Share

BAB 4: Masalah yang Mudah

Alecas (jiw Alexa dalam tubuh Lucas)

LuXa (jiwa Lucas dalam tubuh Alexa)

***

“Apa? Mandi? Tidak!” Alecas melarang.

LuXa tertawa menggema, jiwa Lucas merasa ironis melihat wajah angkuh dan tatapan tajam mata miliknya kini menjadi melunak, gerakan tubuhnya sudah tidak dia kenal lagi.

Diam-diam jiwa Lucas menjadi semakin khawatir. Jika hal ini terus berlanjut, kemungkinan tidak akan ada lagi orang yang takut apalagi hormat padanya.

Suara ketukan di pintu sedikit memecahkan ketegangan di antara jiwa Alexa dan Lucas.  LuXa segera pergi dan membukakan pintu dan berhadapan dengan Shwan.

“Pakaian yang Tuan Lucas pesan.” Shwan menyerahkan beberapa paper bag. “Di mana Tuan Lucas?” Tanyanya terdengar misterius dan hati-hati.

Shwan sedikit terkejut begitu mendengar kabar Alexa Housten datang ke rumah tuannya, setelah di telaah Shwan mulai berpikir jika mungkin ini bagian dari rencana Lucas.

Lucas tidak suka membuang waktu, mungkin saja rencana untuk membunuh Alexa bisa dia lancarkan pagi itu dengan cepat meski racun yang Shwan pesan belum datang.

Kini Shwan sedang menunggu perintah Lucas selanjutnya, namun anehnya sejak tadi Lucas tidak mengintruksikan apapun kepada Shwan.

LuXa menyerigai jahat, mengambil paper bagnya. Jiwa Lucas tahu betul apa yang sebenarnya ada di pikiran Shwan saat ini.

“Kenapa Shwan?  Kau ingin membunuhku?"  tanya  LuXa.

Shwan tersentak kaget, refleks pria itu mundur selangkah, bulu kuduknya langsung meremang meraskan perasaan takut dan waspada melihat tatapan tajam dan suara LuXa yang dalam.

LuXa terkekeh geli, merasa senang melihat reaksi Shwan yang waspada dan terlihat takut kepadanya.

“Saya permisi,” dengan sopan Shwan membungkuk dan undur diri dengan cepat.

***

Alecas bersedekap mengawasi gerak-gerik LuXa yang sedang mandi, dia harus memastikan tubuhnya tidak perlakukan dengan senonoh oleh pria arogan itu.

Sudah lebih dari tiga jam mereka terjebak dalam pertukaran jiwa, masih belum ada titik terang mengenai penyebab hal ini terjadi, belum ada titik terang juga mengenai  jalan keluar dari maslah yang tengah mereka hadapi.

Alexa dan Lucas terus menerus berdebat karen kini jiwa Alexa tiba-tiba saja harus menanggung beban pekerjaan yang  Lucas berikan kepadanya karena pagi ini Lucas memiliki pekerjaan penting yang tidak bisa di gantikan siapapun.

“Kita perlu pergi ke psikiater,” ucap Alecas.

LuXa yang tengah di bawah shower langsung membalikan badan. “Tidak!” tolaknya mentah-mentah.

“Kenapa tidak? Apa kau mau kita tetap seperti ini?”

“Aku tidak ingin orang lain mengetahui hal ini. Sekalipun kita pergi ke psikiater, kau pikir mereka akan percaya dengan hal gila ini?”

“Tapi aku tidak mau kita terus seperti ini!”

“Apa kau pikir aku juga mau? Dengar Alexa, apa medis bisa membantu masalah ini?”

Alecas terdiam dalam kebingungan tidak tahu harus menjawab apa.

LuXa melenggang keluar, melewati Alecas dengan tubuh telanjangnya. LuXa segera berdiri di depan cermin untuk mengeringkan tubuhnya dengan handuk sambil memperhatikan Alecas melalui cermin.

“Kau harus tahu hal lagi Alexa. Jika ada yang tahu masalah ini, seseorang bisa menyerangku. Kau tahu kan maksudku?"

“Apa?” Alecas mengikuti langkah LuXa yang kini keluar kamar mandi. Perkataan Lucas sama sekali tidak di mengerti olehnya.

“Jika musuhku menyerangku, itu artinya nyawamu juga yang jadi taruhannya karena kini yang ada di dalam tubuhku adalah kau.”

Alecas menegang, dia ingat. Sekarang nyawanya dalam tubuh Lucas, jika seseorang melukai tubuh Lucas, nyawa Alexa yang di pertaruhkan. Apalagi Alecas tidak mengetahui apa pun yang pria itu kerjakan dan seluk beluknya, yang Alecas tahu, Lucas adalah anak dari William dengan sifat yang sangat buruk.

“Dadamu bagus juga” LuXa memperhatikan payudaranya sebelum memakai bra.

“Dasar mesum.”

“Tubuhmu sekarang milikku, jadi aku bebas melakukan apapun.”

“Tidak boleh!”

LuXa mengerutkan keningnya beberapa saat, dia bergerak membalikkan tubuhnya menghadap cermin besar untuk meneliti tubuh yang di isi jiwanya. Napasnya LuXa terasa mengganjal di tenggorokan, melihat tubuh telanjang milik Alexa yang baru dia sadari jika tubuh itu terlihat indah.

Sepasang kaki jenjang yang indah menyusuri pinggul yang lebar dengan pinggang kecilnya dan perut rata sempurna, di tunjang sepasang payudara indah yang membusung bergerak berirama dengan napasnya. Kesempurnaan tubuhnya di lengkapi dengan wajah cantik yang menggambarkan kepolosan tanpa setitik dosa pun.

“Jangan menatap tubuhku seperti itu!” Alecas berteriak, menarik tubuh mungil itu untuk menjauh dari cermin. “Pejamkan matamu, aku yang akan memakaikan pakaian.”

“Kenapa harus memejamkan mata? Aku sudah melihat dan menyentuh tubuhmu saat tadi mandi.”

“Sekarang tidak boleh,” jawab Alecas sengit.

LuXa tersenyum geli, tanpa bertanya lagi dia segera memejamkan matanya, membiarkan Alecas memakaikan pakaian untuknya.

“Kenapa kau membeli pakaian laki-laki? Tubuhku kan harus memakai baju perempuan,” protes Alecas begitu menyadari jika pakaian yang ada di dalam tas adalah kemeja dan celana panjang.

“Sekarang aku yang ada di dalam tubuhmu, aku tidak bisa memakai mini dress.”

Diam-diam Alecas cemberut mendengar  LuXa. “Jika tubuhku sudah kembali, aku tidak akan pernah mau melihatmu lagi,” gerutu Alecas berterus terang.

“Aku pun begitu. Aku tidak akan pernah mau bertemu dengan gadis cerewet sepertimu. Tapi, bagaimana cara mengembalikannya?”

Alecas menarik ritsleting celana yang di kenakan LuXa. “Apakah kita harus berciuman?”

“Ciuman?”

Alecas menggaruk pipinya yang tidak gatal, matanya memicing di penuhi pemikiran yang sederhana teringat dengan beberapa buku dan dongeng yang sering dia baca semasa kecilnya.

“Kalau di dongeng dan di film, seperti itu. Misalnya pangeran kodok yang berubah wujud karena ciuman.”

LuXa mendengus geli. “Kau konyol Alexa.”

“Aku hanya membagi pemikiranku, jika kau tidak setuju ya sudah.”

Sejenak LuXa terdiam dan menimang-nimang kembali ucapan Alecas yang mungkin tidak ada salahnya jika mencobanya.

“Kau benar, kita harus mencobanya,” ucap LuXa berubah pikiran.

Keduanya langsung berhadapan, namun mereka hanya diam mematung tidak melakukan apapun karena gugup dan merasa aneh karena harus mencium diri mereka sendiri.

“Kau duluan Lucas,” pinta Alecas.

“Kau yang duluan Alexa. Tubuhmu tingi,” jawab LuXa dengan nada suara bergetar. LuXa sangat geli karena harus mencium dirinya sendiri.

Alecas menelan salivanya dengan kesulitan, gadis itu menatap matanya sendiri sambil mengumpulkan beberapa keberanian yang saat ini tengah tergoyahkan.

Dengan ragu Alecas meraih tengkuk LuXa, tubuhnya langsung membungkuk dan dia segera mengecup bibir LuXa.

Lucas mengerjap, menjauhkan kelapanya yang tiba-tiba saja terasa sedikit pusing. Pandangannya berputar membuat tubuhnya terhuyung selangkah. Sementara itu, LuXa mengambil napasnya dengan cepat meraih bahu Alecas agar tetap berdiri dengan benar.

Tubuh mereka kembali…

To Be Continued..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status