannya sesuai dengan apa yang Alexa inginkan.Nuansa warna hijau sangat mencolok dengan banyaknya hiasan dinding, beberapa mainan sudah tersedia di dalam kurungan pagar. Sebuah teleskop berdiri kokoh di depan jendela, boneka-boneka pesawat kecil menggantung dan berputar di atas ranjang kecil bayi.Alexa menjatuhkan dirinya ke sofa, menyangga bawah perutnya yang semakin membesar dan membuatnya merasakan beban berat.“Nyonya” Shwan berdiri di hadapan Alexa. “Ada yang bisa saya kerjakan lagi?”Tubuh Alexa meringkuk di sofa, gerakan matanya melambat, ia menguap merasakan kantuk yang menyerang. “Apa aku boleh jalan-jalan?”Shwan tersenyum kaku. “Maaf Nyonya, sebaiknya Anda meminta izin pada Tuan Lucas terlebih dahulu,” jawabnya sebijak mungkin. Semakin bertambahnya usia kandunga
Enam bulan kemudian..Suara angin berhembus lembut menerpa dadaunan dan mejatuhkan ranting keringnya ke permukaan air.Hamparan rumput hijau membentang luas mengelilingi rumah baru Lucas dan Alexa. Rumah itu jauh dari kesan mewah seperti mansionnya di Hong Kong, namun deburan ombak di bawah tebing menjadi menjadi pesona tersendiri.Pemandangan di setiap sudut rumah mengarah pada kekuatan hedonisme, gedung-gedung menjulang kokoh di depan taman hiburan yang langsung mengarah ke laut.Club malam, hotel, dan sebuah kasino yang berkilauan di puncak tertinggi gedung, layaknya sebuah berlian raksasa yang menggambarkan kekayaan.Hekataran kincir berdiri kokoh telah menjadi penerang sebagian pulau itu.Jauh dari keramaian, jalanan yang luas membentang indah menembus, hutan dan kebun lavender yang menghidupi ratusan petani yang hidup di pinggiran sungai.Lucas berdiri di pinggiran tebing, berpegangan pada pagar sambil menikmati segelas anggur.Rambutnya bergerak mengikuti ke mana arah angin men
Dalam remang cahaya, Alexa duduk menikmati popcornnya sambil melihat layar depannya yang menampilkan film THE LEGO MOVIE 2: THE SECONDPART.Tanpa Alexa sadari, jika Lucas telah menyusul masuk dan duduk di sampingnya. Setelah perkataan Armin mengenai keadaan Alexa yang kemungkinan hamil berhasil membuat Lucas tidak bisa tidur sepanjang malam. Pria itu gelisah, tenggelam dalam renungan dan banyak kekhawatiran.Lucas masih trauma dengan kehamilan yang menimpa Lucy, dan Lucas belum siap menjadi seorang ayah.Lucas bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apa yang kini harus dia lakukan?Lucas masih belum bisa menjadi suami yang baik untuk Alexa, dan kini Lucas harus memikirkan kemungkinan jika Alexa tengah mengandung anaknya.Tanggung jawab di tangan Lucas kian membesar.Sempat Lucas berpikir untuk meminta Alexa menggugurkan kandungannya, mungkin itu keputusan yang terbaik.Tapi, jauh di dalam lubuk hati Lucas, dia akan menjadi bajingan paling kotor dan menjijikan di dunia ini bila menolak k
Langkah Lucas langsung terhenti, dalam satu gerakan dia berbalik. Alexa langsung menjatuhkan tubuhnya ke lantai sambil memijat kepalanya.Dengan cepat Lucas berlari ke arah Alexa dan memeluknya. “Apa kau terluka?” Tanya Lucas khawatir. Alexa menggelengkan kepalanya membiarkan Lucas menggendongnya.“Di mana kamarmu?” Tanya Lucas dengan langkah lebarnya, Alexa menunjuk ke arah tangga menunjuk kamar pertama yang dulu sering dia gunakan ketika menginap di rumah Armin.Tubuh Alexa di baringkan di atas ranjang, Lucas menaikan selimut sampai dadanya. “Aku Akan memanggil Doker.”“Jangan!” jawab cepat Alexa,. “Armin juga Dokter. Dia bisa mengurusku,” cegah alexa mulai panik, setetes keringat dingin langsung membasahi pelipisnya.Lucas mengangguk sedih, mengusap helain rambut yang menempel di wajah Alexa. “Aku akan pesan makanan. Kamu mau apa?”Alexa menggeleng lemah, perutnya sudah sangat keras dan penuh tidak dapat menampung apapun lagi. “Aku tidak nafsu makan.”“Aku mohon Alexa, makanlah.