Alecas (jiw Alexa dalam tubuh Lucas)
LuXa (jiwa Lucas dalam tubuh Alexa)
***
“Apa? Mandi? Tidak!” Alecas melarang.
LuXa tertawa menggema, jiwa Lucas merasa ironis melihat wajah angkuh dan tatapan tajam mata miliknya kini menjadi melunak, gerakan tubuhnya sudah tidak dia kenal lagi.
Diam-diam jiwa Lucas menjadi semakin khawatir. Jika hal ini terus berlanjut, kemungkinan tidak akan ada lagi orang yang takut apalagi hormat padanya.
Suara ketukan di pintu sedikit memecahkan ketegangan di antara jiwa Alexa dan Lucas. LuXa segera pergi dan membukakan pintu dan berhadapan dengan Shwan.
“Pakaian yang Tuan Lucas pesan.” Shwan menyerahkan beberapa paper bag. “Di mana Tuan Lucas?” Tanyanya terdengar misterius dan hati-hati.
Shwan sedikit terkejut begitu mendengar kabar Alexa Housten datang ke rumah tuannya, setelah di telaah Shwan mulai berpikir jika mungkin ini bagian dari rencana Lucas.
Lucas tidak suka membuang waktu, mungkin saja rencana untuk membunuh Alexa bisa dia lancarkan pagi itu dengan cepat meski racun yang Shwan pesan belum datang.
Kini Shwan sedang menunggu perintah Lucas selanjutnya, namun anehnya sejak tadi Lucas tidak mengintruksikan apapun kepada Shwan.
LuXa menyerigai jahat, mengambil paper bagnya. Jiwa Lucas tahu betul apa yang sebenarnya ada di pikiran Shwan saat ini.
“Kenapa Shwan? Kau ingin membunuhku?" tanya LuXa.
Shwan tersentak kaget, refleks pria itu mundur selangkah, bulu kuduknya langsung meremang meraskan perasaan takut dan waspada melihat tatapan tajam dan suara LuXa yang dalam.
LuXa terkekeh geli, merasa senang melihat reaksi Shwan yang waspada dan terlihat takut kepadanya.
“Saya permisi,” dengan sopan Shwan membungkuk dan undur diri dengan cepat.
***
Alecas bersedekap mengawasi gerak-gerik LuXa yang sedang mandi, dia harus memastikan tubuhnya tidak perlakukan dengan senonoh oleh pria arogan itu.
Sudah lebih dari tiga jam mereka terjebak dalam pertukaran jiwa, masih belum ada titik terang mengenai penyebab hal ini terjadi, belum ada titik terang juga mengenai jalan keluar dari maslah yang tengah mereka hadapi.
Alexa dan Lucas terus menerus berdebat karen kini jiwa Alexa tiba-tiba saja harus menanggung beban pekerjaan yang Lucas berikan kepadanya karena pagi ini Lucas memiliki pekerjaan penting yang tidak bisa di gantikan siapapun.
“Kita perlu pergi ke psikiater,” ucap Alecas.
LuXa yang tengah di bawah shower langsung membalikan badan. “Tidak!” tolaknya mentah-mentah.
“Kenapa tidak? Apa kau mau kita tetap seperti ini?”
“Aku tidak ingin orang lain mengetahui hal ini. Sekalipun kita pergi ke psikiater, kau pikir mereka akan percaya dengan hal gila ini?”
“Tapi aku tidak mau kita terus seperti ini!”
“Apa kau pikir aku juga mau? Dengar Alexa, apa medis bisa membantu masalah ini?”
Alecas terdiam dalam kebingungan tidak tahu harus menjawab apa.
LuXa melenggang keluar, melewati Alecas dengan tubuh telanjangnya. LuXa segera berdiri di depan cermin untuk mengeringkan tubuhnya dengan handuk sambil memperhatikan Alecas melalui cermin.
“Kau harus tahu hal lagi Alexa. Jika ada yang tahu masalah ini, seseorang bisa menyerangku. Kau tahu kan maksudku?"
“Apa?” Alecas mengikuti langkah LuXa yang kini keluar kamar mandi. Perkataan Lucas sama sekali tidak di mengerti olehnya.
“Jika musuhku menyerangku, itu artinya nyawamu juga yang jadi taruhannya karena kini yang ada di dalam tubuhku adalah kau.”
Alecas menegang, dia ingat. Sekarang nyawanya dalam tubuh Lucas, jika seseorang melukai tubuh Lucas, nyawa Alexa yang di pertaruhkan. Apalagi Alecas tidak mengetahui apa pun yang pria itu kerjakan dan seluk beluknya, yang Alecas tahu, Lucas adalah anak dari William dengan sifat yang sangat buruk.
“Dadamu bagus juga” LuXa memperhatikan payudaranya sebelum memakai bra.
“Dasar mesum.”
“Tubuhmu sekarang milikku, jadi aku bebas melakukan apapun.”
“Tidak boleh!”
LuXa mengerutkan keningnya beberapa saat, dia bergerak membalikkan tubuhnya menghadap cermin besar untuk meneliti tubuh yang di isi jiwanya. Napasnya LuXa terasa mengganjal di tenggorokan, melihat tubuh telanjang milik Alexa yang baru dia sadari jika tubuh itu terlihat indah.
Sepasang kaki jenjang yang indah menyusuri pinggul yang lebar dengan pinggang kecilnya dan perut rata sempurna, di tunjang sepasang payudara indah yang membusung bergerak berirama dengan napasnya. Kesempurnaan tubuhnya di lengkapi dengan wajah cantik yang menggambarkan kepolosan tanpa setitik dosa pun.
“Jangan menatap tubuhku seperti itu!” Alecas berteriak, menarik tubuh mungil itu untuk menjauh dari cermin. “Pejamkan matamu, aku yang akan memakaikan pakaian.”
“Kenapa harus memejamkan mata? Aku sudah melihat dan menyentuh tubuhmu saat tadi mandi.”
“Sekarang tidak boleh,” jawab Alecas sengit.
LuXa tersenyum geli, tanpa bertanya lagi dia segera memejamkan matanya, membiarkan Alecas memakaikan pakaian untuknya.
“Kenapa kau membeli pakaian laki-laki? Tubuhku kan harus memakai baju perempuan,” protes Alecas begitu menyadari jika pakaian yang ada di dalam tas adalah kemeja dan celana panjang.
“Sekarang aku yang ada di dalam tubuhmu, aku tidak bisa memakai mini dress.”
Diam-diam Alecas cemberut mendengar LuXa. “Jika tubuhku sudah kembali, aku tidak akan pernah mau melihatmu lagi,” gerutu Alecas berterus terang.
“Aku pun begitu. Aku tidak akan pernah mau bertemu dengan gadis cerewet sepertimu. Tapi, bagaimana cara mengembalikannya?”
Alecas menarik ritsleting celana yang di kenakan LuXa. “Apakah kita harus berciuman?”
“Ciuman?”
Alecas menggaruk pipinya yang tidak gatal, matanya memicing di penuhi pemikiran yang sederhana teringat dengan beberapa buku dan dongeng yang sering dia baca semasa kecilnya.
“Kalau di dongeng dan di film, seperti itu. Misalnya pangeran kodok yang berubah wujud karena ciuman.”
LuXa mendengus geli. “Kau konyol Alexa.”
“Aku hanya membagi pemikiranku, jika kau tidak setuju ya sudah.”
Sejenak LuXa terdiam dan menimang-nimang kembali ucapan Alecas yang mungkin tidak ada salahnya jika mencobanya.
“Kau benar, kita harus mencobanya,” ucap LuXa berubah pikiran.
Keduanya langsung berhadapan, namun mereka hanya diam mematung tidak melakukan apapun karena gugup dan merasa aneh karena harus mencium diri mereka sendiri.
“Kau duluan Lucas,” pinta Alecas.
“Kau yang duluan Alexa. Tubuhmu tingi,” jawab LuXa dengan nada suara bergetar. LuXa sangat geli karena harus mencium dirinya sendiri.
Alecas menelan salivanya dengan kesulitan, gadis itu menatap matanya sendiri sambil mengumpulkan beberapa keberanian yang saat ini tengah tergoyahkan.
Dengan ragu Alecas meraih tengkuk LuXa, tubuhnya langsung membungkuk dan dia segera mengecup bibir LuXa.
Lucas mengerjap, menjauhkan kelapanya yang tiba-tiba saja terasa sedikit pusing. Pandangannya berputar membuat tubuhnya terhuyung selangkah. Sementara itu, LuXa mengambil napasnya dengan cepat meraih bahu Alecas agar tetap berdiri dengan benar.
Tubuh mereka kembali…
To Be Continued..
Tubuh mereka kembali…Alexa dan Lucas terdiam sesaat, kedua kembali saling menatap dan mengerjap kaget karena kini jiwa kembali te tubuh mereka masing-masing.“Ya Tuhan, aku kembali.” Alexa melompat senang bukan main, dengan cepat dia segera mundur menjauh dari tubuh Lucas dan pergi melihat ke cermin.Alexa tersenyum lebar, gadis itu akhirnya bisa bernapas dengan lega dan merasa hidup kembali setelah mendapatkan kembali tubuhnya.Melihat kesenangan Alexa yang cukup berisik dan berlebihan langsung menjadi pusat perhatian Lucas. Lucas sendiri merasa sangat lega dan senang karena akhirnya kini tubuhnya kembali.Lucas tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada hidupnya jika selamanya jiwanya terjebak dalam tubuh Alexa.Suara berisik dan tawa senang Alexa mulai mengganggu pendengaran Lucas, dengan tatapan merendahkan Lucas beredekap dan berkata. “Well.. sekarang urusan kita sudah selesai, aku mengusirmu. Jadi, silahkan pulang.”Alexa berhenti bergerak, tawanya menghilang seketika,
Alecas (jiwa Alexa dalam tubuh Lucas) LuXa (jiwa Lucas dalam tubuh Alexa) *** Alexa berjalan dengan anggun dan percaya diri, gaun musim panasnya yang berwarna merah bercorak bunga-bunga terlihat indah bergoyang di terpa angin di atas pahanya. Rambut panjangnya yang baru mendapatkan perawatan, kini di biarkan tergerai menerpa wajah mungilnya. Semua orang selalu dibuat terpukau oleh Alexa. Gadis itu tidak hanya cantik dan selalu tersenyum kepada siapapun yang dia lihat, Alexa juga selalu bersikap baik kepada siapapun, terkecuali orang yang menyebalkan. Contohnya, Lucas. “Dev,” Alexa memanggil seorang pria yang sedang berdiri di bawah tangga. Kaki jenjangnya melangkah lebih cepat, membuat heelsnya yang dia kenakan menimbulkan suara tajam di lantai. “Hai,” Devon menyapa, pria itu tersenyum lebar melihat kedatangan Alexa yang berlari ke arahnya dengan senyuman lebar dan mata selalu terlihat bersinar memercikkan kebahagiaan. “Seminarnya sebentar lagi,” kata Devon seraya membuka tang
LuXa ( jiwa Lucas bertubu Alexa) Alecas ( jiwa Alexa bertubuh Lucas) --- Lucas mengerang, bergerak tidak nyaman dari duduknya, napasnya memburu mencari-cari pelepasan yang tiba-tiba menghilang entah kemana. Mata Lucas langsung terjaga, pria itu langsung terdiam beberapa saat dengan napas yang terdengar kasar. Lucas mengerjap melihat ke sekelilingnya dengan perasan bingung. Tidak ada Vero di pangkuannya, kini hanya ada pemandangan para mahasiswa yang sedang mendengarkan seseorang bicara di depan. “Kau sudah bangun?” Devon tersenyum lembut, mengusap rambut Alexa dengan sayang. Lucas menarik napasnya dalam-dalam mencoba menelaah apa yang sebenarnya terjadi kepadanya saat ini. “Alexa, kenapa diam?” tanya Devon. Lucas langsung menepis tangan Devon dengan kasar, di detik selanjutnya pria itu berdiri dan menggebrak meja dengan keras membuat semua perhatian orang-orang teralihkan padanya. "Brengsek! Kenapa bisa terjadi lagi?" umpat Lucas dengan emosi. Lucas langsung melompat kelua
“Lepaskan!” Berontak Devon berusaha melepaskan diri dari Shwan.Lucas memberikan instruksi melalui matanya agar melepaskan Devon. Lucas penasaran ingin melihat seberapa besar nyali Devon yang telah berani mengganggu kesenangannya.Devon bernapas dengan kasar dan menatap tajam Alexa penuh kemarahan yang tidak terkontrol.“Kenapa kau berciuman dengannya Lex?” Devon menunjuk Lucas dengan berani, dia tidak terima kekasihnya melakukan ini semua kepadanya. Devon merasa sangat di khianati, Devon juga merasa kecewa dengan Alexa yang selama ini dia pikir baik dan polos ternyata bisa bertindak seperti ini dibelakangnya.“Jawab Lex! Kau selingkuh?” teriak Devon marah.“Dev..”“Jawab saja, ya atau tidak!” Devon semakin dibuat marah.Pria mana yang rela dan bisa bersikap baik-baik saja saat melihat kekasihnya berciuman dengan panas bersama pria lain? Devon bisa mempercayai Alexa wanita baik-baik, namun Devon juga berhak menuntut penjelasan.Alexa tertunduk, dia menggelengkan kepalanya dengan lemah
Devon masih sangat amat marah, namun dia masih berusaha bersikap tenang dan memberikan Alexa kesempatan untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, hingga akhirnya Devon tahu satu hal.Lucas William adalah pria pilihan ayah Alexa.Pria gila dan bertempramen buruk itu lebih di percaya Connor di bandingkan dengan dirinya.Keberadaan Lucas William yang muncul membuat Devon bertanya-tanya, apa kelebihan Lucas William? Jika dilihat dari keturunan keluarga, Devon juga memiliki keluarga yang baik meski mereka hidup di lingkaran dunia hiburan yang tidak lepas dari jepretan kamera.Devon sangat mencintai Alexa dan selalu berusaha menjadi kekasih yang baik untuknya. Tapi mengapa Connor tidak pernah melihat usaha Devon?Devon kecewa, hatinya terasa cukup sedih karena kesempatannya untuk bisa bersama Alexa semakin kecil.“Dev..” panggil Alexa begitu pelan dan hati-hati, Alexa bisa melihat kesedihan di mata Devon setelah mendengarkan cerita Alexa mengenai hubungannya bersama Lucas.“Kau menyukai
Lucas melirik jam yang melingkar ditangannya, sudah hampir dua puluh menit dia duduk dan menunggu, namun belum ada tanda-tanda kedatangan Alexa.Rahang Lucas mengetat menahan kesal, namun dengan sempurnanya pria itu menyembunyikan kekesalannya dengan senyuman menawan.Lucas tidak akan pergi sebelum Alexa berada dalam genggamannya.“Tuan Connor, saya dengar Anda membutuhkan banyak ahli gizi dan chef professional untuk menciptakan menu baru di perusahaan. Jika sasaran pasar Anda adalah pasar internasional, sepertinya saya bisa membantu, teman saya berencana akan menutup sementara pabriknya karena masalah financial. Apa bisa para pekerja ditransfer ke Hong Kong? Saya menjamin kinerja mereka.”Connor sempat terdiam, pria itu langsung tersenyum menjawab perkataan Lucas. Percakapan yang sedikit menegangkan beberapa saat yang lalu kini berubah menjadi serius karena membahas masalah bisnis.***Kedatangan Lucas untuk pertama kalinya ke rumah membuat Alexa was-was dan berpikiran macam-macam.
Alexa merongoh handponenya di tas, namun ketika dia hendak menelpon Devon untuk meminta pertolongan, sebuah kesadaran membuat Alexa mengurungkan niatnya.Alexa harus memikirkan konsekuensi yang terjadi jika dia melibatkan Devon. Jika Connor tahu Alexa pergi dengan Devon, Connor akan langsung menghabisi kekasihnya sama seperti kejadian beberapa bulan silam.Tidak! Tidak! Devon tidak boleh terlibat. Batin Alexa mengingatkan.“Kau sudah selesai? Cepatlah!”Tubuh Alexa menegang kaget begitu tahu jika kini Lucas tengah menunggunya di depan pintu.“Tunggu sebentar, aku ganti baju,” jawab Alexa dengan teriakannya.“Ada banyak hal yang harus kita bicarakan Alexa, meski kau tidak suka, untuk sekarang kau harus mendengarkan aku.”“Aku tahu!” teriak Alexa lagi.Alexa berlari membuka jendela kamarnya dan berdiri di balkon, gadis itu melihat ke bawah, mengedarkan pandangannya dengan teliti untuk memastikan jika di sekitar kamarnya tidak ada orang yang berjaga.“Cepatlah!” Teriak Lucas mulai tidak
FlasbackLucas bergerak di antara cahaya matahari pagi yang cerah dihiasi oleh gerimis hujan yang turun. Wajah tampannya terlihat datar meski sorot matanya yang kebiruan itu menatap tajam. Coat hitam yang di pakainya menambah kesan seberapa berbahayanya dia saat ini.Lucas berjalan masuk ke dalam sebuah restaurant tua berdinding kayu, sekilas pria itu melihat ke luar jendela, memperhatikan keadaan laut kota Sai Kung dari kejauhan.Derap langkah suara terdengar bergerak kearahnya, anak buah Shwan menyeret seorang pria dan melemparkannya tepat di hadapan Lucas.Lucas terdiam melihat ketidak berdayaan pria yang kini terbaring meringkuk di bawah kakinya. Bibir Lucas menekan terlihat menahan rasa kesal pada pria itu.Lucas menggerakan pria tua itu dengan kakinya dan menginjak dadanya. “Dimana puteramu?”“Ampuni saya Tuan,” isak pria tua itu memohon.“Bukan itu jawaban yang ingin aku dengar.”Pria tua itu gemetar tanpa suara dan memilih untuk tidak menjawab, memberitahu keberadaan puterany