Share

Bad Memories

"Kenapa aku harus berada di situasi ini?"

°Keina°

***

"Tidak ada yang bisa lolos dari seorang Devanial."

°Dev°

***

"Ma-maaf Kak, air mineralnya ketinggalan." Gadis ini tertunduk dengan tangan yang bergemetar hebat. Setelah dia pikir hidupnya sudah aman karena sebuah jeruk dari Talitha, rupanya dia salah besar. Masih ada ekor masalah yang masih membuntutinya.

Dari arah kanan barisan, Alga hanya bisa terdiam dengan diselimuti rasa khawatir. Apa yang akan senior galak itu lakukan? Kali ini Alga tidak dapat membantu Keina.

"Maju kamu!" teriaknya, "buruan maju!" Kali ini nadanya satu oktav lebih tinggi.

Ada apa dengan satu senior ini? Dia membentak seorang gadis dengan tanpa rasa kasian sama sekali. Atau mungkin rasa itu memang tidak ada di dalam hatinya.

Dengan kaki yang seperti kehabisan tenaga dan detak jantung yang menggila, Keina akhirnya melangkah menuju senior itu berdiri.

"Siapa nama kamu?" tanya senior dengan sewot.

"Keina, Kak."

"Nama lengkap!"

Keina mencoba menenangkan diri. Ketakutan hanya akan mengacaukan segalanya. Sebuah kalimat yang tengah Keina transfer ke otaknya. 

Keina menghela napas. "Keina Ayu Pratibha, Kak." Satu jeruk mungkin telah menyelamatkan Keina, tetapi sebotol air mineral justru membuat jantung Keina berdetak lebih kencang dari biasanya. Keina memberanikan diri untuk menatap wajah lelaki tersebut. Matanya menyipit, mengamati sebuah name tag di jas yang senior itu kenakan. Di sana tertulis, DEVANIAL AKSA ADHITAMA.

🍂 

Ini bagaikan mimpi buruk bagi Keina. Gadis itu masih saja mematung. Wajahnya menggambarkan sebuah rasa takut. Dari lubuk hati yang paling dalam, dia ingin memutar kembali waktu pagi ini. Keina benar-benar menyesal tidak mengecek ulang perlengkapan yang harus dibawa.

Keina menatap penuh harap ke arah Alga dan Talitha. Namun, tidak ada yang bisa mereka perbuat. Jangankan menolong Keina, menyelamatkan diri mereka sendiri saja sulit jika urusannya dengan ketua OSIS.

"Saya tidak menerima alasan apa pun! Sekarang juga kamu harus melakukan sesuatu."

"Melakukan apa, Kak?" tanya Keina ragu.

"Terserah mau ngapain asalkan keteledoran kamu ini bisa buat pelajaran temen-temen kamu yang lain!" tegas Dev sambil melipat kedua tangannya di depan dada dengan senyum liciknya.

Ganteng, sih. Tapi serem.

Tangan Keina mulai berkeringat, dia benar-benar panik. Ditambah dengan banyak sorot mata yang menatapnya. Kedua bola mata terus bergerak ke kanan dan kiri. Mencari sebuah ide yang diharapkan bisa menyelamatkan Keina dari tatapan elang seorang Dev. 

Kepala Keina seperti akan pecah. Otaknya terus dipaksa agar berpikir, tetapi hasilnya nihil. Atau dia harus berpura-pura pingsan agar hukuman ini berakhir? Oh, tidak mungkin. Justru itu akan membuatnya terlihat sangat lemah.

"Buruan!" bentak Dev. 

"I-iya, Kak."

Ayok, Na. Mikir.

Mengapa semesta kali ini seakan membiarkan Keina dipermalukan di depan umum? Bahkan mentari bersinar begitu terang sehingga wajah putihnya tampak begitu jelas. Bisakah ada seseorang yang dapat membantunya? 

Suara ejekan dari anak-anak baru pun mulai terdengar. Mereka berbicara seakan mereka paling benar. Seakan tidak pernah berbuat kesalahan. Itu memang biasa terjadi, mereka akan terus memojokkan seseorang yang tengah dalam sebuah permasalahan. Tidak pernah berpikir, jika mereka yang berada dalam posisi tersebut.

"Bentar lagi juga pasti mewek."

"Liat, tuh. Nangis pasti."

"Aduh, gue nggak kebayang kalo gue yang ada di sana."

"Yaelah lama banget, nggak tau ini panas kali ya?"

"Tinggal ngomong doang apa susahnya?"

"Joged ondel-ondel kek."

Ini tidak adil bagi Keina. Ingin rasanya protes kepada manusia dingin di sebelahnya. Mengapa mereka diberi kebebasan untuk mengejek? Mengapa mereka tidak ditegur karena membuat keributan? Atau memang semua orang ingin melihat Keina tumbang?

"Kamu mau tetep diem kaya patung di situ? Saya itu nyuruh kamu ke sini buat mempertanggung jawabkan kesalahanmu. Bukan cuma buat jadi tontonan masa." 

Gimana aku mau mikir, kalo dia ngomong terus. Yang ada otakku makin buntu.

"Ngomong, jangan cuma ngeliatin saya!" 

Setelah beberapa saat beradu dengan pikirannya, Keina menemukan sebuah ide. Meski tidak yakin, namun tidak ada pilihan lain.

"Baik kak, saya akan membacakan sebuah puisi karya saya sendiri." Akhirnya Keina membuka mulutnya setelah beberapa menit suasana hening seketika.

Dev hanya menaikkan kedua alisnya dan menyerahkan sebuah mikrofon kepada Keina. Senyuman meremehkan itu terukir di wajah dingin Dev.

Keina menarik napas panjang, memejamkan mata, dan menenangkan pikirannya. Perlahan membuka mata, menatap lurus ke depan, dan mulai membacakan puisi.

CUKUP TAHU

Aku cukup tahu

Tentang rasa yang kau timbun dalam benakmu

Tentang rindu yang semakin tak beraturan hingga menusuk kalbu

Namun, mengapa kau tetap membisu?

Kini Keina menatap Dev dengan tatapan tenang, membuat Dev canggung dan tampak bodoh karena salah tingkah.

Keheningan seketika tercipta. Penghayatan Keina mampu menghipnotis semua orang di lapangan tersebut, termasuk senior galak itu.

Aku pun cukup tahu

Ada angan yang kau genggam dengan erat

Tersimpan rapat hingga mulai mengarat

Hanya karena ego kau menyayat hati

Kau berdusta hingga di ujung kulminasi

Katakanlah! Walau satu detik lamanya

Cukup mengucap sebuah kata,

Cinta

                              

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status